[PORTAL-ISLAM.ID] Diskusi Indonesia Masa Depan bersama Rocky Gerung (Rocky), si oposan sejati, dengan Hazairin Sitepu (Bang HS) dari portal berita pojoksatu.id.
Ahli Filsafat mantan Dosen UI itu menengarai oligarki yang telah berhasil menjadikan Jokowi sebagai Presiden dua periode, saat ini juga sedang (sudah) mengincar ijonan (boneka) baru.
Berikut kutipannya:
Bang HS: Bung Rocky, bagaimana pandangan Anda terhadap NKRI dalam kaitan keberagaman agama, suku bangsa, dan lain-lain? Realitas yang lalu, dan ke depannya, seperti apa?
Rocky: Para pendiri bangsa ini, founding person atau founding parents kita, berdebat berbasis argumentasi.
Ada faksi yang ingin mendirikan negara sosialis, ada yang ingin menjadikan negara Islam, ada yang ingin kembali pada kesultanan, tapi semuanya duduk di satu meja, lalu bertengkar secara pikiran. Mereka produksi argumen.
Bang HS: Keadaan saat ini seperti apa?
Rocky: Sekarang, isu agama, isu kebersamaan itu diproduksi melalui sentimen. Bukan argumen. Karena dikerubuti oleh hiruk-pikuk buzzer tadi. Jadi bising. Ini memporak-porandakan kemampuan kita untuk duduk bicara secara akademis. Bicara secara konseptual.
Bang HS: Adakah itu terjadi dalam pemerintahan?
Rocky: Itu masuk di dalam kabinet juga. Kabinet tidak ada yang mau berpikir konseptual lagi. Pokoknya (kerja) secara teknis saja. Padahal Pak Jokowi punya kesempatan untuk mengucapkan pikiran.
Misalnya, dua minggu sekali presiden beri publik adres. Undang wartawan terbaik, undang intelektual yang paling nyinyir, undang oposisi yang paling punya satire. Supaya presiden well inform (punya informasi yang baik dan benar).
Tetapi tidak ada itu. Jadi presiden tidak mampu memberi arah akademis, arah konseptual bangsa ini. Akibatnya, beliau setiap kali datang ke kerumunan, bagi-bagi dan lempar-lempar kaus dan segala macam.
Anak-anak disuruh hafalin nama-nama ikan saja. Sementara ikannya tidak tersedia. Protein kepala anaknya kurang. Jadi terlihat dari atas, Pak Jokowi tidak punya kapasitas konseptual untuk memberi arah bangsa ini.
Bang HS: Apakah itu faktornya Pak Jokowi? Atau karena ada di sekitar Pak Jokowi yang lebih dominan?
Rocky: Kelihatannya, oligarki ini melihat Jokowi memang tidak punya kapasitas yang cukup. Karena itu, diasuh atau diijon dari awal. Sekarang dalam kasus minyak goreng, misalnya. Oligarki yang sama, …sekarang mau diatur oleh presiden. Ya, tidak bisa-bisa..
Bang HS: Maksud Anda, para pembantunya? Para menteri?
Rocky: Presiden pusing tuh. Menteri perdagangan tidak bisa (menyelesaikan sengkarut minyak goreng), dikasih menteri lain tidak bisa. Dikasih Pak Luhut (Menko Luhut Binsar Panjaitan) sekarang. Ini terlihat bahwa oligarki itu tahu bahwa orang ini mainan kita dari awal. Nah ngapain dia mau ngatur kita. Kira-kira kasarnya begitu.
Kita harus ucapkan secara jujur, bahwa Pak Jokowi itu diijon oleh oligarki. Pengijon yang sama. Oligarki yang sama, sedang mengincar ijonan barunya, siapa.
Itu yang membuat kita macet untuk bicara. Nah, kalau kita bicara begini, nanti orang bilang “Rocky Gerung hanya bisa kasih kritik, solusinya apa?".
Bang HS: Anda sering diminta berikan solusi, jangan hanya mengeritik…
Rocky: Memang fungsi saya bicara. Mengkritik. Fungsi Jokowi dan kabinet: kerja, kerja, kerja! Masak saya disuruh kerja? Kan kita menggaji presiden dan kabinet untuk cari solusi.
Oke, boleh saja (saya berikan solusi). Tapi jadikan saya presiden. Saya selesaikan masalah. Tapi orang bilang, mana Anda bisa. Ya, Anda minta solusi begitu. Dikasih solusi ganti presiden, malah-marah.
Bang HS: Lalu Anda diserang buzzer?
Rocky: Anda bayangkan, misalnya, saya beroposisi lalu saya diomelin. Loh, saya beroposisi kepada presiden. Ngapain buzzer presiden ngomelin saya. Saya tidak pernah ngomelin mereka yang memuji presiden, kok.
Biasa saja kan. Silakan puji-puji (presiden), saya tidak akan persoalkan. Kenapa saya mengkritik lalu dipersoalkan? Itu artinya ‘dungu.’
(bersambung)