Erdogan: Wahai Barat, Turki Hari Ini Bukan Turki Yang Lemah


(By: Dr. Nandang Burhanudin)

"Wahai Barat, Turki hari ini bukan Turki sakit di tahun 70-an, atau Turki yang lemah di tahun 90-an. Turki hari ini, Turki yang bisa menentukan masa depannya sendiri," tegas Presiden Erdogan berapi-api.

Ketegasan Turki cukup menggetarkan lawan. Auman Mesir, berubah menjadi suara kucing tak bertaring. Teriakan Perancis, dianggap angin lalu. Provokasi UAE, Israel, Saudi dibiarkan ditimbun debu. Turki fokus ke depan: menjadi global player di antara Rusia dan AS.

Sejak kudeta gagal Juli 2016, Turki memahami bahwa nasibnya tidak bisa tergantung kepada Eropa, Rusia, NATO atau AS. Pengalaman di Syiria, Libya, Adjerbaijan, Qatar, cukup menjadi bukti bahwa tanpa kedaulatan alat tempur, energi, pangan, obat-obatan dan energi, Turki hanya akan jadi kacung negara-negara besar.

Kebencian terhadap Turki tidak akan terjadi jika model pemimpin Turki seperti Bapak Sekularisme Ataturk atau visi perjuangannya tak lebih dari sekularisme dan nasionalisme tak bertaji. Atau jika kapasitas memerintah, hanya di bawah standar. Tentu Turki tak akan dikepung di lautan dan daratan, juga tak akan ada kudeta.

Masyarakat dunia membiarkan pemberontak Komunis Kurdi bersenjata (PKK/PYD) di pagar perbatasan Turki di Syiria dan Irak. Turki terus diungkit tuduhan genosida terhadap Armenia di masa lalu. Lalu Turki dipandang pelanggar HAM berat, karena menangkapi para komprador kudeta. Padahal tak satupun yang diterlantarkan dalam layanan hak asasi mereka, walau di penjara.

Turki di era AKP memahami, tak akan ada kebaikan dari Eropa. Sebab Eropa masih kental ideologi kolonialisme, plus luka menganga saat dicabik-cabik Ottoman Empire masih berasa sakit tak terobati. Oleh karena itu, operasi menghancurkan Turki bukan hanya menargetkan Erdogan atau AKP, tapi menghancurkan rakyat Turki yang notabene Muslim Sunni dan terbukti satu-satunya bangsa yang bisa mengimbangi Eropa.

Upaya Barat mengulang kesuksesan mengerdilkan Turki gagal. Usai mereka sukses mengangkangi ibu kota dunia Islam: Kairo, Bagdad, Damaskus, Riyadh. Bahkan seluruh rezim di keempat negara tersebut, bersepakat dalam satu blok untuk melumat Turki. Barat mengira, Turki kali ini ibarat Turki pecundang perang Dunia II.

Turki justru menjadikan Eropa sama halnya dengan Afrika, Amerika, Amerika Selatan, Asia, Australia, yaitu sebagai partner, jika tidak sebagai tempat memasarkan produk. Tak ada yang mengira Drone Turki diminati negara-negara Eropa, atau Helikopter Atak 3 (gbr bawah), sudah mengalahkan helikopter Apache Amerika.

Melihat perkembangan Turki, harapan untuk mengganjal ada pada generasi Lawrence of Arabia. Kini diminta tuannya untuk fokus menghancurkan Turki, dengan memecah belah Arab vs Turki. Padahal, seandainya tidak ada Kekhilafahan Utsmani, maka tak akan lagi yang namanya entitas Arab usai hancurnya Bani Umayyah dan Abbasiyah. Andai pendiri Utsmani tidak ada, maka tak akan ada lagi yang menjaga akidah umat Islam, usai sengitnya serangan Mongol, perang Salib dan serbuan Syiah.

Turki tidak hanya sukses dalam menciptakan produk-produk materiil. Tapi juga sukses menyiapkan generasi teknokrat, ilmuwan, konglomerat, pejabat, ahli medis, ahli lingkungan yang hafizh/hafizhah Al-Quran. Generasi yang seimbang Din, Dunya, Daulah. Generasi yang tidak hanya ahli melontarkan dalil, tapi mahir dalam menciptakan alat untuk mempertahankan kedaulatan.

Foto: Wisuda siswa-siswi Hafizh-Hafizhah dari sekolah Negeri, yang nantinya disiapkan menjadi jenderal, teknikrst, negarawan, ilmuan.


Baca juga :