Gak Sinkron! Macet Parah, Jokowi Malah Subsidi Mobil Listrik

[PORTAL-ISLAM.ID]  
  • Mempertanyakan dilema pemerintah dalam hal transisi energi dengan rencana kebijakan subsidi mobil dan motor listrik di tengah isu kemacetan yang tengah menyeruak di Tanah Air.
  • Saat ini mekanisme pemberian subsidi ini sedang di bahas serius. Kami berharap bahwa hasil keputusan dan kebijakannya nanti adalah betul-betul 'keseriusan' pemerintah yang bisa memberikan dampak secara luas.
  • Sebagai catatan, penjualan kendaraan bermotor di Tanah Air trennya terus meningkat, ini menjadi salah satu dalang yang memicu kemacetan. Lantas, bagaimana?
Pemerintahan Presiden Joko Widodo sepertinya makin serius merealisasikan kebijakan pemberian insentif kendaraan listrik. Ini dilakukan untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam hal transisi energi. Tapi ada beberapa hal yang rasanya kurang sinkron.
Saat ini pemerintah tengah menyiapkan mekanisme pemberian subsidi bagi pembelian kendaraan listrik. Kabarnya besarannya cukup fantastis berkisar Rp 80 juta per unit untuk mobil listrik dan Rp 8 juta per unit untuk motor listrik.

Presiden Jokowi mengatakan, insentif tersebut kini masih dalam tahap pengkajian dan penghitungan di Kementerian Keuangan. Namun, ia memastikan yang akan diberikan terlebih dahulu adalah insentif untuk pembelian motor listrik sebab pembelian mobil listrik antreannya masih panjang.

Adapun untuk motor listrik akan diberikan subsidi sekitar Rp 7 juta per unit. Sementara itu, untuk pembelian mobil listrik sendiri, pemerintah berencana untuk memberikan paket insentif berupa pengurangan pajak.

Kebijakan ini kabarnya disiapkan untuk mempercepat proses elektrifikasi kendaraan di Indonesia yang saat ini gas buang (karbon dioksida) kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air. Selain itu, kendaraan listrik ini dianggap dapat meredam ketergantungan Indonesia terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) impor.

Tentu saja, sejak awal mencuat kebijakan ini sudah menuai pro dan kontra, utamanya terkait besaran yang dianggap sangat besar untuk sebuah program yang menyasar kendaraan pribadi.

Benar saja, sudah banyak yang mengkritisi kebijakan ini karena di khawatirkan bakal menyedot anggaran yang begitu fantastis namun tidak memberikan kebaikan bagi masyarakat luas.

Satu hal yang kami setujui dari pernyataan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal. Menurut dia, ini karena kendaraan listrik seperti motor dan mobil listrik merupakan barang konsumsi kalangan menengah ke atas sehingga penikmatnya malah orang yang mampu.

Oleh sebab itu, insentif pembelian mobil atau motor listrik mestinya tidak lebih besar dari insentif lainnya yang ditujukan untuk masyarakat umum, khususnya kalangan menengah ke bawah. Apalagi, ia menganggap insentif ini tidak termasuk insentif yang urgen dikeluarkan pemerintah dalam aspek jangka pendek.

Pemberian insentif kendaraan listrik juga harus dikawal supaya tidak berujung pada semakin minimnya insentif untuk masyarakat menggunakan kendaraan umum. Misalnya wacana penghilangan separuh subsidi tarif KRL, sehingga tarifnya akan ada kenaikan.

Katanya Penjualan Mobil Bikin Macet, Tapi Malah Bakal Di Subsidi?

Padahal, persoalan yang meyeruak saat ini adalah kemacetan di Tanah Air. Kalau dilihat urgensinya memang pemerintah ingin mendorong dan mencapai target pemerintah dalam transisi energi. Tapi kami melihat ada ketidaksingkronan pada pernyataannya.

Beberapa waktu lalu, dalam catatan CNBC Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta industri otomotif supaya lebih mendorong ekspor ketimbang menjual produknya di dalam negeri.Hal ini mengingat jalanan di kota-kota besar tanah air semakin macet.

