SRIGALA, MACAN TUA, dan ANAK SRIGALA

SRIGALA, MACAN TUA, dan ANAK SRIGALA

Dari Pojok Istana Srigala menyeringai.
Giginya yang tak tertata menambah kesan seram dan kejam.
Ditambah sorot mata merah yang kerap menatap nanar.

Sesekali ia terbahak melihat orang orang bodoh yang asalnya membenci dan menghujatnya, kini menjadi hamba sahaya yang begitu setia.

Mereka fikir,
Sang Srigala mendukung macan tua untuk menjadi raja.

Padahal,
Sang Srigala menyiapkan anaknya untuk bertahta.
Lewat kepala Macan Tua yang begitu mudah diperdaya.

Srigala kembali tergelak.
Para pemuja macan tua sekarang memberikan suara dengan suka rela.

Bahkan begitu keras menggonggong dan menyalak, membela anak Srigala yang asalnya mereka tidak suka juga.

Karena mereka tahu anak Srigala Rakus, Tamak dan Jahat seperti bapaknya.

Para pemuja macan tua dijebak seolah inilah saatnya macan tua naik tahta.
Setelah sekian kali memaksa dan berusaha.

Padahal Srigala menyiapkan perangkap lengkap agar kembali berkuasa. Merajai hutan dari masa kemasa.

Melalui langkah lunglai macan tua yang sudah begitu hilang wibawa.

Srigala tahu,
Macan tua sudah sakit sakitan. Fisiknya sudah tidak prima.
Kalau macan naik tahta, pasti tidak akan lama, sebentar saja.
Bisa tak berkuasa karena "tiada".
Atau mundur dengan sukarela.
Bahkan dengan terpaksa, karena sudah tersandera dengan berbagai kasus rekayasa.

Selanjutnya Anak Srigala-lah yang naik tahta.
Kembali memangsa.
Kembali menerkam dan meluluh lantahkan tatanan kerajaan hutan.

Karena merekalah sang tuan jahanam.

Dan para penghamba akan kembali nestapa meratapi nasib.
Bahkan berairmata darah.
Saat upeti dinaikan.

Ada beberapa ekor monyet yang asalnya begitu getol mendukung Aturan Sapujagat para Srigala.
Sekarang menangis keras, saat upeti untuk hiburan topeng monyet miliknya dinaikan sang srigala.

Kalau Anak Srigala berkuasa, maka para pemuja macan tua yang sekarang memberikan dukungan suara, akan masuk kejurang yang sama.
Diterkam dengan kejam.
Dikuliti dengan sadis.

Sayangnya...
Tak semua penghuni hutan bisa membaca keadaan dan belajar dari pengalaman.
Mereka hanya ingin berpesta sesaat, kemudian menderita selamanya.

Pilihannya,
Diam menunggu mati.
Atau bergerak dan berubah untuk keluar dari kerangkeng para Srigala.

(Danke Soe Priatna)

Baca juga :