MEMBACA KONFLIK (TNI versus POLRI) di JENEPONTO... konflik antara TNI versus Polri merupakan model adu domba tingkat tinggi

Oleh: M Arief Pranoto

"Jangan-jangan ini setingan pihak ketiga (swasta dan asing) yang ingin konflik terus berlangsung?"

Markas Polres atau Mapolres Jeneponto, di Jl Pelita, Empoang, Jeneponto, Sulawesi Selatan diduga diserang sejumlah prajurit TNI Kamis (27/4/2023) dini hari.

Dilansir dari Tribunnews.com, diduga anggota TNI ini berjumlah sekitar 100 orang. 

Mereka melempar Mapolres Jeneponto dengan bom molotov.

***

Ada asumsi tua di dunia geopolitik yang nyaris dilupakan publik yakni conflict is protection oil flow and blockade somebody else oil flow. Terjemahan bebasnya kurang lebih begini, "Konflik diciptakan untuk melindungi aliran minyak dan memblokade pihak lain atas aliran minyak dimaksud". Ya. Minyak di sini adalah 'simbol' belaka, ia bisa dimaknai sumber daya alam (SDA) lainnya (emas, gas, nikel dll) atau komoditas unggulan lainnya. 

Dalam perspektif geopolitik, tidak ada konflik agama, ras, golongan, suku dan lain-lain melainkan karena faktor geo-ekonomi. Itu teori dasar geo-politik.

Asumsi tua di atas, itu baru satu sisi. Pada sisi lain, dalam sejarah devide et impera, bahwa konflik antara TNI versus Polri merupakan model adu domba tingkat tinggi apapun pemicu, isu atau pintu masuknya. 

Kenapa?  

TNI-Polri adalah anak kandung revolusi. Perekat bangsa. Pecah keduanya, maka pecahlah bangsa ini. Keduanya adalah institusi besar yang memiliki struktur sampai ke desa. Anggotanya punya militansi, jiwa korsa, dan melekat budaya yang sama yakni 'perintah adalah segala-galanya', serta masing-masing institusi dibekali senjata beragam jenis. Maka itu tadi, kalau meletus konflik secara struktural, siapa berani menjamin tak akan pecah bangsa ini?

Maka dari itu, seyogianya anggota TNI-Polri baik dari level atas (perwira tinggi) hingga di tingkat bawah hendaknya saling menahan diri. Jangan memprovokasi situasi; clometan; jangan kembangkan ego sektoral, dan lain-lain. Kenapa demikian, bahwa berlarutnya konflik yang biasanya selesai paling lama seminggu karena sinergitas para pimpinan kesatuan, --contoh dulu-- kini kok agak alot ya. Sinergitas yang terjalin selama ini seperti mentok. Entah kenapa.

Insting geopolitik pun liar berhipotesis, "Jangan-jangan ini setingan pihak ketiga (swasta dan asing) yang ingin konflik terus berlangsung?"

Asumsi-asumsi pun semakin dalam serta meluas berbasis asumsi tua pada prolog telaah kecil ini, antara lain: 

1. Apakah ada komoditas unggulan --emas, minyak, gas, nikel, dll-- di Jeneponto; 

2. Apakah daerah tetangga Jeneponto dan sekitarnya terdapat kandungan komoditas unggulan sebagaimana poin 1 di atas; 

3. Bagaimana sejarah konflik di Sulawesi selama ini; dan lain-lain.

Sekali lagi, konflik TNI-Polri adalah agenda adu domba level tinggi. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki powerful baik uang, jaringan dan hegemomi. Seyogianya para pihak di level manapun saling menahan diri. Membunuh masing-masing ego sektoral. Hentikan perang narasi. Endapkan dulu situasi, agar akar persoalan (ikan) terlihat di air yang jernih. 

Jangan sampai kejadian, ketika TNI-Polri melemah akibat konflik berlarut, tiba-tiba Indonesia 'diserbu' oleh kepentingan asing sebagaimana Turkistan Timur dulu yang kini bernama Xinjiang.

Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak kembang sore dan bunga-bunga sedap malam. 

(Tamat)

Baca juga :