Persaingan Para Elit di Kasus Brigadir J & Gagalnya 'Upaya Damai'

Persaingan Para Elit di Kasus Brigadir J & Gagalnya 'Upaya Damai'

Oleh: Tim Investigasi Law Justice

Peristiwa kematian Brigadi Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, hingga kini masih menjadi menjadi misteri.

Sudah empat pekan Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bekerja untuk menyelidiki kasus ini, namun belum juga ada titik terang.

Belum ada satupun tersangka yang ditetapkan, meski sudah pasti ada satu nyawa melayang dalam kasus ini.

Kepolisian juga belum bisa mengungkap motif sesungguhnya di balik kematian Brigadir J.

Pertanyaan yang paling mendasar adalah, mengapa kepolisian sepertinya kesulitan mengungkap kasus ini? apakah ada sesuatu yang ditutup-tutupi?

Menurut sumber law-justice.co yang tidak ingin disebutkan identitasnya, sejak awal kepolisian memang tidak ingin kasus kematian Brigadir J terungkap ke publik.

Kepolisian berusaha menutupi kematian Brigadir J di hadapan keluarga dengan menyebut almarhum meninggal karena kecelakaan dalam tugas.

Hal itu disampaikan ketika kepolisian mengantarkan jenazah ke pihak keluarga di rumah, di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

"Jadi (waktu mengantar jenazah -red) belum ada cerita soal selingkuh atau pelecehan seksual oleh Brigadir J terhadap istri Sambo," ujar sumber tersebut.

Namun ada keanehan yang dilihat pihak keluarga. Oleh kepolisian yang mengantar jenazah, mereka dilarang melihat jenazah Brigadir J di dalam peti.

Hal ini dibenarkan oleh bibi Brigadir J, RS kepada law-justice.co.

"Mereka (kepolisian) bilang jenazahnya sudah diautopsi dan sudah divisum, jadi tak perlu dibuka lagi petinya," ujar RS, ketika dihubungi law-justice.co.

Pihak keluarga menolak permintaan polisi agar pihak keluarga tidak melihat jenazah brigadir J.

Mereka lalu melakukan siaran langsung di sebuah media sosial, yang isinya memperlihatkan bagaimana sedih dan kalutnya pihak keluarga saat dilarang membuka peti jenazah Brigadir J.

Menurut sumber tersebut, inilah yang menjadi pemicu terungkapnya kasus kematian Brigadir J ke publik.

Mengetahui rencananya untuk menutup rapat kasus ini gagal, akhirnya kepolisian menyusun skenario, sebagai alibi untuk menutupi penyebab sesungguhnya kematian Brigadir J.

Menurut sumber tersebut, ada beberapa nama petinggi kepolisian yang menyusun skenario tersebut.

Hasil dari rembug mereka bertiga, lahirlah skenario mengenai aksi tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo.

Hal itu disampaikan oleh Ahmad Ramadhan pada konferensi pers pada 11 Juli 2022.

Namun setelah itu muncul lagi pernyataan dari Kapolres Jakarta Selatan saat itu, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, yang mengatakan adanya pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.

Menurut sumber law-justice.co itu menyebut, berubah-ubahnya keterangan kepolisian dalam kasus ini menunjukkan adanya kejanggalan.

"Jadi sejak awal kasus ini memang sudah ingin ditutup-tutupi," ujar sumber tersebut.

Upaya damai dari polisi?

Salah satu isu yang muncul di balik upaya kepolisian meredam kasus kematian Brigadir J agar tidak terungkap ke publik adalah dugaan adanya upaya damai yang dilakukan kepolisian kepada pihak keluarga.

Hal tersebut pernah disinggung oleh salah satu komisioner Komnas HAM, Chairul Anam ketika ditemui law-justice.co di kantornya beberapa waktu lalu.

Menurut dia, publik dikagetkan dengan peristiwa keluarga Brigadir J yang memaksa membuka peti jenazah yang diantar ke rumah keluarga di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Menurut Anam, hal itu terjadi pada Sabtu, 9 Juli 2022 atau sehari setelah Brigadir J dilaporkan tewas dalam aksi tembak menembak dengan Bharada E, di rumah Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.

Namun pada hari Minggunya, atau 10 Juli 2022, pihak keluarga mendadak hening, tak lagi bersuara, baik itu di media massa maupun di media sosial.

