PAK JOKOWI, OJO TUKANG NGAPUSI, BECIK KETITIK OLO KETORO, KABEH MESTI NGUNDUH WOHING PAKERTI

PAK JOKOWI, OJO TUKANG NGAPUSI, BECIK KETITIK OLO KETORO, KABEH MESTI NGUNDUH WOHING PAKERTI

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Bukan hanya ANNISA DASUKI, Host Diskusi Interupsi Inews TV yang tidak mengerti arti sejumlah idiom Jawa yang penulis sampaikan pada acara diskusi Inews Kamis malam (22/5). Para pemirsa, juga mungkin tidak tahu, kecuali dari Suku Jawa.

Namun, bagi orang Jawa umumnya sudah familiar dengan sejumlah idiom yang penulis sampaikan, seperti: Ojo Tukang Ngapusi, Becik Ketitik, Ola Ketoro, Kabeh Mesti Ngunduh Wohing Pakerti.

Dalam bahasa Indonesia, idiom Jawa tersebut mirip dengan ungkapan:

_"Siapa menaman angin, dia akan menuai badai"_

_"Sepandai-pandai menyimpan bangkai, toh akan tercium juga baunya"_
Ungkapan 'Ojo Tukang Ngapusi', artinya jangan jadi pembohong. Dalam forum tersebut, penulis sempat meluruskan istilah menuduh dan menyampaikan fakta.

Menuduh, adalah menyampaikan sesuatu tanpa bukti. Sedangkan mengkritik, menyampaikan koreksi berdasarkan fakta. Adapun berbohong, adalah menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan fakta. Jika dilakukan secara berulang, maka layak disebut pembohong.

Jokowi pembohong? Itu bukan tuduhan. Fakta kebohongan Jokowi begitu berlimpah. Jejak digitalnya, mudah ditemui.

Soal mobil Esemka misalnya. Sudah dipesan 6000 unit. Namun, sampai hari ini faktanya tak ada. 

Belum lagi soal IKN tak menggunakan APBN, kabinet tidak gemuk, tak akan ada rangkap jabatan, tidak akan import, anak tak akan ke Politik, dan masih banyak lagi. Sepertinya, jika daftar kebohongan Jokowi di print dan dokumennya ditumpuk, rasa-rasanya dokumen itu bertumpuk hingga bisa dijadikan tangga menuju bulan.

Saat deret kebohongan Jokowi begitu panjang, maka sulit rakyat untuk percaya ijazah Jokowi asli hanya berdasarkan narasi. Rakyat butuh bukti, bukan hanya narasi.

Harusnya, Jokowi meniru kejujuran Kasmudjo. Kasmudjo jujur, mengaku bukan dosen pembimbing Jokowi, bahkan dia jujur menerangkan hanya asdos. Kasmudjo juga jujur, tidak pernah melihat ijazah Jokowi.

Kalau hanya narasi, berapa kali UGM bernarasi ijazah Jokowi asli tanpa bukti? Apakah rakyat percaya?

Jadi, hasil tes laboratorium forensik Bareskrim polri tanpa dibarengi dengan ditunjukkan bukti ijazah Jokowi, itu hanyalah repetisi narasi yang sebelumnya sudah disampaikan UGM, pengacara hingga media. Semua, tak mampu menjadikan publik yakin ijazah Jokowi asli.

Sepertinya, Jokowi mulai menuai badai, dari angin kebohongan yang selama ini ditanamnya. Sepertinya, Jokowi telah mendapatkan vonis sosial, jauh sebelum pengadilan memberikan vonis atas kasus ijasah palsunya.(*)
Baca juga :