Catatan Agustinus Edy Kristianto:
Semua orang menginginkan nikel Indonesia tapi Xiang Guangda-lah di urutan pertama, tulis Elio Chen dalam “The Nickel Pickle” (The Wire China, 7 Mei 2023).
Xiang adalah bos besar Tsingshan Group—perusahaan logam asal China, pemain utama industri nikel dan baja dunia.
Indonesia adalah Arab Saudi-nya nikel—laporan US Geological Survey 2023 mengkonfirmasi itu: cadangannya lebih dari 20 juta ton.
Tsingshan ibarat Apple-nya industri logam dunia.
Ia sudah bercokol di Indonesia sejak 2013.
Xiang Guangda sudah salaman dengan Jokowi—ada fotonya di Istana tertanggal 9 Juli 2019.
Bersama Bintang Delapan Investama (Bintang Delapan Group yang sempat diisukan milik Prabowo Subianto tapi dibantah) membentuk perusahaan patungan PT Sulawesi Mining Investment (SMI) yang pegang konsesi setidaknya 46,5 ribu hektare nikel di Morowali Industrial Park.
Tsingshan juga investasi di Weda Bay Industrial Park.
Perusahaan China mendominasi nikel Indonesia.
Selain di Morowali dan Weda Bay, juga ada Ningbo Lygend (Harita Nickel) dan Huayou Cobalt di Pomalaa Block Nickel Industrial Area (bersama Vale dan Ford).
Sedekade terakhir, China taruh duit bisnis nikel dsb di Sulawesi dan Maluku Utara setidaknya US$29 miliar (sekitar Rp420,5 triliun, kurs Rp14.500).
Gabungan AS, Kanada, dan Australia cuma seuprit, kurang dari US$2 miliar (Rp29 triliun, kurs Rp14.500).
Nikel dan kendaraan listrik adalah satu tarikan nafas. Baterai listrik dari situ.
Elite pun berebut kue bisnis itu.
“Dari Luhut hingga Hartono, Berebut Kue Subsidi Kendaraan Listrik” (Bisnis Indonesia, 14 April 2023).
Ekosistem pun terbentuk. Yang punya duit, yang bikin aturan perundang-undangan, yang menegakkan hukum, yang kendalikan senjata, yang kuasai opini, yang danai LSM, dan seterusnya berkumpul.
Hulu ke hilir. Pemenang dapat semua.
Wajar. Naluri ‘manusiawi’.
Yang tidak ‘manusiawi’ itu yang teriak-teriak good governance, konflik kepentingan, kesejahteraan rakyat…
Keluarlah Perpres 55/2019 tentang Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Subsidi motor listrik Rp7 juta/unit untuk 250 ribu sepanjang 2023.
Insentif mobil listrik berupa pengurangan PPN dari 11 menjadi 1%.
Anggaran subsidi Rp3,4 triliun (2023) dan berlanjut tahun depan Rp9,4 triliun.
Target 400 ribu unit kendaraan listrik pada 2025. Target 6 juta motor listrik pada 2025.
Siapa saja pemain bisnis ini?
Polytron EVO Electric (PT Hartono Istana Teknologi, Hartono bersaudara); ALVA (Indika Energy, Agus Lasmono); Electrum/PT Energi Kreasi Bersama patungan GOTO dan TOBA (terafiliasi Menko Marives LBP); PT Mobil Anak Bangsa Indonesia/MABI (founder Kepala Staf Presiden Moeldoko); Bike Smart Electric (terafiliasi Ketua MPR Bambang Soesatyo); GESITS (BUMN WIKA); PT VKTR Teknologi Mobilitas (Bakrie Group).
Kakak Menteri BUMN, seperti biasa, tak mau ketinggalan kereta.
PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) IPO pada 18 Februari 2023. MBMA kepunyaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
MDKA juga dimiliki oleh Sandiaga Uno lewat Saratoga.
MBMA baru saja akuisisi PT Huaneng Metal Industry (HNMI) 60%.
HNMI didirikan oleh Eternal Tsingshan Group Limited.
