[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekarang berani mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Fahri mencontohkan saat ia masih menjadi Wakil Ketua DPR periode 2014-2019. Posisi sebagai wakil rakyat membuat dirinya harus menjadi oposisi.
“Karena itu kerjaan saya dan kerjaan itu juga disertai dengan diberikan imunitas kepada saya. Jadi kalau dulu orang bilang “Fahri ini berani banget kritik KPK, kritik Pak Jokowi”, bukan berani, harus,” ujar Fahri dalam acara GASPOL! Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
Oleh negara, lanjut Fahri, ia diberi kekebalan agar pernyataannya tidak bisa dipidana.
Fahri menyebutkan bahwa ia sering dilaporkan ke polisi buntut pernyataannya.
“Saya bilang “enggak bisa”. Anggota dewan itu kalau ngomong enggak boleh dipidana. Omongan itu adalah pengawasan dia yang oleh rakyat disuruh, oleh karena itu dia harus dikasih kekebalan,” tutur Fahri.
Justru dengan posisinya sekarang, ia lebih memilih mengkritik DPR atau DPD RI karena dianggapnya ‘memble’ terhadap pemerintah.
Fahri menyatakan bahwa tugas wakil rakyat adalah mengkritik pemerintah, terlebih mereka mendapatkan gaji dari rakyat.
“Jangan kemudian kita (saya) yang sudah pensiun, enggak punya kekebalan, enggak dapat gaji. Kalau dulu setiap tanggal 1 ada amplop coklat itu. Tenang kita sebulan hidup dengan amplop coklat. Sekarang enggak ada amplop coklat masak disuruh maki-maki pemerintah juga?” kata staf ahli MPR periode 1999-2002 itu.
“Kan kita cari makan sendiri. Itu yang sudah kita pilih yang kerja dong,” ucap Fahri.
Fahri Hamzah Buka-bukaan, Bohir Atur Parpol hingga Capres
Keberadaan "bohir" di balik layar perpolitikan tanah air sudah menjadi rahasia umum.
Bohir yang berasal dari bahasa Belanda, "bowheer" (kontraktor) dimaknai negatif dalam konteks perpolitikan di Indonoesia.
Bohir merujuk kepada pemegang modal atau rentenir politik yang menginvestasikan sejumlah dana dalam nilai besar kepada partai ataupun calon tertentu.
Sebagai gantinya, partai dan calon itu tidak akan bisa lepas dari pengaruh bohir dalam menentukan kebijakan.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, mengungkap pada prakteknya, banyak ditemukan "koalisi yang dipaksakan" yang diduga terkait kuat dengan keberadaan bohir.
Partai-partai tak lagi bersatu atas kesamaan ide, namun justru tunduk tak berdaya terhadap keinginan bohir. Hal ini berbahaya bagi demokrasi Indonesia ke depan.
"Sponsor-sponsor inilah yang kemudian membayar tiket ke partai-partai untuk mengatur pembiayaan kampanye, kan ini tidak sehat kalau demokrasi kita ini terlalu banyak kerasukan uang haram. Apa jadinya!" beber Fahri dalam program Gaspol! Kompas.com.
Tak hanya soal bohir, Fahri juga menyampaikan pandangannya soal sosok Prabowo Subianto hingga Gibran Rakabuming Raka.
Dia juga turut mengkritik fungsi DPR sekarang yang lemah, karena tak kritis terhadap pemerintah. [kompas]