AHY: Indonesia Butuh Kepemimpinan yang Kuat


[PORTAL-ISLAM.ID]  Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai Indonesia membutuhkan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner, dan adaptif untuk menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional.

"Kita mengetahui, menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional itu, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner dan adaptif. Juga pemerintahan yang responsif, efektif dan rela bekerja keras," kata AHY dalam pidato politiknya di Jakarta, Jumat 1 Maret 2019.

Dia menilai pemimpin yang kuat yaitu mampu mengatasi segala permasalahan bangsa, mampu membuat Indonesia semakin kuat dan maju, serta mampu memperjuangkan kepentingan nasional dalam hubungan internasional.

Pemimpin yang visioner, menurut dia, mampu melihat peluang dan mengatasi tantangan bangsa di awal abad 21.Sedangkan pemimpin adaptif adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan zaman, tanpa kehilangan kepribadian dan jati diri bangsa.

AHY menjelaskan ada beberapa tantangan global ke depan, antara lain dinamika hubungan antar negara yang diwarnai kerjasama, kompetisi, dan konfrontasi.

"Selain itu masalah sumber daya alam yang makin menipis; perubahan iklim; jumlah penduduk dunia yang makin besar; serta perkembangan teknologi yang sangat cepat," ujarnya.

Tantangan di tingkat nasional, menurut dia, antara lain bagaimana Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas enam persen, tentunya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, merata dan berkelanjutan.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang juga bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan sekaligus mengurangi kemiskinan.

"Artinya, kue pembangunan ekonomi yang dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk the bottom 40, atau sekitar 100 juta saudara-saudara kita, yang terkategori miskin dan kurang mampu," katanya.

Tantangan utama lainnya menurut AHY adalah memaksimalkan bonus demografi dan penduduk berusia produktif karena kita tidak ingin angkatan kerja muda, justru menjadi bencana, karena tidak memiliki kapasitas, produktivitas dan daya saing yang tinggi.

Dia juga mencermati kebutuhan energi dan pangan yang semakin meningkat, di bidang energi, kita harus mampu menyusun strategi untuk mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025, sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam memenuhi Paris Agreement.

"Sementara di bidang pangan, kita harus mengurangi ketergantungan impor pangan. Kita juga harus mencari solusi atas tren penurunan lahan pertanian dan berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian," katanya.

Dia menilai diperlukan pengembangan teknologi dan tata kelola pertanian agar produksi dan produktivitas makin meningkat, tanpa merusak lingkungan.

Baca juga :