*
Sebodoh-bodohnya kita, sekorea-koreanya masyarakat Indonesia, ya masak percaya begitu saja bahwa Pemilu 2024 adalah murni sarana demokrasi untuk menyejahterakan rakyat Indonesia.
Ya, masak kita percaya narasi besutan humas dan konsultan bahwa semua ini semata demi menciptakan bumi yang bersih untuk anak-cucu—seperti disebarkan para buzzer.
Tidak.
Lihatlah utuh.
Ini TARUHAN!
Xiang memang menyukai itu.
Xiang mulai bisnis di Indonesia setahun sebelum Jokowi maju capres periode pertama (2013).
Bisnisnya yang bergerak di industri besi dan logam rasanya cocok disandingkan dengan jargon Bapak Infrastruktur untuk sang pemenang kelak.
Saat itu masih hangat berlaku aturan tentang pelarangan ekspor tambang mentahan.
Rio Tinto sampai cabut dari Indonesia. Tapi Xiang justru masuk Indonesia.
Saya pikir, Xiang mana peduli kesejahteraan rakyat, udara bersih dst.
Tapi ia—sebagai pebisnis—tentu peduli cuan.
Setidaknya sejak akhir 2021 sampai awal 2022, ia membangun posisi SHORT nikel di pasar komoditas (London Metal Exchange). Short artinya ia bertaruh harga nikel akan turun.
Ia pasang taruhan sampai US$10 miliar (Rp145 triliun, kurs Rp14.500).
Ia pikir harga bakal jatuh karena pasokan nikel banyak—maklum ia juga berposisi sebagai produsen karena memimpin bisnis nikel di Arab Saudi-nya nikel dunia yakni Indonesia.
Tapi perang Rusia vs Ukraina membuyarkan itu semua.
Harga malah naik hingga US$100 ribu/ton—Maret 2022. Margin call datang. Klien Xiang panik (termasuk JP. Morgan dan bank-bank China). (Fortune, 7 Juli 2022).
Xiang sampai mengeluarkan jaminan pribadi untuk menalangi utang-utangnya. Jaminan itu termasuk seluruh pabrik dan bisnisnya di Indonesia.
Pemerintah China dikabarkan ikut menalangi Xiang.
LME menghentikan perdagangan sementara sampai Xiang menyelesaikan nego dengan klien-kliennya itu—yang membuat LME digugat sejumlah pihak.
Alhasil kita tahu sendiri harga nikel turun.
Short akhirnya menang.
Xiang aman. Utang lunas.
Tahun 2019, Xiang bertaruh sebaliknya. Ia menarik banyak cadangan nikel sehingga terjadi kelangkaan dan menyebabkan harga naik.
Ia bertaruh LONG. Di situlah namanya mulai kondang.
Lantas apa berikutnya?
Ya, bagaimana lagi.
Petaruh harus menang ke mana saja dunia bergerak. Kanan-kiri, ia menang. Short-long, ia menang. Ganjar-non-Ganjar, ia menang. Dunia bersih, dunia kotor, ia menang. Rakyat miskin, rakyat sejahtera, dia menang. Kawan menang, lawan menang, ia menang. Pembeli menang, penjual menang, ia menang.
*
Lalu belakangan kita baca berita Anies Baswedan mengkritik subsidi kendaraan listrik.
Alasannya mulai dari bukan solusi masalah transportasi hingga cenderung menyenangkan orang kaya.
Tak sampai 24 jam, kritik Anies ditangkis Menko Marives, Menko Perindustrian, Menko Perekonomian.
Serangan—tentu saja—kandas. Anies kehilangan bola.
Tim lawan melakukan ball possesion. Siap mengurung balik.
Tak usah tanya mengapa begini, mengapa begitu.
Tak usah tanya pula mengapa keberlanjutan mesti menang.
Bodoh kali yang masih tanya, semacam, dari mana asal setidaknya dana Rp20-Rp30 triliun untuk menang pemilu di Arab Saudi-nya nikel dunia.
Belum dari sektor lain.
Ya, begitulah dunia bekerja.
Minimal kita tahu.
Meskipun tak mudah mengubahnya.
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)
*sumber: fb penulis