[JAWABAN] LARANGAN SHALAT BAGI WANITA HAID

LARANGAN SHALAT BAGI WANITA HAID

Oleh: Abdul Wahab Ahmad (Wakil Sekretaris LBM PWNU Jatim)

Sebenarnya saya tidak berminat membahas ini sebab sudah banyak kawan yang mengomentari dan meluruskan. Tapi karena memenuhi permintaan sebagian kawan yang ingin jawaban versi saya, maka baik saya bahas secara singkat.

Pertanyaan inti Bapak Dr. Suryo Bawono, Sp.OG adalah siapa yang melarang wanita haid untuk shalat? 

Saya jawab: Yang melarang adalah Allah, Nabi Muhammad dan Ijmak (konsensus ulama). 

Berikut ini larangannya:

1. Dalam al-Qur’an surat an-Nisa': 43 dan al-Maidah: 6 

Disebutkan bahwa orang yang berhadas dilarang untuk shalat sehingga para ulama menyatakan dalam seluruh kitab fikih bahwa di antara syarat sah shalat adalah harus suci dari hadas. Haid sendiri adalah jenis hadas dan seorang yang haid terus menerus mengeluarkan darah sehingga tidak mungkin wudunya dianggap sah. Dengan demikian, dia dilarang shalat.

2. Dalam hadis shahih

Nabi Muhammad pernah memberikan pertanyaan yang sekaligus menjadi pernyataan yang menjadi pedoman bagi umat islam. Beliau mengatakan:

ألَيْسَ إذا حاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ؟

"Bukankah perempuan ketika haid tidak shalat dan tidak berpuasa?" (HR. Bukhari)

Andai shalat dan puasa tetap wajib bagi wanita haid, maka mustahil ada pertanyaan demikian. Dan, kewajiban itu gugur ketika ada larangan atau keringanan. Dalam kasus haid yang ada adalah larangan sebab haid adalah hadas.

3. Konsensus ulama 

Para ulama seluruhnya sudah sepakat bahwa wanita haid tidak wajib shalat. Tidak ada sama sekali perbedaan pendapat soal ini. Syaikh Ibnu al-Mundzir dalam kitabnya yang berjudul al-Awsath Fi as-Sunan wa al-Ijma' wa al-Ikhtilat (Vol. II hlm. 202) menjelaskan:

ذِكْرُ إسْقاطِ فَرَضِ الصَّلاةِ عَنِ الحائِضِ أجْمَعَ أهْلُ العِلْمِ لا اخْتِلافَ بَيْنَهُمْ عَلى إسْقاطِ فَرْضِ الصَّلاةِ عَنِ الحائِضِ فِي أيّامِ حَيْضِها وإذا سَقَطَ فَرْضُ الصَّلاةِ عَنْها فَغَيْرُ جائِزٍ أنْ يُلْزِمَها قَضاءُ

"Keterangan gugurnya kewajiban shalat dari wanita haid. Para ahli ilmu seluruhnya bersepakat, tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka, atas gugurnya kewajiban shalat dari wanita haid di hari-hari haidnya. Ketika kewajibannya sendiri sudah gugur, maka tidak bisa diwajibkan mengqadla'".

Dalam ilmu ushul fikih, ijmak atau konsensus ulama adalah sumber hukum ketiga selain al-Qur’an dan hadis. 

Jadi siapa yang berpendapat menyelisihi ijmak berarti sesat

Berpendapat boleh-boleh saja tapi kebolehan ini berlaku selama tidak melanggar ketiga sumber utama hukum Islam, yakni al-Qur’an, hadis, dan Ijmak.

Saya kira kadar jawaban ini cukup. Semoga bermanfaat.

Jumat, 24 Juni 2022

(Sumber: fb penulis)

Baca juga :