Edy Mulyadi: Habib Rizieq Cerminan Pemimpin Yang Tidak Memperdulikan Nasibnya Sendiri

[PORTAL-ISLAM.ID]  Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab yang menegaskan siap berdialog hingga rekonsiliasi dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Hanya saja, dia mengajukan syarat dengan meminta pemerintah harus membebaskan tahanan politik seperti Ustaz Abu Bakar Baasyir, aktivis senior Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, hingga aktivis mahasiswa.

Presidium Aliansi Selamatkan Merah Putih (Asmapi) Edy Mulyadi menilai, pernyataan sikap Habib Rizieq itu merupakan cerminan dari seorang pemimpin sejati.

Pasalnya, Habib Rizieq tidak hanya memikirkan nasib dirinya sendiri dalam sebuah perjuangan. Tapi, dia memperhatikan nasib kawan hingga masyarakat lainnya yang masih dalam pesakitan rezim.  

"Luar biasa jasa besar Habib untuk mereka. Habib ini betul-betul seorang pemimpin yang tidak mempedulikan dirinya sendiri," ujar Edy Mulyadi dalam akun YouTube @MimbarTube yang diposting beberapa jam lalu, Sabtu (14/11).

"Beliau tidak anti dengan rekonsiliasi beliau tidak anti dengan diskusi, dialog, rekonsiliasi dengan rezim yang sedang berkuasa. Syaratnya bebaskan dulu Ustaz Abu Bakar Baasyir, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, aktivis-aktivis, mahasiswa-mahasiswa semuanya. Ini luar biasa, top," imbuhnya.  

Menurut Edy, sikap Habib Rizieq tersebut sejatinya adalah sinyal kemenangan yang ditunjukkan seorang pemimpin kesatria.

Sebab menurut dia, hampir tidak ada pemimpin seperti Habib Rizieq yang peduli terhadap nasib kawan seperjuangan dan masyarakat secara umum yang menjadi korban rezim.

"Saya melihatnya apa yang Habib lakukan ini apapun itu ada sebuah kemenangan. Bayangkan kalau persyaratan dari Habib itu dipenuhi oleh rezim, maka keberhasilan yang besar. Teman-teman perjuangannya mau dari elemen apapun, orang-orang yang mengkritisi pemerintah yang dijerat dengan UU yang super karet, super amburadul UU ITE, itu dibebaskan," tuturnya.

"Mohon maaf dengan segala hormat, mohon maaf, betapa banyak tokoh yang kritis kemudian diajak berunding, bahkan mendatangi Istana kemudian keluar menjadi loyo lesu ghirah perjuangannya," demikian Edy Mulyadi. [rmol]
Baca juga :