Bukan Benci, Tapi Harapan: Mengapa Saya Sering Mengkritik Arab Saudi
Seringkali, kritik saya terhadap Arab Saudi dianggap sebagai bentuk kebencian atau penolakan terhadap otoritas yang sah dalam dunia Islam. Namun bagi saya pribadi, kritik itu justru lahir dari cinta dan harapan yang besar.
Arab Saudi bukanlah negara biasa. Ia adalah penjaga dua tanah suci, Makkah dan Madinah sebagai pusat spiritual umat Islam sedunia. Status ini bukan sekadar simbolik, tetapi membawa tanggung jawab moral dan historis yang sangat besar. Dalam posisinya saat ini, Saudi memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemersatu umat Islam, bukan hanya dari segi ibadah, tetapi juga dari sisi keadilan, solidaritas, dan kepemimpinan peradaban.
Saya mengkritik bukan karena benci, tapi karena saya tahu potensi besar yang dimiliki negeri ini. Saya berharap Arab Saudi bisa menjadi Mediator dalam konflik internal dunia Islam, bukan hanya sekadar pengamat, sekaligus Pelopor dalam pendidikan Islam moderat yang memadukan tradisi dan kemajuan. Saya berharap Saudi mampu memimpin dan membela hak-hak umat Islam yang tertindas di berbagai belahan dunia.
Sudah saatnya kita berhenti membenturkan Sunni dan Syiah. Perbedaan apapun seharusnya tidak menjadi alasan perpecahan, apalagi permusuhan. Arab Saudi, dengan pengaruh dan peran strategisnya, justru harus tampil sebagai jembatan pemersatu, bukan pihak yang memperdalam sekat. Dunia Islam terlalu lelah dengan konflik internal. Kita membutuhkan suara yang mempersatukan, bukan yang mempertajam perbedaan.
Akan lebih baik jika Saudi lebih memilih beraliansi dengan saudara-saudaranya sesama muslim ketimbang bermesraan dengan negara-negara yang hakikatnya ingin menghancurkan Islam seperti Amerika dan sekutu-sekutunya.
Kritik bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membangkitkan kesadaran. Sebab ketika harapan begitu besar, maka bersuara adalah pilihan.
(Andra Febi)