Setelah Panglima Islam 'Amru ibn Al 'Ash membebaskan Mesir dan ditetapkan sebagai Gubernur Mesir, pada bulan Ba'unah Kalender Qibthy, para pemuka Qibthy (penduduk setempat) menghadap Sang Gubernur dan nenyampaikan bahwa mereka memiliki tradisi untuk memilih gadis tercantik lalu mendandaninya dengan riasan dan perhiasan terindah kemudian melarungnya ke Sungai Nil. Tanpa hal ini, Sungai Nil yang menjadi urat nadi kehidupan seluruh Mesir itu akan mengering.
Tentu saja 'Amru ibn Al 'Ash menolaknya, sebab hal ini bertentangan dengan Islam. Lalu mereka melalui bulan Ba’unah, sampai bulan Abīb dan Misrī ternyata sungai Nil benar-benar kering dan tidak mengalirkan air. Sampai-sampai para penduduk berencana ingin pindah ke negeri lain.
Maka Sang Gubernur mengirim surat pada Khalifah 'Umar melaporkan hal ini. Sang Amirul Mukminin membalas dengan membenarkan penolakan 'Amru dan menyuruhnya melemparkan sebuah surat yang ditulis Khalifah Umar ke dalam Sungai Nil. Rupanya surat itu berbunyi:
من عبد الله عمر أمير المؤمنين إلى نيل أهل مصر : أما بعد ، فإن كنت إنما تجري من قبلك ومن أمرك فلا تجر فلا حاجة لنا فيك ، وإن كنت إنما تجري بأمر الله الواحد القهار ، وهو الذي يجريك فنسأل الله تعالى أن يجريك
"Dari hamba Allah, Amirul Mukminin Umar, untuk sungai Nil Mesir. Amma bakdu, jika memang engkau mengalir karena keinginan dan kemampuanmu sendiri, maka tak usahlah engkau mengalir lagi, kami tidak butuh kau. Akan tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, karena Dialah Yang Membuatmu mengalir, maka kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar membuatmu mengalir."
Maka atas izin Allah, Sungai Nil kembali mengalir tanpa perlu ada tumbal perawan seperti tradisi sebelumnya.
Semoga Allah meridhai Sayyidina 'Umar dengan kemuliaan dan karomahnya.
(Salim A. Fillah)