Komnas HAM mempertanyakan apa yang terjadi pada hari Minggu tersebut?

Dugaan yang muncul adalah pada hari Minggu tersebut, pihak kepolisian berusaha melakukan upaya damai kepada pihak keluarga.

Namun belum bisa dipastikan upaya damai seperti apa yang ditawarkan oleh kepolisian. Apakah memberikan kompensasi berupa uang atau yang lainnya, agar pihak keluarga tidak mempermasalahkan kematian Brigadir J.

Mengenai hal ini, sumber law-justice.co menyebut, upaya damai tersebut kemungkinan besar memang ada.

Menurut sumber tersebut, ini sejalan dengan upaya kepolisian untuk menutup rapat-rapat kasus kematian Brigadir J.

Kami lalu mengonfirmasikan mengenai isu upaya damai kepolisian ini ke pihak keluarga Brigadir J.

Bibi Brigadir J, RS tidak menjawab dengan tegas apakah upaya damai tersebut benar ada atau tidak.

"Kalau soal itu saya tidak tahu, tapi saya tidak melihat ada uang yang diberikan (polisi) untuk menutup kasus ini," ujar RS kepada law-justice.co.

Mengenai dugaan adanya upaya damai dari pihak kepolisian, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan juga menolak untuk menanggapinya.

Bharada E dan istri Ferdy Sambo minta perlindungan LPSK

Karena berada di pusaran kasus kematian Brigadir J, Bharada E dan Putri Candrawathi, meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

Bharada E adalah orang yang disebut terlibat adu tembak dengan Brigadir J hingga mengakibatkan kematiannya.

Sementara Putri Candrawathi adalah istri Irjen Pol Ferdy Sambo, yang disebut menerima tindakan pelecehan seksual dari Brigadir J.

Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan, keduanya telah mengajukan permohonan kepada LPSK untuk meminta perlindungan, sejak 19 Juli 2022.

"(Putri Candrawathi) yang mengajukan (permohonan) kuasa hukumnya, sementara Bharada E dia sendiri yang mengajukan permohonan," ujar Maneger Nasution kepada lasw-justice.co.

Namun hingga kini LPSK belum memutuskan apakah akan memberikan perlindungan kepada keduanya dalam kasus ini.

Maneger mengatakan, hingga kini LPSK masih mendalami duduk perkara ini dan melihat posisi Bharada E dan Putri Candrawathi dalam kasus kematian Brigadir J.

"KIta ingin mengetahui dulu apakah mereka ini (Bharada E dan Putri Candrawathi) menjadi subjek hukum yang bisa dilindungi oleh LPSK atau tidak," sambung Maneger.

Ia menambahkan, untuk menuju kesana, banyak hal yang harus dilakukan LPSK, mulai dari mengecek kelengkapan administrasi, mendalami laporan dari kepolisian, termasuk kronologi kasus yang dihadapi keduanya, hingga menganalisis seberapa penting posisi mereka berdua dalam dalam kasus ini.

Menurut Maneger, LPSK baru akan memutuskan apakah dapat memberikan perlindungan kepada Bharada E dan Putri Candrawathi pada pekan depan.

Maneger mengatakan, LPSK sudah bertemu dengan Putri Candrawathi, meminta keterangan untuk mendalami apakah ia memang layak untuk diberi perlindungan.

Namun, menurut dia, belum banyak yang bisa digali dari yang bersangkutan, karena kondisi psikisnya masih terguncang.

Lalu apa alasan keduanya meminta perlindungan LPSK? Maneger mengatakan, sejauh ini ia melihat tujuan Bharada E dan Putri Candrawathi meminta perlindungan LPSK adalah untuk memulihkan kondisi psikologisnya.

Ia tidak menyebut bahwa keduanya menerima ancaman dari pihak tertentu sehingga berada dalam kondisi yang berbahaya.

"Kalau permintaan perlindungan karena alasan keamanan, sebenarnya belum ada hal yang krusial, baru hanya sebatas pemulihan kondisi prikologis," ujar Maneger.

Namun ia tidak menutup kemungkinan jika di kemudian hari, Bharada E atau Putri Candrawathi menghadapai kondisi berbahaya, terkait perkembangan kasus ini.

Jika hal itu terjadi, Maneger mengatakan, LPSK siap untuk memberikan perlindungan kepada keduanya.

