Fans Bola dan Capres

Tulisan ini serius. Bukan soal bal-bal-an. Dan semoga memberikan pemahaman baru.

Perhatikanlah, saat MU tadi malam nyungsep 1-3 di kandang sendiri, banyak fans MU yg sedih, kecewa, bawaannya jadi malas. Sebaliknya, banyak hater MU yg senang, tertawa, mengolok-olok.

Padahal, MU itu teh saha?

Klub bola ini bukan siapa-siapa kita loh? Keluarga kita bukan, teman kita bukan. Tetangga jauh. Tapi ajaibnya, urusan bal-bal-an ini, manusia mau saja secara sukarela membuat rumit dirinya sendiri.

Di skala lebih kecil, sepakbola Indonesia misalnya, fans-fans klub itu, ampun deh, sukarela tawuran, mati, gara-gara hanya klub bola. Padahal, eh, itu teh siapanya kita? Baiklah, satu kampung, atau satu kota/provinsi dg kita. Tapi lantas kenapa?

Manusia memang memiliki masalah ini sejak dulu.

Dia sukarela membuat repot dan rumit hidupnya sendiri. Dan itu bukan hanya soal bola. Nge-fans sama boyband. Nge-fans sama penyanyi, penulis, dll. Juga soal politik. Mendadak nge-fans sama capres. Rela bertengkar, berantem, baper, marah-marah, belain, idolanya. Padahal, coba pikirkanlah sejenak. Capres itu siapanya kita? Bahkan saat dia telah jadi Presiden sekalipun, dia itu siapanya kita?

Pun sama, dalam bola, baper gara-gara klub kesayangan kalah. Senang terbahak saat klub lawan nyungsep. Itulah sifat manusia. Melekat sifat menyukai duniawi.

Padahal, itu hanyalah 'ilusi' hati saja.

Kalian kesal lihat MU kalah? Why? Kan tinggal ganti klub idola saja. Pindah ke City misalnya. Tapi tapi tapi saya setia. Aduh, nggak ada yg peduli dengan kesetiaan kamu jadi fans klub. Aneh banget. Cuma urusan klub bola saja bawa-bawa setia.

Tentu boleh punya idola. Manusiawi. Sepanjang buat hiburan, lucu-lucuan. Tapi kalau sampai bikin berantem, bikin hari minggu jadi lesu. Senin tidak semangat. Ampun deh. Berhenti. Cukup jadilah fans yg klub mana pun yg menang, sepanjang pertandingan menghibur, seru, kita bahagia.

Pilpres? Cukup jadi fans prinsip-prinsip anti korupsi, anti bohong, anti amplop/sembako saja. Siapapun yg menang, itu teh cuma soal nyoblos. Habis dia terpilih, kritik habis-habisan. Toh, dia itu memang babu rakyat saja. Pejabat-pejabat itu sejatinya pesuruh rakyat. Itu kalau pola pikirnya tidak korslet.

(BY Tere Liye)

*fb

Baca juga :