Oleh Heri Ruslan
Ia bernama lengkap Ahmad Ismail Yasin. Namun, dunia mengenalnya dengan panggilan Syekh Ahmad Yasin. Mujahid yang pemberani itu terlahir di desa Jurah yang terletak di sebelah selatan kota Gaza, Palestina. Soal tanggal kelahirannya tak ada data yang pasti.
Syekh Muhammad Said Mursi dalam Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, mengungkapkan, Syekh Ahmad Yasin lahir tahun 1938. Ada pula yang menyebut lahir pada 28 Juni 1937. Namun, dalam paspornya tercantum 1 Januari 1929. Syekh Ahmad Yasin sendiri pernah mengaku terlahir pada 1938.
Ayahnya bernama Abdullah Yassin. Ia menjadi anak yatim ketika berusia tiga tahun. Ia memiliki empat saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Dia dan seluruh keluarganya melarikan diri ke Gaza dan menetap di Kamp al-Shati, setelah desa tempat kelahirannya dicaplok tentara Israel selama Perang Arab-Israel pada 1948.
Syekh Ahmad Yasin datang ke Gaza sebagai seorang pengungsi. Menginjak usia 12 tahun, ia mengalami kelumpuhan total, setelah bermain gulat dengan kawannya Abdullah al-Khatib. Lehernya sempat diplester selama 45 hari. Namun, ia harus mengalami kelumpuhan seumur hidup.
Sejak kecil Syekh Ahmad Yasin berjiwa bijak, sabar, dan tabah. Ia tak menceritakan kalau tubuhnya mengalami luka seperti itu karena ulah temannya, al-Khatib. Semua itu dilakukannya, semata-mata karena tak ingin hubungan persaudaraan antara keluarganya dengan keluarga teman yang telah melukainya retak. Ia hanya mengaku terluka ketika sedang bermain lompat katak di sekolahnya.
Meski kondisi fisiknya tak seperti orang normal, karena lumpuh, semangat belajarnya sangat tinggi. Ia sebenarnya diterima sekolah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Namun, kondisi kesehatannya yang memburuk membuatnya terpaksa harus belajar di rumah.
Ia adalah seorang kutu buku. Minatnya pada ilmu filsafat, agama, politik, sosiologi, dan ekonomi membuatnya menjadi seorang tokoh. Masyarakat Gaza pun menjulukinya sebagai salah seorang pembicara atau orator tebaik di Jalu Gaza. Syekh Ahmad Yasin pun dipercaya untuk menyampaikan khutbah mingguan, setelah shalat Jumat.
Sebagai seorang orator yang hebat, ceramahnya seakan mampu ‘’menyihir’’ dan membuat masyarakat di Gaza terpana. Tak heran jika setiap kali tampil berpidato atau berceramah massa menyemut mengelilinginya. Karier pertamanya adalah menjadi guru bahasa Arab pada sekolah dasar di Rimal, Gaza.
Awalnya, kepala sekolah SD itu, Mohammad al-Shawa tak yakin, Ahmad Yasin bisa diterima para siswa untuk mengejar, karena kondisi fisiknya. Namun, secara mengejutkan, ia justru mampu menarik perhatian para siswa karena cara mengajarnya yang luar biasa. Mengajar murid-muridnya dengan hati dan keikhlasan membuatnya menjadi guru idola.
Aktivitasnya di dunia poltik dimulai dengan bergabung menjadi anggota Ikhwanul Muslimin cabang Palestina. Pada 1987, bersama Abdul Aziz al-Rantissi, Syekh Ahmad Yasin mendirikan sebuah organisasi bernama Hamas, yang dikenal sebagai sayap Ikhwanul Muslimin di Palestina. Ia pun menjadi tokoh yang disayangi umat dan ditakuti lawan.