BABAK BARU IJAZAH JOKOWI

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Sore ini (Jum'at, 13/6), penulis baru saja mengikuti diskusi zoom di Kompas Petang bersama Saudara Ade Darmawan dari PERADI BERSATU. Tema diskusi terkait statemen Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo kepada media yang berjanji akan melibatkan tim pengawas eksternal, untuk menangani kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. 

Atensi Kapolri pada kasus ijazah palsu Jokowi ini, menjadi bukti bahwa Indonesia masih memiliki Kapolri yang waras. Sebab, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menuding pihak-pihak yang masih membicarakan kasus ijazah palsu Jokowi sebagai sakit jiwa. 

Dalam diskusi dengan durasi singkat di Kompas ini, penulis menyampaikan beberapa hal. 

Karena waktu yang terbatas, melalui tulisan ini penulis ingin melengkapi pandangan hukum terkait pernyataan Kapolri tersebut.

Pertama, kami memberikan apresiasi pada Kapolri karena Surat kami melalui Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) terkait permintaan dilakukan Gelar Perkara Khusus, direspons. Surat yang dikirim TPUA pada tanggal 26 Mei 2025 lalu, telah dibalas secara resmi oleh Biro Wasidik Bareskrim Polri pada tanggal 04 Juni 2025.

Pada poin kedua Surat Biro Wasidik Bareskrim Polri Nomor: B/II62/IV/RES.7.5/2025/BARESKRIM, tanggal 4 Juni 2025 perihal: Surat Pemberitahuan Perkembangan Perkara Dumas (SP2D), disebutkan bahwa 'Biro Wasidik Bareskrim Polri telah menerima Surat Pengaduan Saudara dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku'.

Sehingga, saat ini kami masih menunggu undangan resmi dari Biro Wasidik Bareskrim Polri untuk dilibatkan dalam Gelar Perkara Khusus terkait Dumas TPUA tentang dugaan ijazah palsu Jokowi yang dilaporkan TPUA di Bareskrim Polri pada tanggal 9 Desember 2024 lalu. Kami juga sudah menyiapkan dua ahli, yakni Dr Rismon Hasiholan Sianipar dan Dr KMRT Roy Suryo untuk menjadi ahli pembanding dalam proses Gelar Perkara Khusus dimaksud.

Kedua, kami menegaskan kasus dugaan pencemaran (310 KUHP) dan fitnah (311 KUHP) yang dilaporkan oleh Saudara Joko Widodo di Polda Metro Jaya pada tanggal 30 April 2025 lalu, adalah delik aduan. Sehingga, yang memiliki kompetensi dan legal standing sebagai Pelapor hanyalah Saudara JOKO WIDODO.
Jadi, perkara di Polda Metro Jaya tidak ada kaitannya dengan PERADI BERSATU, PEMUDA PATRIOT NUSANTARA, yang sebelumnya telah juga membuat laporan polisi ke Polres Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

Ketiga, sejak Saudara JOKO WIDODO membuat laporan sendiri atas delik aduan pencemaran dan fitnah, maka berlaku kaidah hukum 'Lex Spesialis Derogat Lex Generale'. Pidana yang bersifat khusus yakni delik aduan yang dilaporkan Jokowi, mengesampingkan pidana umum yang dilaporkan oleh PERADI BERSATU dan PEMUDA PATRIOT NUSANTARA.

Sehingga, demi hukum delik pidana yang berbasis Pasal 160 KUHP (penghasutan) dan delik Pasal 28 ayat (2) UU ITE (menyebar kebencian berbasis SARA), menjadi gugur. Lagipula, kurang kerjaan saja PERADI BERSATU dan PEMUDA PATRIOT NUSANTARA yang ikut latah membuat laporan polisi. Yang dikritik ijazah palsu Jokowi, kenapa dua Ormas ini yang kebakaran Jenggot?

Keempat, penulis dan Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menolak keras hasil penyelidikan Bareskrim yang menghasilkan tes laboratorium forensik ijazah Jokowi identik, digunakan dalam perkara laporan dugaan pencemaran dan fitnah yang dilaporkan oleh Saudara JOKO WIDODO di Polda Metro Jaya dengan beberapa alasan, yaitu:

1. Proses Penyelidikan atas Dumas TPUA belum tuntas. Dibuktikan dengan adanya respons dari Biro Wasidik Bareskrim Polri yang menjanjikan akan menindaklanjuti proses Gelar Perkara Khusus yang diminta oleh TPUA.

2. Proses penyelidikan di Bareskrim berbeda dengan Proses penyelidikan di Polda Metro Jaya. Dasar hukum proses di Bareskrim adalah Dumas dari TPUA tanggal 6 Desember 2024, yang ditingkatkan menjadi Laporan Informasi Nomor: Ll/39/IV/RES/1.24/2025/DITTIPIDUM tanggal 09 April 2025, atas nama Pengadu Prof Dr Eggi Sudjana, SH, MSi, dan kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP Lidik/1007/IV/RES/1.24/2025/Dittipidum tanggal 10 April 2025, adalah penyelidikan perkara dugaan pidana pemalsuan dokumen, pemalsuan akta otentik dan memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP dan Pasal 266 KUHP. Adapun dasar hukum proses di Polda Metro Jaya adalah Laporan Saudara Joko Widodo Nomor: LP/B/2831/IV/2025/SPKT POLDA METRO JAYA, tanggal 30 April 2025, dan kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP Lidik/2961/IV/RES.114/2025/Dirtipidum POLDA METRO JAYA, tanggal 30 April 2025, adalah penyelidikan perkara dugaan pidana pencemaran dan fitnah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP dan Pasal 27A UU ITE.

3. Penyidik Polda Metro Jaya tak memiliki kewenangan untuk menyita barang bukti yang dimiliki oleh Bareskrim, untuk dijadikan bukti laporan Jokowi.

4. Substansi hasil tes laboratorium forensik Bareskrim, tidak bisa hanya di kutip dari keterangan saksi, lalu di BAP, untuk melengkapi proses di Polda Metro Jaya yang dilaporkan oleh Saudara JOKO WIDODO.

Karena itu, semua pihak kami harapkan dapat bersabar hingga terselenggara proses Gelar Perkara Khusus dan dihimbau agar tidak gegabah dengan menyampaikan pernyataan yang bersifat prematur. Termasuk Penyidik Polda Metro Jaya, tak perlu pusing meladeni atensi dari PERADI BERSATU yang ingin segera kasusnya naik ke penyidikan.

Perkara masih panjang. Di Bareskrim belum tuntas, menunggu gelar perkara khusus. Di Polda, baru tahapan klarifikasi. Jadi, tak perlu tergesa-gesa karena hasilnya akan sangat menentukan masa depan penegakan hukum dan legacy berbangsa negara Indonesia dimasa depan.

(*)
Baca juga :