Menolak Zakir Naik, Tapi Menormalisasi PSK. Namanya Afi Nihaya Faradisa

Menolak Zakir Naik, Tapi Menormalisasi PSK

Namanya Afi Nihaya Faradisa.

Pernah dielu-elukan media, masuk istana, dielus kepala oleh kekuasaan. Disebut-sebut sebagai simbol toleransi dan literasi. Tapi seiring waktu, topeng itu mulai rapuh. Kasus plagiasi yang dulu sempat meledak, membongkar sisi lain dari wajah yang tampak teduh. Tapi ia tetap melenggang. Tanpa rasa bersalah. Tanpa pertanggungjawaban.

Kini, ia kembali muncul. Menulis di Facebook. Dan kali ini, yang jadi sasarannya bukan sembarang orang—melainkan seorang ulama internasional, Dr. Zakir Naik.

Tulis Afi:

“Padahal Zakir Naik adalah kriminal di negara asalnya sendiri (India) karena terbukti terlibat pencucian uang, dan terbukti menyebarkan paham terorisme, melalui pendapatnya terkait serangan 11 September 2001 di WTC dengan korban 3000 ‘kafir’ meninggal.”


Lalu ia menambahi dengan enteng:

“Ingat kelompok teroris internasional Al-Qaeda, ISIS, dan Taliban? Nah, Zakir Naik juga terang-terangan menyatakan dukungan.”

Sebentar…

Terang-terangan?
Dukungan?
Terbukti?

Tolong, SEBUTKAN SATU SAJA!

Tolong…
Sebutkan satu video saja.
Satu saja.

Mana video Dr. Zakir Naik mendukung ISIS?
Mana rekamannya?
Mana kutipan ceramahnya?

📌 Kami bisa tunjukkan puluhan, bahkan ratusan ceramah Dr. Zakir Naik dari konferensi perdamaian di Mumbai, forum antaragama di Malaysia, hingga pidato terbuka di berbagai negara yang semuanya jelas dan tegas mengutuk tindakan terorisme. Termasuk serangan kepada warga sipil, kepada non-Muslim, dan terhadap siapapun yang tak berdosa.

📽️ Contohnya?

Zakir Naik: Islam Against Terrorism


“Islam condemns the killing of any innocent human being whether Muslim or non-Muslim. Whoever kills a person without justification, it is as though he has killed all of mankind.”

("Islam mengutuk pembunuhan terhadap manusia tak berdosa, baik Muslim maupun non-Muslim. Barangsiapa membunuh seseorang tanpa alasan yang benar, maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh umat manusia.") — Dr. Zakir Naik

Tapi apa yang dilakukan Afi?

Mencomot narasi lawas, memelintirnya, dan menghidangkannya sebagai “opini pribadi”—yang tak lain adalah fitnah yang dibumbui bahasa akademik.

Kata Afi:

“Zakir Naik terbukti menyebarkan paham terorisme lewat pendapatnya soal 9/11.”

Padahal kenyataannya?

Zakir Naik tidak pernah mendukung serangan 9/11.

Justru beliau mempertanyakan narasi media Barat tentang pelakunya, karena banyaknya kejanggalan dan fakta yang ditutup-tutupi.

📽️ Dengarkan sendiri:

Zakir Naik: Who Did 9/11?

“If 9/11 really was done by Muslims, it was a disaster. But if it was not, and Muslims were blamed then that is the biggest act of terrorism.” 

("Jika 9/11 benar-benar dilakukan oleh umat Muslim, itu adalah bencana. Namun jika tidak, dan umat Muslim disalahkan, maka itu adalah tindakan terorisme terbesar.") — Dr. Zakir Naik

Pertanyaannya:
Apa itu dukungan terhadap teror?
Atau justru keberanian berpikir kritis yang hari ini langka karena dibungkam?

Zakir Naik bukan pemuja kekerasan.
Bukan pendukung kelompok A kelompok B.
Bukan penyebar teror.

