Oleh: Ayman Rashdan Wong
Ketika berbicara tentang bangkit dan jatuhnya negara-negara adikuasa, kita sebagai umat Islam pasti akan bertanya:
"Bagaimana umat Islam dapat bangkit kembali menjadi kekuatan dunia seperti dulu?"
Bila menilik sejarah, umat Islam memang pernah menjadi negara adikuasa dunia di bawah kekuasaan para Khalifah al-Shalih, yakni Umayyah, Abbasiyah, dan Turki Utsmani.
Kekaisaran Timurid juga dapat dianggap sebagai negara adikuasa Islam, tetapi identitas intinya lebih bersifat Mongol daripada Islam.
Kekaisaran-kekaisaran ini pernah membuat Eropa (Barat) ngeri, sampai-sampai mereka hidup dalam ketakutan akan ditaklukkan oleh kaum Muslim.
Namun hari ini segalanya berubah terbalik.
Negara Islam bukan lagi kekuatan dunia. Faktanya, umat Islam pada umumnya hanya menjadi alat bagi kekuatan-kekuatan besar Barat.
Apa yang terjadi sekarang di Palestina adalah cerminan kelemahan umat Islam secara keseluruhan.
Jadi, apa yang membuat umat Islam lemah?
Banyak yang mengutip hadits Nabi SAW tentang “al-wahn”, penyakit cinta dunia dan takut mati.
Hadits tersebut shahih, dan memang banyak pemimpin Islam yang sibuk mengejar dunia, sampai-sampai mengabaikan amanat agama dan kemaslahatan umat.
Namun, jika kita saja tidak mencintai dunia, apakah itu otomatis akan membuat umat Islam bangkit?
Belum tentu.
Perang Enam Hari tahun 1967 (Arab vs Israel) adalah contoh bagaimana meskipun negara-negara Islam Arab bersatu dan antusias, mereka tetap kalah melawan musuh yang lebih terorganisasi dan canggih.
Dalam sejarah Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, ada banyak pemimpin yang korup dan duniawi, tetapi umat Islam masih mampu tetap dominan.
Kalau nanti anda membaca buku ADIKUASA (karya penulis), anda akan melihat apa sebenarnya "titik balik" keruntuhan kekuasaan Islam.
Titik baliknya adalah Revolusi Maritim pada abad ke-15.
Semua bermula ketika Portugal dan Spanyol bertekad untuk mematahkan monopoli perdagangan dunia yang dikuasai Venesia dan pemerintahan Islam.
Pada saat itu, rute perdagangan utama dunia membentang dari Laut Mediterania ke Asia Timur.
Umat Islam berada di tengah, mendominasi wilayah Mediterania Timur, Laut Merah, dan Laut Arab.
Walaupun pada masa pemerintahan Abbasiyah, umat Islam telah terpecah menjadi negara-negara kecil, namun jalur ini masih dipegang oleh negara-negara Islam.
Jadi Dunia Islam jauh lebih makmur daripada Eropa hingga abad ke-15, karena Dunia Islam merupakan pusat ekonomi dunia.
Tetapi setelah Portugal dan Spanyol menemukan rute baru dari Samudra Atlantik ke Samudra Hindia, pusat ekonomi dunia berpindah dari Mediterania ke Atlantik.
Sejak itu, semua negara adidaya (kecuali Soviet) telah menjadi negara pesisir Atlantik: Portugal, Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Dengan akses ke Samudra Atlantik, mereka mampu mengendalikan arus perdagangan dunia, dan mampu mendirikan kerajaan kolonial di Asia, Afrika, dan Amerika.
Mereka menjarah sumber daya koloni ini, dan menggunakan kerja paksa dan budak untuk memperkaya negara mereka.
Kekayaan ini memungkinkan mereka meluncurkan Revolusi Industri, yang memungkinkan Dunia Barat memproduksi barang secara massal, termasuk senjata canggih.
Pada saat yang sama, Barat juga mengalami Revolusi Ilmiah. Barat telah mencapai tingkat pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat ditandingi oleh peradaban lain.