Peran Bharada E, Benarkah Jadi Tumbal?

Kasus tembak menembak polisi yang menewaskan Brigadir J sampai saat ini masih ramai diperbincangkan publik.

Baru baru ini nama Bharada E yang selama ini tidak diketahui oleh publik kini identitasnya telah terungkap.

Seperti diketahui nama Asli dari Bharada E adalah Richard Eliezer Lumiu dan ia disebut sebagai eksekutor penembak Brigadir J.

Berdasarkan temuan Law-Justice, diketahui bila Richard Eliezer Lumiu ini merupakan salah satu polisi ajudan Ferdy Sambo dan berasal dari Manado.

Saat ini Akun Instagram Richard dengan nama @r.lumiu diserbu warganet dan bahkan ada yang menyebut bila ia cuma dijadikan tumbal oleh oknum petinggi polisi.

Aktivitas akun Instagram Richard juga diketahui sudah tidak terlalu aktif terlihat ia terakhir mengunggah foto pada Tahun 2017 lalu.

Bharada E yang dilindungi LPSK

Identitas Bharada E alias Richard memang baru baru ini telah terungkap ke publik namun sebelum diketahui oleh publik secara luas, warganet sudah mengira bila sosok Richard ini adalah Bharada E.

Kasus Mudah Jadi Kisruh

Terbaru Mantan Kabareskrim Polri Susno Duadji turut mengomentari insiden yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo.

Susno mengatakan bila pada dasarnya kasus tersebut sebenarnya bisa diselesaikan oleh penyidik biasa.

Menurutnya, bila Polri serius kasus tembak menembak ini bisa dengan mudah untuk segera dituntaskan.

"Saya rasa kasus ini sangat sangat simple," kata Susno kepada Law-Justice.

Ia menyebut kasus ini simple bila seandainya Tempat Kejadian Perkara (TKP) bukan di rumah Jenderal kemudian bukan melibatkan supir atau ajudan jendral dan bukan juga yang menembak itu Bharada E dalam tanda petik.

Sementara itu terkait barang bukti, Susno menuturkan semua barang bukti yang berhubungan dengan kejadian yang ada di lokasi harus disita semua.

"Termasuk surat senjata dan hal hal yang kecil sekalipun seperti pakaian hingga pakaian dalam dan itu jangan dicuci," tuturnya.

Susno menyatakan bila ada dugaan kasus pelecehan dan asusila barang barang bukti semua pihak yang berada di TKP harus disita.

Salah satu yang terpenting ponsel yang berada di TKP juga harus disita semua dan tentu bukan hanya ponsel korban saja.

Hal tersebut termasuk ponsel Bharada E, Ponsel Kadiv Propam, Ponsel Istri Kadiv Propam dan juga ponsel orang orang yang berada di TKP pada saat itu.

"Kenapa harus disita untuk mengetahui semua rekam jejak yang terlibat. kalau hilang? Polisi jangan menyerah kan ada provider pasti akan membantu kok inikan kasus kriminal," ungkapnya.

Susno menyatakan bila senjata yang digunakan pada saat kejadian juga akan menjelaskan semuanya sesuai dengan keterangan dari ahli balistik.

Pasalnya, akan terdapat sidik jari dari pelaku yang menggunakan senjata tersebut saat insiden tembak menembak yang menewaskan Brigadir J.

"Surat senjata juga akan menjawab apakah Bharada e diperkenankan menggunakan senjata tersebut atau tidak," ucapnya.

Terkait dengan Forensik Brigadir J, Susno berharap tidak ada kepentingan tertentu dalam uji forensik.

Pasalnya, kata Susno Forensik Indonesia selama ini sudah diakui oleh dunia dan jangan sampai karena ada yang ingin ditutup -tutupi uji forensik tidak berjalan maksimal.

"Jangan sampai surat otopsi dibuat buru-buru," katanya.

Susno menyebut bila ditemukan perbedaan pada uji forensik pertama dan kedua ini bisa jadi akan merubah alur cerita peristiwa.

"Kalau berbeda dengan hasil yang dilakukan oleh dokter forensik pertama, maka ini akan merubah jalannya cerita penyidikan menjadi 180 derajat berbalik," ucapnya.

Pasalnya, bila memang terjadi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E itu artinya ada perlawanan yang dilakukan oleh Brigadir J.

