Faisal Basri Hitung Kebocoran Bisa Mencapai Rp 241 Triliun


[PORTAL-ISLAM.ID] Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto terkait kebocoran anggaran bikin gerah kubu petahana.

"Saya hitung dan saya udah tulis di buku kebocoran dari anggaran rata-rata taksiran saya mungkin lebih sebetulnya 25 persen taksiran saya anggaran bocor," ujar Prabowo saat pidato dalam acara HUT Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, di Mahaka Square, Jakarta Utara, Rabu (6/2/2019) pekan lalu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga capres petahana mempertanyakan dari mana calon presiden nomor urut 02 itu mendapatkan angka tersebut.

"Saya tanya hitung-hitungannya dari mana? Jangan buat pernyataan yang membuat masyarakat menjadi resah," kata Jokowi saat berbicara di acara deklarasi alumni SMA se-Jakarta yang mendukungnya di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (10/2/2019).

Bahkan Jokowi sampai menyebut kata 'bocor' sebanyak 12 kali, seperti dilansir Tempo.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui memang ada kebocoran, tapi tidak sebesar hitungan Prabowo.

Ekonom senior Faisal Basri dalam tulisannya di situs pribadinya, Rabu (13/2/2019), menguraikan perhitungan kebocoran yang ditaksir mencapai Rp 241 Triliun.

Berikut hitungan kebocoran menurut Faisal Basri:

Bocor bisa dalam berbagai bentuk: dana yang dibelanjakan tidak sebesar yang dianggarkan, selisihnya dikorupsi dengan segala tipu daya. Bisa pula seluruh dana dibelanjakan sesuai peruntukan tapi hasilnya tidak sesuai target (inefisiensi, pemborosan).

(1) Kebocoran dari pos “Transfer ke Daerah dan Dana Desa.” Pada APBN 2017 pos ini berjumlah Rp 742 triliun atau 37 persen dari BELANJA NEGARA. Kebanyakan dana ke daerah berupa gaji pegawai lewat pos Dana Perimbangan yang menyedot 96 persen dari dana Transfer ke Daerah. Dengan demikian obyek yang berpotensi bocor relatif sangat kecil. Katakanlah 10 persen dari TRANSFER KE DAERAH Masih bocor, berarti sekitar Rp 68 triliun.

Untuk Dana Desa yang relatif baru dan masih mencari bentuk optimalnya serta dengan pertimbangan sumber daya manusia yang terbatas di desa, katakanlah bocor 50 persen atau sekitar Rp 30 triliun.

Berarti, kebocoran total di tingkat daerah berjumlah Rp 98 triliun (Rp 68 triliun ditambah Rp 30 triliun).

(2) Di tingkat pemerintah pusat, belanja meliputi belanja K/L dan non-K/L Untuk memudahkan perhitungan, kita gunakan belanja pemerintah pusat berdasarkan jenis.

Belanja pegawai dan pembayaran bunga utang hampir pasti tidak ada kebocoran. Kedua jenis belanja itu menyedot 41,8 persen belanja pemerintah pusat.

Kehadiran LKPP akan lebih mempersulit kongkalikong pengadaan barang dan jasa pemerintah, termasuk belanja modal. Keberadaan KPK turut mempersempit manuver penggelembungan harga, praktek kolusi dan korupsi. Katakanlah masih ada kebocoran sebesar 20 persen. Maka nilai kebocoran dari belanja barang dan belanja modal sekitar Rp 100 triliun.

Untuk subsidi, pembayaranya ke Pertamina, PLN, pabrik pupuk milik negara, dan sebagainya sangat ketat, tak akan dicairkan oleh Kementerian Keuangan tanpa audit BPK. Andaikan masih ada kebocoran 5 persen, berarti sekitar Rp 8 triliun.

Yang mungkin lebih banyak dicurigai adalah pos bantuan sosial, hibah, dan belanja lainnya. Kasarnya, katakanlah ketiga jenis belanja terakhir ini bocor 50 persen atau sekitar Rp 35 triliun.

Kebocoran total di tingkat pemerintah pusat adalah Rp 100 triliun + Rp 8 triliun + Rp 35 triliun = Rp 143 triliun.

(1) + (2) Akhirnya kita memiliki perkiraan kebocoran total dengan perhitungan yang teramat sangat sederhana, yaitu: di tingkat daerah senilai Rp 98 triliun ditambah di tingkat pemerintah pusat senilai Rp143 triliun, sehingga bocor total adalah Rp 241 triliun.

"Siapapun yang akan memerintah pada 2019-2024, pekerjaan rumah yang menghadang sangatlah berat. Segala sumber daya harus digunakan dengan perencanaan yang cermat serta proses pelaksanaannya transparan dan akuntabel. Sektor pemerintah tampaknya belum tersentuh oleh proses disrupsi dan masih berperilaku business as usual," ungkap Faisal dalam kesimpulannya.

Link: https://faisalbasri.com/2019/02/13/bocor/

Baca juga :