Sementara itu, dunia Islam semakin tertinggal.
Bangsa Turki Utsmani kuat pada abad ke-15 dan ke-16 karena mereka merupakan salah satu kekuatan pertama yang menggunakan senjata api, mendahului Barat.
Tetapi ketika Eropa mencapai Revolusi Maritim, Revolusi Industri, dan Revolusi Ilmiah, Ottoman gagal mengejar ketinggalannya.
Akibatnya, Kekaisaran Ottoman kalah perang demi perang, wilayah mereka menyusut, sebelum akhirnya runtuh pada tahun 1922.
Wilayah Ottoman juga dibagi menjadi koloni Inggris dan Prancis, termasuk Irak, Suriah, Lebanon, dan Palestina.
Sejak saat itulah dimulailah era kemunduran Dunia Islam modern.
👉Jadi kesimpulan sederhananya adalah: Dunia Islam jatuh karena tertinggal dalam hal ekonomi, industri, dan teknologi, yang berasal dari kegagalan beradaptasi dengan Revolusi Maritim, Revolusi Industri, dan Revolusi Ilmiah.
Ekonomi, industri dan teknologi ibarat "perangkat keras" bagi suatu negara atau peradaban.
Ruh Islam itu ibarat “perangkat lunak”. Jika perangkat lunaknya kuat tetapi perangkat kerasnya lemah, sistemnya mungkin tidak berfungsi dengan baik.
Jika kita ingin bangkit kembali, kita harus memperbarui keduanya sekaligus.
Kita tidak bisa lagi menggunakan mentalitas era pra-industri yang menganggap teknologi dan ekonomi modern tidak penting.
China pernah mengalami nasib yang sama seperti Ottoman, dijajah dan diintimidasi oleh Barat.
Orang China menyebut periode dari tahun 1842 (Tiongkok kalah dalam Perang Candu) hingga tahun 1945 (berakhirnya Perang Dunia II) sebagai Abad Penghinaan, suatu periode sejarah di mana orang China benar-benar ditindas oleh kekuatan asing.
Tetapi mereka sadar akan sumber kelemahan mereka, dan mereka sepenuhnya menyadari pengetahuan industri dan teknologi modern.
Sekarang, mereka mampu berdiri setinggi Amerika.
Itu pula sebabnya mengapa Turki merupakan negara Islam yang paling menonjol saat ini.
Karena Turki termasuk negara paling awal yang melakukan modernisasi dan industrialisasi. Ada ekonomi basis industri, ada industri persenjataan sendiri. Hingga disebut "drone superpower".
Hanya saja Turki dulu agak lamban karena "perangkat lunaknya" tidak tepat (Turki mempraktikkan sekularisme radikal). Kini setelah ada perangkat lunak yang tepat, dipadukan dengan perangkat keras, Turki akan muncul sebagai kekuatan besar di Timur Tengah.
Negara-negara Teluk Arab seperti Arab Saudi, Qatar dan UEA juga kaya, tetapi kekayaan mereka berasal dari ekonomi komoditas (minyak dan gas), bukan industri.
Tanpa industri, mereka juga harus mengimpor senjata dari Barat.
Jika senjata diimpor, bagaimana kita bisa memiliki kebijakan luar negeri yang bebas dan independen?
Tetapi bahkan jika Turki sukses, ukurannya tidak cukup besar untuk bersaing dengan kekuatan dunia seperti Amerika, Cina, atau Rusia.
Pada puncaknya, ia dapat menjadi kekuatan besar, tetapi bukan kekuatan dominan global.
Jadi jika kita ingin dunia Islam menjadi kekuatan dominan lagi, umat Islam harus bersatu.
Kedengarannya klise, tetapi itulah kenyataannya.
Dan ini jauh lebih sulit dilakukan daripada meningkatkan industri dan teknologi.
____
*Ayman Rashdan Wong adalah penulis buku "ADIKUASA: MEREBUT ORDE DUNIA"
(sumber: fb)