"Supaya tidak macet saya mengajak seluruh industri otomotif untuk lebih berorientasi pada ekspor," ungkap Jokowi dalam pembukaan acara Indonesia International Motor Show (IIMS), Kamis (16//2/2023).

Peningkatan penjualan kendaraan itu berujung kepada meningkatnya keparahan kemacetan.

"Akibatnya kita sekarang macet di mana-mana. Di Jakarta macet, seperti saya pergi ke Surabaya macet, ke Bandung macet, terakhir ke Medan macet, karena memang penjualannya untuk mobil mencapai 1.048.000 dan kendaraan bermotor 5.221.000. Angka yang sangat besar sekali," kata Jokowi dalam catatan CNBC Indonesia.

Hal ini sejalan dengan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yang mencatatkan , jumlah penjualan sepeda motor di pasar domestik sebanyak 5,22 juta unit pada 2022. Angka ini naik 3,24% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,06 juta unit.

Sementara penjualan mobil di pasar domestik secara wholesales sebesar 1,05 juta unit pada 2022. Angka ini naik 18,1% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 887.202 unit.

Dengan meningkatnya penjualan kendaraan bermotor ini menandakan banyak yang memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadi? Bisa jadi jawabannya iya. Karena sejak membaiknya kondisi mobilitas pasca pandemi Covid-19, pekerja sudah mulai bekerja dari kantor atau Work From Officer (WFO). Otomatis kendaraan umum juga semaki ramai.

Kalau di flashback lagi, wajar saja penjualan mobil meningkat. Inipun akibat kebijakan pemerintah yang memberlakukan PPnBM DTP atau insentif pajak penjualan atas barang mewah ditangung pemerintah.

Lantas tepatkah kebijakan subsidi motor dan mobil listrik di tengah isu kemacetan yang menyeruak di Tanah Air? Bukankah hanya akan menambah jumlah penjualan mobil dan motor di Indonesia? hal ini bakal mendorong orang menggunakan mobil atau motor pribadi ketika bepergian.

Apalagi, jika mobil listrik subsidi yang dibeli adalah mobil kedua atau bahkan ketiga. Alih-alih mengurangi kemacetan atau mempercepat transisi energi, malah memberikan privillage bagi orang-orang kaya yang mampu membeli mobil tersebut.

Bahkan, tanpa adanya subsidi saja penjualan mobil listrik sudah mencatatkan peningkatan yang signifikan.

Terlihat pada 2022, di mana penjualan wholesale mobil listrik BEV naik sekitar1.400%(yoy) hingga mencapai 10.327 unit. Capaian tersebut jauh di atas mobil hybrid yang angka wholesale-nya 5.100 unit, dengan tingkat pertumbuhan sekitar 106% (yoy) pada 2022.

Pertanyaannya, apakah insentif lainnya untuk masyarakat yang lebih membutuhkan sebesar ini? Misalnya UMKM. Inilah yang harus menjadi pekerjaan serius bagi pemerintah untuk mengkaji lebih hati-hati dan mempertimbangkan urgensinya.

Kami merasa hal ini belum urgen untuk dikebut secepat kilat. Pada dasarnya untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik, program konversi lah yang mesti dilakukan terlebih dahulu terutama bagi motor yang berusia di atas 6 bahkan 7 tahun yang kendaraannya biasa digunakan sehari-hari misalnya ojek online (ojol) atau kurir paket.

Selain mengurangi dampak lingkungan, subsidi juga mampu mengurangi beban ekonomi masyarakat menengah ke bawah.

Selain itu, kita coba sesuaikan dengan isu terkini misalnya saat ini kemacetan menjadi Isu utama apalagi Jokowi sudah menyebutkan secara gamblang salah satunya karena penjualan kendaraan bermotor yang meningkat. Maka dari itu, subsidi bus listrik juga perlu dikembangkan dan didukung penuh untuk mempercepat proses transisi energi.

Dengan memperbaiki transportasi publik baik KRL hingga bus publik untuk memberikan kenyamanan justru akan mendorong orang naik kendaraan umum serta meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi. Ketika kebiasaan ini mulai dibangun di Tanah Air, baru kita coba pelan-pelan mendorong untuk mengganti kendaraan pribadi menjadi listrik. [cnbcindonesia]
Baca juga :