Pejabat Publik dapat keuntungan dari konten, hukumnya HARAM?

[PORTAL-ISLAM.ID]  Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi punya chanel Youtube dengan 7 juta lebih subscribers dan hampir setiap hari bikin konten. Minimal 1 hari 1 konten.

Akun X @j_morelim menerangkan pejabat publik yang dapat keuntungan dari konten maka hukumnya HARAM.

Berikut penjelasannya:

BTW kalau ada pejabat publik yang bikin konten dan mendapat keuntungan dari kontennya, maka keuntungan itu hukumnya haram dalam tinjauan fikih.

Keuntungan ini bukan cuma adsense revenue, ya. Termasuk keuntungan endorsement, appearance fee, bahkan hadiah. Begitu pula kalau berbisnis sementara masih menjabat jabatan publik, maka bisnisnya bathil dan haram keuntungannya.

Kenapa demikian? Perhatikan hadis berikut:

استعمل النبي ﷺ رجل من الأزد يقال له ابن الأتبية على صدقة، فلما قدم قال: هذا لكم وهذا أهدي لي. قل: «فهلا جلس في بيت أبيه أو بيت أمه، فينظر يهدى له أم لا؟! والذي نفسي بيده لا يأخذ أحد منه شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته...» الخ

Dalam hadis tersebut dikabarkan bahwa Ibnul Utbiyah dijadikan pejabat publik oleh Rasul ﷺ, yaitu menjadi amil zakat. 

Amil mendapatkan upah berupa saham dalam harta zakat, karena termasuk salah satu dari 8 asnaf zakat.

Ibnul Utbiyah saat menjalankan tugasnya menerima hadiah.

Bagaimana respon Rasul ﷺ akan hal ini? Beliau ﷺ bersabda: coba kalau Ibnul Utbiyah duduk-duduk di rumah ibu atau bapaknya, coba lihat apakah ia dihadiahi (oleh orang-orang) atau tidak?!
Ini menunjukkan kebencian Rasul ﷺ terhadap perbuatan Ibnul Utbiyah. 

Seandainya ia tidak menjadi pejabat publik, dalam hal ini amil, apakah tanpa kedudukannya orang akan memandang dan menyebabkan mereka menghadiahinya dg sesuatu? tentu tidak.

Alasan ini yang digunakan para ulama untuk meluaskan hukum haramnya pejabat publik bukan hanya menerima hadiah, tapi juga berbisnis.

Mengapa? karena kita tidak tahu apakah rekan bisnisnya, klien bisnisnya si pejabat publik melakukan bisnis dengannya sebab kapasitasnya sebagai pebisnis atau sebab kedudukannya sebagai pejabat sehingga berharap sesuatu yang lain dari transaksi tsb. 

Inilah sebabnya Khalifah Umar RA menerapkan kebijakan wajib membuat LHK (Laporan Harta Kekayaan) buat para wali yang akan ditugaskan. Kelak ketika dibebastugaskan, akan dilihat hartanya apakah bertambah secara masuk akal dari gaji yang negara berikan atau tidak. Jika ditemukan kejanggalan maka harta tersebut akan dikembalikan ke kas negara, menunjukkan tak ada hak tamlik bagi si wali atas harta itu.

Kembali kepada hadis, bahkan Rasul ﷺ memberikan ancaman: siapa yang mengambil hadiah saat menjadi pejabat publik, kelak akan digantungkan di lehernya pada hari kiamat.

Adanya ancaman menunjukkan keharaman.

Dan lagi bukan tupoksinya pejabat publik melenakan dirinya dengan menerima hadiah dan favor dari masyarakat. Bukan tupoksinya bikin podcast, vlog, atau konten apapun itu. Malah yang saya lihat ada kecenderungan hal tersebut jatuh ke dalam apa yg disebut sebagai "maylun nafs".

Bukan mudah jadi pejabat publik yang selamat, makanya pejabat adil itu ganjarannya surga (bahkan punya spot khusus yg gk bisa dimiliki oleh selain mereka).

Buat anda yang (mau) jadi pejabat, hendaknya berpikir ulang ribuan kali. Kursi yg anda duduki hanya akan membawa pada dua jalan: Ia bisa melambungkan anda ke ketinggian surga, atau mencampakkan anda ke kedalaman neraka.

Hentikan tren canvassing saat jadi pejabat publik, khawatir hal tsb mengantarkan anda ke jalan kedua.

Wallahu ta'ala a'lam.

👇👇
Baca juga :