CUAN TAMBANG

Usaha pertambangan apapun itu sudah pasti merusak lingkungan. Bakal ada hutan yang dibabat, tanah digali, sungai tercemar. Dan harap diingat, eksplorasi pertambangan tidak hanya terjadi di Raja Ampat, tapi juga marak didaerah lainnya. 

Tak cuma pertambangan nikel yang merusak ekosistem lingkungan, tapi juga batubara, gas alam, emas, timah, tembaga, minyak bumi dan lain-lain. 

Sepadan gak sih kerusakan lingkungan itu dengan hasil yang diterima oleh bangsa ini? Bagi secuil orang ya worth it banget bro, even more. Namanya juga bos tambang, duit trilyunan, punya private jet segala macam. 

Usaha pertambangan membuat secuil orang di negeri ini jadi konglomerat. Dengan kekayaan yang melimpah ruah, para konglomerat itu bisa mempengaruhi keputusan di eksekutif, legislatif hingga yudikatif. Dengan uang mereka bisa memelihara ormas dan tokoh agama. Dengan uang mereka bisa menyumpal mulut para aktivis. 
“Ngapain lu demo dijalan bro? Ngapain lu orasi menentang ijin usaha perusahaan tambang gue? Kalo begitu terus, yang ada lu tetap miskin. Mending gabung ama kita, gue jadiin komisaris dah.”

Wah, tawaran menarik nih! Dan aktivis-aktivis kampus yang dulunya idealis mengusung paham islamis, marxist, marhaenis, sosialis, kini mendadak tampil necis. Aktivis yang dulunya cuma bisa nongkrong di warung pinggir jalan, sekarang hang outnya di Plaza Senayan. 

Usaha pertambangan di Indonesia booming sejak awal pemerintahan pak Harto. Investor mulai masuk ketika Pertamina dipegang oleh mertuanya Dian Sastro. Hal itu membuat geologi menjadi jurusan favorit dikampus-kampus ternama macam UI, ITB, ITS. Mining (pertambangan) yang identik dengan high salary (gaji tinggi) membuat banyak sarjana berbondong-bondong apply lamaran keberbagai perusahaan pertambangan. Siapa sih yang gak mau kerja di perusahaan tambang macam Freeport? Walau harus berpisah dengan anak istri, yang penting gajinya tinggi. 

Begitulah. Kita sejatinya tak pernah peduli dengan kerusakan lingkungan. Yang penting perut kenyang, bisa beli apa yang diinginkan, keluarga tercukupi sandang, pangan, papan. 

Persetan dengan monyet dan orang utan yang harus terusir dari habitatnya. 

Persetan dengan warga lokal yang harus merasakan sungainya tercemar. 

Persetan dengan Greenpeace. Mereka itu cuma antek asing yang gak senang Indonesia maju. 

Yup. Indonesia maju. Tapi cuma buat segelintir orang. Masyarakat lokal yang berada disekitar area pertambangan paling cuma bisa buka warung makan atau toko sembako untuk men-supply kebutuhan sehari-hari bagi para pekerja tambang. 

Cuma itu efek domino yang bisa masyarakat lokal rasakan. Dan sebagian besar profit dari bisnis pertambangan tetap dikuasai oleh elit di Jakarta. Nyimpen uangnya di Singapura. 

(Ruby Kay)

Baca juga :