SAUDI-IRAN AKHIRNYA "BERDAMAI", APA DAMPAKNYA...?

SAUDI-IRAN AKHIRNYA BERDAMAI

Oleh: Saief Alemdar

Tepat 6 tahun lalu tulisan ini (lihat screenshot di atas -red) dipublikasi dan saat itu kita yakin bahwa China tidak akan berubah menjadi Wahabi atau Syiah 😂

Dan kemarin, kita semuanya menyaksikan bahwa Arab Saudi dan Iran sepakat untuk "berdamai" dan menormalisasi kembali hubungan bilateral keduanya yang disponsori oleh China. Tentunya itu tidak terjadi seperti pembangunan Candi Sewu, tapi setelah dialog sengit yang terjadi sejak 2020 yang di-host oleh Baghdad.

Artinya, perjuangan Menlu Wang Yi 7 tahun lalu terus dilanjutkan sampai akhirnya Arab Saudi dan Iran berdamai kembali. 

Kalau AS tidak mengungkit-ungkit UU JASTA mungkin dalam tempo 2 bulan ke depan perwakilan diplomatik kedua negara akan kembali dibuka. Dan mungkin musim haji mendatang orang Iran sudah bisa berhaji kembali ke Mekkah, sehingga tidak perlu lagi "umroh" ke Sayyidah Zeynab di Damascus.

Mungkin ada beberapa konstelasi politik yang bisa kita lihat di kawasan, yang tak terlepas dari normalisasi hubungan Saudi-Iran.

Pertama: perang Rusia-Ukraina secara langsung atau tidak langsung telah memberikan perubahan dalam berbagai dimensi di dunia, salah satunya "membandelnya" beberapa negara yang selama ini manut saja kepada AS, seperti UEA dan Arab Saudi. Termasuk kesibukan AS di Ukraina yang membuat perhatian terhadap proyek nuklir Iran berkurang, tidak menutup kemungkinan besok pagi kita bangun tidak dan mendengar berita "Iran sukses melakukan percobaan senjata nuklir!". Kejutan heboh seperti yang dilakukan India dalam proyek Phokran ll pada Mei 1998. 

Kedua: normalisasi hubungan Iran-Saudi cukup menguntungkan Arab Saudi, khususnya secara finansial dan militer. Arab Saudi tidak perlu takut lagi kepada Iran yang selama ini digambarkan sebagai "Baba Yaga" oleh AS sehingga Saudi belanja senjata miliaran dollar untuk menciptakan balancing (keseimbangan kekuatan). Di sisi lain, Pangeran MBS punya hasrat yang kuat seperti Presiden Erdogan untuk memiliki senjata nuklir, so Saudi bisa belajar dari Iran, mengingat Iran cukup maju dalam hal ini, termasuk pembuatan misil dan drone. Tes misil terakhir Iran mencapai kecepatan 9 mach.

Ketiga: kalau Iran-Saudi benar-benar bisa damai, mungkin babak selanjutnya adalah perdamaian di Yaman dan Suriah. Mengingat keduanya terlibat dalam proxy war di kedua negara.

Terkait Suriah, tampaknya Suriah memang akan kembali ke pangkuan Liga Arab setelah "diusir" 12 tahun lalu. Hal itu terlihat dari pernyataan Menlu Saudi dalam sebuah forum MSC di Munich beberapa waktu yang lalu, bahwa situasi di Suriah harus segera diakhiri dan kita perlu dialog dengan Damascus. Artinya, Menlu Faisal sudah meninggalkan retorika politik pendahulunya, Adel Jubair bahwa Arab Saudi tidak akan menerima Assad sebagai presiden Suriah!

Tidak menutup kemungkinan, KTT Liga Arab mendatang yang dihost oleh Arab Saudi akan mengembalikan Suriah ke Liga Arab.

Sementara di sisi lain, Rusia sedang memperjuangkan normalisasi hubungan antara Turki dan Suriah. Rusia dan China bagi peran di kawasan untuk mengurangi peran AS.

Setelah Presiden Assad dan Presiden Erdogan saling "menyerang" selama 10 tahun terakhir, bahkan mungkin permusuhan keduanya sudah sampai pada level "benci ruman", akhirnya Rusia berhasil mempertemukan Menhan kedua negara di satu meja di Moskow pada akhir tahun lalu, dan seharusnya pada Februari lalu Menlu kedua negara juga bertemu, namun karena bencana alam yang melanda Turki dan Suriah, pertemuan tertunda. Pertemuan Menlu kedua negara bertujuan untuk menyatukan suara sebelum pertemuan final untuk mengakhiri konflik kedua negara oleh presiden dari kedua negara. Saya tidak bisa membayangkan Assad ketemu Erdogan setelah apa yang terjadi antara mereka! Tapi pada akhirnya kepentingan nasional di atas segalanya.

Kita tunggu reaksi AS atas konstelasi yang sedang menghangat di kawasan...

(fb penulis, 12/3/2023)

Baca juga :