Kisah Hikmah di Zaman Nabi Sulaiman, Burung Kehausan dan Pria Berjenggot

[PORTAL-ISLAM.ID]  Dikisahkan pada zaman Nabi Sulaiman as, seekor burung yang kehausan sangat berhasrat ingin meminum air telaga yang berada dibawahnya. Namun ia hanya berani bertengger di atas pepohonan hijau di sekitar danau. 

Burung itu tidak berani segera turun karena masih ada anak-anak kecil yang bermain-main dan seorang lelaki tua di bawah sana, takut akan mendapat siksaan atau tertangkap oleh mereka. Detik berganti detik, waktu pun seperti lambat bergulir, hingga anak² meninggalkan tempat bermain mereka, suasana menjadi terlihat sepi. 

Hanya ada orang tua berjenggot lebat yang tersisa. Merasa kondisi tampak aman, burung ini pun mengepakkan kedua sayapnya. Ia ingin minum air untuk mengobati dahaga yg mendera. 

Tapi malang, pria berjenggot mengincar, melempar batu tepat ke arah dirinya, tepat mengenai salah satu mata sehingga menjadikan ia buta. 

Si Burung mengadu kepada Nabi Sulaiman, sebagaimana kita ketahui, Nabi Sulaiman adalah Nabi yang diberi mu'jizat oleh Allah Ta'ala berupa kemampuan berbicara dengan hewan.

Mendapat laporan demikian, Nabi Sulaiman bertanya, "Lantas, apa perlu aku hukum orang tua itu supaya satu matanya juga menjadi buta sebagaimana ia membutakan matamu?" 

"Tidak, Wahai Baginda Nabi." 

"Lalu apa maumu?" 

"Aku ingin jenggotnya dikerok saja," pinta burung tersebut. 

"Lho, kenapa permintaanmu aneh begitu?"

"Iya, semula aku takut turun ke danau untuk minum sebab ada anak² yg masih kecil. Aku merasa wajar jika anak² bertindak semaunya padaku. Maklum, mereka masih kecil. Sedangkan orang ini adalah orang yg sudah berjenggot panjang pertanda bahwa ia tua dan tahu ilmu, Namun jenggotnya tidak menampakkan bahwa ia orang yg mengerti dan ber- ilmu. Berarti ia dengan anak kecil levelnya masih sama saja. Jenggot bukan cerminan dari pribadinya. Oleh karena itu, saya minta dikerok saja jenggotnya."

(Kitab Tanqihul Qauli karya Syekh Nawawi al Bantani)

-----------------------

Cerita tersebut juga menjadi kritik bagi bahwa simbol² dzahir / luar tidak otomatis "merepresentasikan" akhlak seseorang. Bisa jadi tampilan yg terlihat sunnah tak menunjukkan karakter yg sesuai dengan sunnah. Begitu juga sebaliknya, penampilan yg biasa saja tanpa atribut kesunahan justru ber ahlak baik.

— Musa Muhammad —
Baca juga :