Setiap tilawah sampai di doa Nabi Sulaiman ini saya agak tergeleng-geleng. Ini saya sebut "Doa Yang Menantang".
رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَهَبْ لِى مُلْكًا لَّا يَنۢبَغِى لِأَحَدٍ مِّنۢ بَعْدِىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi."
Taubat Nabi Sulaiman tersebut diawali kisah penyesalan beliau karena merasa lalai berdzikir. Penyebabnya "dunia" yang beliau lagi senangi: kuda.
Alih-alih, meminta dijauhkan dari dunia sebagai penyebab kelalaiannya, beliau malah minta lagi. Bahkan lebih banyak lagi. Lo lo lo, Ga bahaya ta?
Tapi Imam Ar Razy punya perspektif sendiri soal kenapa Nabi Sulaiman sempet-sempetnya dalam taubat masih minta dunia. Diantara sekian hikmah, salah satunya kata beliau:
أنَّ الِاحْتِرازَ عَنْ طَيِّباتِ الدُّنْيا مَعَ القُدْرَةِ عَلَيْها أشَقُّ مِنَ الِاحْتِرازِ عَنْها حالَ عَدَمِ القُدْرَةِ عَلَيْها
"Bahwa menjaga hati agar tak lalai oleh keindahan dunia, di saat dunia itu dikuasai, lebih berat daripada menjaga hati saat memang nggak punya dunia."
Karena berat, tentu berbanding lurus dengan keutamaan dan pahala yang juga semakin besar.
Nabi Sulaiman melihat peluang ini dengan pede. Dunia melalaikan, tapi beliau ingin membuktikan. Bukan minta dijauhkan, tapi malah minta didekatkan.
Itung-itungannya mungkin begini : kalau berhasil hati terjaga saat bergelimang dunia, pahala menanti luar biasa. Kalau gagal, toh pas doa minta dunia bukan karena nafsu. Tapi karena semangat ingin menunjukkan keta'atan kepada Allah. Masa Allah nggak memaklumi.. hahaha.
Bisa jadi bisa jadi. Boleh dicoba. Kalau dunia menjatuhkan Anda pada dosa, bertobatlah dengan sungguh. Lalu pedelah minta dititipi dunia lagi. Hehe.
(Heri Latief)