Sayyidina Ali itu seorang Kesatria

Sayyidina Ali itu seorang Kesatria 

Saat perang Khandaq (perang parit), ada jagoan dari kaum musyrik yang berhasil melewati parit yang dibuat oleh umat muslim. Ia adalah Amru bin Wud, seorang ksatria yang dikenal sangat kuat. Saking kuatnya, ia pernah duduk di atas kulit, dan meminta orang-orang untuk menarik kulit tersebut, diceritakan, 10 orang yang menarik, dan kulit di bawah tubuhnya tidak bisa ditarik.

Saat berhasil melewati parit, Amru bin Wud berteriak menantang pasukan Islam: “Siapa yang ingin mubarazah (duel tanding)?”. Mubarazah adalah duel pembuka di medan perang. 

Akhirnya Rasulullah bertanya kepada para sahabat, siapa di antara kalian yang ingin melawannya, Sayyidina Ali menjawab: “Aku wahai Rasulullah”, Rasulullah meyakinkan: “Tapi yang kamu lawan adalah Amru bin Wud”, Sayyidina Ali dengan percaya: “Tapi aku adalah 'Ali!!”.

Sayyidina Ali pun maju, dan menghadap Amru bin Wud. Melihat Sayyidina Ali yang saat itu masih muda, sekitar umur 27 tahun, Amru bin Wud merasa tidak selevel melawannya. Ia mengatakan: “Ya Ali, aku memiliki pertemanan yang baik dengan ayahmu, kamu masih muda, dan aku tidak ingin membunuhmu.”

Tidak terima dengan itu, Sayyidina Ali menjawab: “Tapi aku sangat ingin membunuhmu!”.

Pertarungan pun berlangsung, hingga debu-debu itu berterbangan dan menutupi penglihatan untuk menyaksikan pertarungan berlangsung. Hingga beberapa waktu kemudian, terdengar suara takbir dari Sayyidina Ali: “Allahu Akbar!”. 

Para sahabat pun mengetahui dari itu, jika Sayyidina Ali memenangkan pertarungan, dan setelah debu-debu mulai turun, ia melihat kepala Amru bin Wud terbelah menjadi dua.

Setelah itu, Sayyidina Ali membacakan syair: 

أ عليّ تقتحم الفوارس هكذا • عني وعنهم خبروا أصحابي 
اليوم يمنعي الفرار حفيظتي • ومصمم في الرأس ليس بنابي 

“Apakah kepadaku kamu menghina seorang pendekar seperti ini? Tentang kehebatanku dan tentang pecundangnya mereka, beritahu kepada sahabat-sahabatku”.

“Hari ini, harga diriku sebagai pendekar mencegahku untuk berlari di medan perang. Dan rencana perang di kepalaku bukanlah hal yang bisa diremehkan”.

••

Setelah peperangan, saudarinya Amru bin Wud menuliskan beberapa bait syair ratapan, namun diantara isi syairnya ia merasa senang jika Amru bin Wud mati di tangan Sayyidina Ali, bukan di tangan orang lain, ia berkata:

إذا كان قاتله غير قاتله 
بكيت ما قام الروح والجسد
لكن قاتله ما لا يعاب له
وكان يدعى قديما بيضة البلد

“Jika seandainya pembunuhan Amru bin Wud bukan yang membunuhnya sekarang (yaitu Sayyidina Ali), aku akan menangisi kepergiannya selama aku hidup” *ia akan menangisi karena seorang ksatria jika dibunuh oleh orang yang remeh temeh, sangatlah memalukan.

“Tapi pembunuhnya adalah seorang yang tidak bisa dicela perlawanannya. Yang mana dulu ia dikenal dengan Baidhah al-Balad” *Baidhah Al-Balad kata yang bisa digunakan untuk memuji dan mencela, jika digunakan untuk memuji maka artinya: seseorang yang tidak memiliki saingan.

••

Faidah Dars Habib Abdullah Al-Jufri, saat menjelaskan kata Baidhah Al-Balad dari syiir Hasan bin Tsabit:

أمسى الخلابيس قد عزو وقد كثرو • وابن الفريعة أمسى بيضة البلد

(Fahrizal Fadil)

Baca juga :