Ada sejumlah fakta baru yang terungkap dari penelusuran Komnas HAM atas dugaan praktik perbudakan di rumah pribadi Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin.
Fakta itu berupa Surat Pernyataan pihak keluarga penghuni kerangkeng manusia yang diduga baru dibuat.
“Ada dugaan memang bahwa surat pernyataan itu baru dibuat,” kata seorang sumber Tempo yang mengetahui penelusuran Komnas HAM tersebut, Jumat, 28 Januari 2022.
Selain itu, kata narasumber ini, di surat-surat pernyataan tersebut terdapat coretan yang hampir mirip.
Surat Pernyataan itu berisi kesediaan pihak keluarga menyerahkan anggota keluarganya untuk direhabilitasi di tempat Bupati Terbit Rencana Perangin Angin.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, yang dimintai konfirmasi, tidak membantah informasi tersebut. Namun ia juga belum bersedia mengungkap hasil temuan lembaganya karena masih dalam proses penelusuran di lapangan. “Intinya, ada fakta signifikan yang kami temukan di lapangan,” kata Anam.
Keberadaan Surat Pernyataan pihak keluarga itu pertama kali diungkapkan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara, pekan lalu.
Juru bicara Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, mengatakan pihak keluarga secara sukarela membawa anggota keluarganya untuk dibina di tempat Terbit Rencana.
Selain keterangan penjaga kerangkeng di rumah Terbit Rencana, polisi memperoleh surat pernyataan pihak keluarga.
Praktik perbudakan di rumah pribadi Terbit Rencana Perangin Angin terungkap saat KPK menangkap Bupati Langkat itu karena diduga menerima suap pada 18 Januari lalu.
Tim KPK mendapati dua kerangkeng manusia di rumah Terbit di Desa Balai Kasih, Kecamatan Koala, Kabupaten Langkat. Dua kerangkeng itu masing-masing berukuran 6 x 6 meter. Posisi kedua kerangkeng berimpitan dan berada di bagian belakang rumah.
Fungsi kedua kerangkeng juga berbeda. Satu kurungan menjadi tempat isolasi bagi penghuni baru. Penghuni tempat ini diklaim sebagai pecandu narkoba dan remaja nakal.
Selain kedua kurungan itu, ada lagi satu kerangkeng yang berada di atas bukit, tak jauh dari rumah Terbit. Kerangkeng tua itu sudah tak digunakan lagi. Saat operasi penangkapan KPK, lebih dari 40 pemuda tengah menghuni kerangkeng tersebut.
Kepolisian juga memperoleh informasi bahwa penggunaan kedua kerangkeng itu tak berizin.
Badan Nasional Narkotika (BNN) Langkat pernah mendatangi kurungan itu pada 2017 dan meminta agar diurus izinnya. Tapi hingga penggeledahan KPK, keberadaan tempat rehabilitasi di rumah Terbit Rencana itu masih berstatus ilegal.
Hadi, yang kembali dimintai konfirmasi, mengatakan polisi masih mendalami dugaan adanya perbudakan manusia. "Kami juga masih menunggu investigasi Komnas HAM," kata Hadi, kemarin.
Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat atau Migrant Care melaporkan praktik perbudakan ini ke Komnas HAM, pekan lalu.
Migrant Care memperoleh informasi bahwa penghuni kerangkeng diperlakukan secara tak manusiawi. Di antara mereka ada yang mengalami penyiksaan. Mereka juga dipekerjakan di kebun sawit Terbit Rencana tanpa digaji.
"Alasan rumah yang ada kerangkeng manusianya itu sebagai tempat rehabilitasi diduga cuma jadi kedok. Jadi, tinggal menunggu hasil investigasi Komnas HAM saja," kata Anis Hidayah, Ketua Migrant Care, kemarin.
Anis mengatakan dugaan praktik perbudakan itu sangat bergantung pada hasil investigasi Komnas HAM. Sebab, praktik ini diduga melibatkan Terbit Rencana dan keluarganya.
Kerangkeng manusia itu ditengarai dikelola oleh adik Terbit Rencana yang juga menjabat Ketua DPRD Langkat, Sribana Perangin Angin. "Ini sudah menjadi kejahatan yang luar biasa," ujar Anis.
Migrant Care berharap Kementerian Tenaga Kerja ikut menyelidiki dugaan perbudakan manusia ini. Sebab, Terbit Rencana mempekerjakan penghuni kerangkeng di kebun sawit miliknya tanpa digaji.
Terbit Rencana dan Sribana Perangin Angin belum dapat dimintai konfirmasi. Ajudan Sribana yang dihubungi juga tak mengangkat telepon. Terbit Rencana pernah menjelaskan soal keberadaan tempat rehabilitasi kepada tim Kementerian Komunikasi dan Informatika Langkat, yang diunggah di YouTube sepuluh bulan lalu.
Terbit mengatakan dirinya mempunyai tiga tempat rehabilitasi yang dikelola bersama istrinya. Ia mengatakan tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba dan remaja nakal itu sudah ada sejak sepuluh tahun lalu. Terbit pun mengaku ada sekitar 3.000 orang yang pernah dibina di tempatnya itu. “Setiap hari kurang-lebih 100 yang kami bina,” kata Terbit.
Ia mengatakan masyarakat yang datang secara sukarela membawa anggota keluarganya yang jadi pecandu narkoba dan remaja nakal untuk dibina. Pembinaan mereka dilakukan secara gratis. Selain diberi makan tiga kali sehari, mereka diberi obat-obatan.
Terbit juga mengakui bahwa mereka memang dipekerjakan di kebun sawit miliknya. Ia berdalih bahwa langkah itu sebagai bekal keahlian bagi mereka setelah keluar dari lokasi rehabilitasi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turun tangan menginvestigasi dugaan praktik perbudakan di rumah Terbit ini.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, menyimpulkan telah terjadi penahanan ilegal terhadap puluhan orang di dalam kerangkeng di rumah Terbit Rencana.
"Investigasi LPSK di lapangan menemukan bahwa di kerangkeng manusia atau sel ilegal di rumah Bupati Langkat telah terjadi penahanan ilegal dan penghilangan kemerdekaan." kata Edwin.
Wakil Ketua LBH Medan, Irvan Saputra, berharap polisi serius menyelidiki dugaan perbudakan tersebut. Apalagi pihak BNN sudah menepis anggapan bahwa kerangkeng di rumah Terbit merupakan tempat rehabilitasi. Bahkan menurut hasil tes BNN, penghuni kerangkeng dinyatakan negatif narkoba.
"Alasan tempat rehabilitasi itu kan sudah dibantah BNN dan yang dikerangkeng di sana juga negatif narkoba dari hasil asesmen BNN," kata Irvan.
Menurut Irvan, proses membongkar dugaan kejahatan ini tidak akan mudah. Sebab, Bupati Langkat dan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat kuat di Langkat. Kakak Terbit Rencana Perangin Angin yang bernama Iskandar Perangin Angin menjabat Kepala Desa Balai Kasih, daerah tempat kerangkeng manusia berada.
(Sumber: Koran Tempo 29-01-2022)