MENYURUH MENIKAH LAGI TAPI SETELAH ITU CEMBURU BERAT
Oleh: Muafa
Terkadang seorang wanita salehah itu saat masih dominan rasionalitas dan imannya, beliau bisa memberikan saran baik nan bijaksana. Tapi begitu saran dilaksanakan, kemudian merasakan sendiri ujian di lapangan, muncullah sifat manusiawinya. Ternyata hatinya tidaklah sekuat rasionalitas awalnya.
Seperti kisah Sārah, istri nabi Ibrahim.
Saat lama tidak punya anak, dengan sukarela Sārah mempersilakan Nabi Ibrahim menikah dengan Hājar.
Jadi, kisah ini adalah contoh poligami yang mana istri pertama sendirilah yang menyuruh suaminya untuk menikah lagi.
Tapi begitu Hājar hamil lalu mulai memposisikan diri seolah lebih utama daripada Sārah, maka cemburu beratlah Sārah.
Kecemburuan itu begitu kuat sampai level ketika Ismā‘īl sudah lahir, Sārah minta supaya tidak melihat wajah Hājar lagi!
Ibnu Kaṣīr menulis:
«وَالْمَقْصُودُ أَنَّ هَاجَرَ عَلَيْهَا السَّلَامُ لَمَّا وُلِدَ لَهَا إِسْمَاعِيلُ، اشْتَدَّتْ غَيْرَةُ سَارَةَ مِنْهَا، وَطَلَبَتْ مِنَ الْخَلِيلِ أَنْ يُغَيِّبَ وَجْهَهَا عَنْهَا، فَذَهَبَ بِهَا وَبِوَلَدِهَا، فَسَارَ بِهِمَا حَتَّى وَضَعَهُمَا حَيْثُ مَكَّةَ الْيَوْمَ». «قصص الأنبياء» (1/ 202)
Artinya,
“Ringkasnya, ketika Hājar melahirkan Ismāīl, kecemburuan Sārah menghebat dan meminta kepada Nabi Ibrāhīm supaya menjauhkan wajah Hājar darinya. Maka Nabi Ibrāhīm membawa Hājar dan anaknya pergi, sampai dilabuhkan di lokasi yang sekarang adalah kota Mekkah” (Qaṣaṣ al-Anbiyā, juz 1 hlm 202)
(Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)