"Tapi kalau dia (Brigadir J) ternyata dianiaya dulu, ini cerita akan berubah 180 derajat," tambahnya.

Sementara itu, pihak Kepolisian belum banyak memberikan konfirmasi terkait perkembangan kasus tembak menembak tersebut.

Polisi Lamban Tangani Kasus Brigadir J?

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Andi Rian menyatakan sampai saat ini pihak kepolisian masih terus bekerja mengusut kasus tembak menembak yang menewaskan Brigadir J.

Ia pun menegaskan sampai saat ini pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.

"Belum ada tersangka," kata Andi RIan kepada Law-Justice.

Andi Rian menegaskan bila pihak kepolisian sangat berhati-hati dalam mengusut setiap kasus.

Terkait dengan perkembangan kasus tersebut, Ia menjelaskan kini kasus penembakan Brigadir J sudah naik ke Penyidikan.

"Sudah naik ke penyidikan," tegasnya.

Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan turut menjelaskan perkembangan terbaru dalam kasus ini.

Beberapa waktu lalu, Pacar Almarhum Brigadir J Vera Simanjuntak diperiksa sebagai saksi.

Johnson mengungkapkan kondisi terkini dari Vera saat ini sedang berada dalam tekanan usai diperiksa hingga mengundurkan diri dari pekerjaannya.

"Sekarang ini pacar atau calon istri Brigadir Yosua sudah terkena dampak ia juga mengundurkan diri dari pekerjaan," ungkap Johnson kepada Law-Justice.

Johnson menyatakan bila Vera telah mendapatkan dampak besar setelah diperiksa sebagai saksi.

Ia juga mengatakan bila kini ponsel dari Vera juga disita dan saat ini Vera berada dalam kondisi ketakutan.

"HP sudah disita dan Yang bersangkutan sudah sangat ketakutan," katanya.

Johnson juga menyentil LPSK yang terkesan lebih mementingkan perlindungan pada Jenderal dan Istri Jenderal.

Johnson menyebut bila perlindungan terhadap saksi sudah sepatutnya menjadi kewajiban negara.

"Jangan sampai timbul masalah dulu baru dilakukan perlindungan," ungkapnya.

Johnson menyebut bila sampai saat ini belum ada perlindungan pada saksi yang berasal dari pihak Yosua.

Ia menyatakan bila tekanan pada saksi ini tentu akan semakin kencang setelah ada bukti-bukti yang kuat untuk menentukan tersangka.

"Proses ini sangat mengkhawatirkan dalam kondisi negara kita seperti ini," ujarnya.

Menurutnya, sangat berisiko menghadapi kasus ini dan tentu bukan hanya pada saksi namun pada semua kerabat hingga wartawan.

Pasalnya, saat ini publik telah menyoroti kasus ini dan banyak sekali pihak yang turut hadir memperdalam kasus ini.

"Tentu ini sangat beresiko," ungkapnya.

Untuk itu Johnson menegaskan bila perlindungan seharusnya diberikan pada orang-orang rentan dalam kasus ini.

Menurutnya, tidak perlu seharusnya membuat laporan perlindungan untuk bisa mendapatkan perlindungan.

"Negara berkewajiban melindungi saksi dan pihak terkait jangan diminta-minta. Punya hatilah kerja yang benar kan ini pakai uang negara," tegasnya.

Terkait dengan CCTV, Johnson menyoroti pernyataan Komnas HAM yang menyebutkan bahwa Brigadir J masih hidup saat pulang dari Magelang menuju Jakarta.

Hal tersebut berpotensi menimbulkan polemik karena Komnas HAM sendiri tidak menunjukan video CCTV tersebut ke publik.

"CCTV-nya diperlihatkan gak? ini bisa jadi polemik," imbuhnya.

Untuk itu, Johnson mendorong pada Komnas HAM untuk berani membuka temuan rekaman CCTV tersebut.

Ia menegaskan masih ada dugaan bila Brigadir J tewas bukan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Johnson menyatakan Komnas HAM harus independen dan berani untuk membuka semuanya secara jujur.

"Buka dong, kami membuka dokumen kami. Perjalanan dari Magelang ke Jakarta itu ada nggak? Ternyata kan ada, mereka loh yang bilang dan makanya kami memprediksi perjalanan Magelang-Jakarta itulah," tutupnya.

(Tim Liputan Investigasi\Editor)


Baca juga :