INVESTIGASI TEMPO: Jaringan Janggal NII Sumbar, Faksi Palsu Itu Yang Buat Pemerintah atau Binaan Intelijen, Ada Kaitan Penundaan Pemilu

[Liputan Khusus Koran TEMPO]
Jaringan Janggal NII di Sumatera Barat

Pengamat teroris, Al Chaidar, ragu akan klaim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI tentang jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat. Ia sangsi NII di Sumatera Barat akan menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya dengan bersenjatakan golok.

"Kalau sekarang, mereka masih berfokus mengumpulkan orang untuk dakwah dan ekonomi," kata Al Chaidar, akhir pekan lalu. 

Pengamat teroris dari Universitas Indonesia ini membenarkan bahwa NII memang berencana melakukan revolusi, tapi dengan syarat jumlah anggotanya sudah mencapai minimal 10 persen dari populasi penduduk Indonesia. Angka itu diperkirakan baru bisa tercapai pada 2050. 

Karena itu, Al Chaidar yakin NII tidak mempunyai rencana melakukan kudeta saat ini. Apalagi jalan kudeta bukan strategi induk kelompok teror di Indonesia ini.

Al Chaidar juga ragu akan data anggota NII di Kabupaten Dharmasraya dan Tanah Datar, Sumatera Barat. Densus 88 Antiteror menyebutkan jumlah anggota NII di dua kabupaten tersebut mencapai 1.125 orang. "Setahu saya, Negara Islam Indonesia tidak ada di Dharmasraya dan Tanah Datar, melainkan di Sawahlunto, Kabupaten Agam, Bukittinggi," ujarnya. 

Di samping urusan jumlah, Al Chaidar juga menduga anggota NII di Sumatera Barat yang diklaim Densus 88 Antiteror itu merupakan jaringan NII yang pemimpinnya sudah mencabut baiat dan telah bersumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, di antaranya faksi Komandemen Wilayah (KW) IX. Faksi ini dibentuk Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun. Panji diduga digalang oleh intelijen untuk merontokkan jaringan lama NII yang masih setia kepada Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pemimpin NII yang pertama. Pentolan KW IX lain adalah Zakaria, Tahmid, Jaelani, dan Danu Muhammad Hasan. 

"Faksi palsu itu yang buat pemerintah atau binaan intelijen," ujar Al Chaidar. 

Ia pun menduga penangkapan anggota NII di Sumatera Barat erat kaitannya dengan agenda penundaan pemilu. 

Sepengetahuan Al Chaidar, isu NII pernah digunakan pemerintahan Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto untuk memperpanjang masa jabatan mereka atau menunda pemilu. Di samping itu, kata dia, isu keamanan paling memungkinkan digunakan pemerintah untuk menunda pemilu.

Menurut Al Chaidar, skenario pemerintah tidak matang dalam merumuskan isu tersebut lewat penangkapan anggota NII di Dharmasraya dan Tanah Datar. "Saya kira ini seharusnya dirancang lebih rapi lagi oleh pemerintah. Jangan seperti ini," ucapnya. 

👉SELENGKAPNYA baca di Koran Tempo edisi Rabu, 4 Mei 2022.

Baca juga :