INI hari ketiga setelah Presiden Jokowi mengumumkan larangan total ekspor minyak sawit.
Harga minyak goreng di pasar masih bervariasi. Ada yang turun sedikit. Ada yang naik sedikit –seperti dikutip CNN Indonesia dari pasar di Bekasi kemarin.
Sambutan umum sangat menggembirakan. "Ini baru presiden," tulis salah satu komentar di Disway memuji ketegasan larangan ekspor itu. "Beliau ternyata bukan hanya petugas partai. Juga tidak bisa disetir oligarki," tambahnya.
Reaksi petani sawit sebaliknya. "Presiden juga harus memikirkan yang terkait dengan petani sawit. Yang jumlahnya mencapai 5 juta orang," tulis komentar dari Sumatera. Mereka merasa terancam dengan larangan ekspor itu. Harga jual tandan sawit bisa jatuh.
Besok adalah hari keempat. Lusa, Anda tahu: hari kelima. Saya akan terus melihat perkembangan harga minyak goreng. Terutama ketersediaannya. Kalau sampai lusa masih belum berubah, berarti larangan ekspor total itu berlaku.
Mulai 28 April 2022.
Dan akan terus berlaku. "Sampai minyak goreng melimpah di dalam negeri," seperti dikatakan sendiri oleh Presiden Jokowi.
Soal ketersediaan, rasanya sudah mulai cukup. Di pasar-pasar. Juga di supermarket. Tapi harganya yang belum cukup. Menandakan minyak goreng belum melimpah.
Mungkin harus sabar. Peraturannya lagi disusun.
Anda bisa membayangkan: betapa sibuk para pejabat eselon satu dan eselon dua sekarang ini. Khususnya di kementerian perdagangan. Dan di kementerian perindustrian. Juga di kementerian hukum dan HAM.
Merekalah yang dalam praktiknya menjadi ''dapur'' penyusun konsep peraturan yang akan diterbitkan. Bunyinya bagaimana.
Berapa pasal.
Sesuai nggak dengan keputusan lisan Presiden Jokowi.
Draf itu lantas diajukan ke atas. Dikoreksi. Mungkin juga dimintakan petunjuk. Lalu diperbaiki –kalau masih ada yang harus diperbaiki.
Setelah itu barulah diparaf oleh banyak pejabat eselon satu. Untuk diajukan ke atas. Untuk dimintakan tanda tangan.
Rasanya tidak mungkin Presiden Jokowi sendiri yang tanda tangan. Juga tidak mungkin salah satu menko –karena sifat menko yang koordinatif.
Rasanya Menteri Perdagangan Mohammad Lutfi yang harus tanda tangan. Atau cukup direktur jenderal di bawahnya.
Tentu rapat-rapat di eselon satu dan eselon dua seperti maraton.
Perkiraan saya: jalannya rapat itu seru sekali. Mereka tidak mungkin menyusun draf yang bisa sepenuhnya seperti yang diucapkan Presiden Jokowi di video yang diterbitkan Istana Kepresidenan itu.
Mungkin mereka sedang merumuskan kompromi. Antara keinginan presiden dengan realitas di lapangan. Juga dengan kebutuhan negara akan devisa.
Di jalan pikiran mereka, mungkin, yang penting keinginan presiden bisa terpenuhi. Yakni, harga minyak goreng di dalam negeri turun.
Kalau perlu tanpa ada larangan ekspor –apalagi secara total. Mengapa tidak. Yang penting harga turun. Sebelum tanggal 28 April. Dan melimpah.
Kompromi itu bisa saja begini: ekspor dilarang sementara, khusus untuk minyak goreng. Tidak termasuk CPO. Sampai harga turun.
Atau: ekspor minyak goreng pun tidak dilarang. Cukup dikurangi: antara 10 sampai 20 persen. Dengan asumsi pengurangan itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Itu perkiraan saya. Tentu saya tidak berani menantang pembaca Disway untuk taruhan: beranikah mereka membuat peraturan yang tidak seperti dikatakan presiden ke publik? Ini bulan puasa. Bukan bulan untuk bertaruh.
Yang tidak kalah pusing adalah: bagaimana merumuskan kata-kata presiden "sampai minyak goreng melimpah".
Ukurannya apa?
Tentu, harga. Tidak mungkin dikatakan sudah melimpah kalau harga masih tinggi.
Maka tim pembuatan konsep keputusan itu pun akan berdebat: harga berapa yang dianggap sudah turun itu. Kembali ke harga Desember 2021? Harga Januari? Harga Maret?
Saya pun kembali menebak. Mereka akan merumuskan begini: harga turun itu bila sudah menjadi Rp 14.000/kg. Itu untuk minyak goreng curah. Sedang yang kemasan tidak akan mereka atur.
Apa pun, peraturan itu sudah harus diterbitkan tanggal 27 April. Berarti besok, draf itu sudah harus final. Ada waktu satu hari lagi untuk finishing.
Mungkin, hari-hari ini, mereka tidak sempat berbuka bersama keluarga. Pulang pun menjelang sahur. Nama presiden sedang mereka pertaruhkan.
(Dahlan Iskan)