Beliau seorang dai, meski saya banyak nggak sepakat dengan dia. Saya akui beliau adalah pendebat intelektual, penyeru tauhid berhasil memualafkan ribuan non muslim maka karena itu yang ditarget karena tak mau tunduk pada narasi tunggal Barat. Berbagai cara menjegal Zakir Naik dilakukan hingga fitnah soal pencucian uang, namun sekalilagi tak terbukti dipengadilan, mereka orang orang India dipuncak emosinya hingga memburu Zakir Naik dengan menghargai kepalanya ribuan dolar.

Maka Kami Bertanya Lagi…

📌 Mana buktinya beliau dukung ISIS?

📌 Mana bukti beliau sebut 3000 korban WTC sebagai “kafir yang pantas mati”?

📌 Mana rekaman, kutipan, atau ceramahnya?

Kalau kamu tidak bisa tunjukkan,
berarti kamu bukan sedang membela kebenaran,
tapi sedang mengulang fitnah murahan.

Setelah Menghujat habis Zakir Naik, dengan santainya Afi menyebarkan kalimat seperti itu. Seolah kita semua bodoh. Seolah rakyat Indonesia yang menyambut kedatangan Zakir Naik ini sekadar kumpulan IQ 78 yang gampang ditipu. Iya, itu juga dikatakannya diakun facebooknya:

“Tapi di Indonesia (negara yang penduduknya rata-rata IQ 78 ini), Zakir Naik diundang, dielu-elukan, bahkan digandeng mesra oleh pemerintah alias MENTERI AGAMA.”

Saya kira, justru yang IQnya 78 kebawah itu adalah ribuan followernya Afi yang menshare dan menglike dan mengomentarinya.

Dan yang membuat miris: justru Afi yang dulu dikenal karena tulisan tentang moralitas hari ini menjadi penggemar narasi cabul.

Ya, Afi…

Yang dulu terlibat kasus plagiasi, kini menulis fitnah terhadap ulama.

Yang dulu dielu-elukan karena tulisan, sekarang lebih dikenal karena membela pelacuran dan menormalisasi PSK. Bahkan dalam beberapa tulisannya, ia menampilkan pekerja seks sebagai simbol perjuangan sosial.

Tak Puas, Afi Bahkan banyak sekali melontarkan ungkapan ungkapan yang menyudutkan umat Islam, bahkan dia tak berempati sekali terhadap etnis Muslim Rohingnya yang sedang ditindas oleh Agama Tertentu.


🔴Dan lebih jauh lagi netizen pernah mengungkap sebuah akun alter ego yang penuh konten sensual dan vulgar, diduga milik Afi. Disangkal sih. Tapi gaya bahasanya, diksi-diksinya, bahkan cara berceritanya miripnya bukan main.


👇👇
📌 Kalau bukan dia, kenapa gayanya serupa?

📌 Kalau bukan dia, kenapa isi pikirannya cocok?

📌 Kalau bukan dia, kenapa tak pernah menggugat akun itu?

Tak usah munafik. Dunia maya itu kejam, tapi juga jujur. Jejak digital bicara lebih lantang dari klarifikasi penuh lip service.

Jadi begini…

Suka dan tidak suka, itu urusan selera.
Saya suka Zakir Naik, Afi suka yang lain—sah-sah saja.
Saya kagum pada ulama, Afi mungkin kagum pada aktivis kiri—ya silakan.

Tapi jangan bungkus kebencian dengan nama opini.
Jangan jadikan fitnah sebagai mata pencaharian.

Saya tahu, Afi penulis yang menggantungkan hidup dari donasi pembaca. Di bio-nya ada tautan saweran. Artinya? Semakin viral, semakin cuan. Maka ditulisnya fitnah bombastis soal Zakir Naik. Biar ramai. Biar klik-nya banyak. Biar uangnya mengalir.

Tapi… apakah fitnah terhadap ulama jadi sah, hanya karena dia butuh uang?

Kalau iya, maka kita sedang menyaksikan kemiskinan akhlak yang dibungkus dengan gaya intelektual.

Dan itu…
Lebih busuk dari plagiasi.
Lebih jijik dari pembenaran pelacuran.
Lebih rendah dari sekadar perbedaan selera.

(Ngopidiyyah)

Baca juga :