Beban Berat Indonesia Pasca-Jokowi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Jika semua isyarat alamiah berubah menjadi ridho Yang Maha Kuasa, insyaAllah Pak Prabowo Subianto (PS) akan terpilih menjadi presiden RI pada 17 April nanti. Inilah harapan besar rakyat Indonesia. Harapan yang diperjuangkan sekuat tenaga di seluruh pelosok negeri. Dan hari ini, keinginan itu ada dalam gapaian.

Tapi, bagaimana kira-kira postur Indonesia setelah ditinggal Pak Jokowi?

Yang pasti, tidak sedikit persoalan besar yang akan dilimpahkan oleh Jokowi kepada Prabowo setelah nanti beliau dilantik menjadi presiden, akhir tahun ini, InsyaAllah. Situasinya akan berat. Semua bidang kehidupan sarat dengan masalah. Semua kusut.

Jangan-jangan 100 hari pertama Prabowo sebagai presiden bakal habis untuk proses identifikasi masalah. Semoga saja tidak. Sebab, tindakan krusial harus diambil di dalam rentang 100 hari pertama itu. Agar dampak positif pemerintahan baru bisa langsung dirasakan oleh rakyat.

Situasi yang ada saat ini tak berlebihan untuk disebut centang-prenang. Tidak ada ceruk kehidupan yang tak bermasalah besar. Polarisasi sosial-politik sangat urgen. Hutang luar negeri sangat mendesak. Program BPJS Kesehatan terancam ambruk. Pemulihan kebijakan pertanian prorakyat juga sangat urgen.

Ada lagi persoalan netralitas berbagai lembaga dan instrumen publik. Kepolisian harus dikembalikan ke fungsi penegakan hukum dan keadilan. Mereka perlu ditarik dari kancah politik agar kembali menjadi alat negara. Bukan alat para penguasa. Bukan untuk memuluskan kepentingan pribadi. Dalam beberapa tahun ini, kepolisian bagaikan diberi beban tambahan yang tujuan akhirnya bukan untuk kemaslahatan publik. Pak Prabowo akan menjadikan ‘rebranding’ kepolisian sebagai salah satu tindakan urgen dalam 100 hari pemerintahannya.

Begitu pula jajaran Kementerian Dalam Negeri, terutama di tingkat Pemprov, Pemkab dan Pemko. Publik dapat merasakan penggerusan netralitas di sini. Penguasa melakukan penggiringan di jajaran pemerintahan pada semua tingkat dan lini. Tidak ada lagi sumpah netralitas. Banyak oknum pejabat negara yang merelakan diri atau terpaksa ikut menjadi timses tak resmi pihak yang berkuasa. Mereka mengubah asas ‘pelayan publik’ menjadi ‘pelayan pribadi’. Dari ‘public servant’ menjadi ‘private servant’.

Media massa, terutama media mainstream, juga memerlukan bantuan re-orientasi. Sebab, mereka sejak empat tahun ini berubah menjadi corong penguasa. Bahkan lebih gesit dan lebih agresif lagi dari mesin-mesin Humas pemerintah. Propaganda media mainstream menyebabkan banyak orang tergiring menjadi pengikut ‘definisi kebenaran’ yang ditulis ulang oleh para penguasa. Yaitu, definisi yang disesuaikan dengan kepentingan pribadi dan kelompok para penguasa.

Itulah sebagian kecil dari carut-marut yang dihasilkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Boleh jadi 100 hari pertama yang biasanya mudah bagi para presiden baru di luar sana, akan berubah menjadi 1,000 hari pertama yang sulit bagi Presiden Prabowo kelak. Karena kerusakan yang begitu dahsyat dan masif. Karena sepak-terjang yang ugal-ugalan oleh para penguasa selama ini.

Tetapi, seberat apa pun tantangan dan tentangan yang dihadapi oleh Prabowo sebagai presiden, tentunya tidak ada istilah surut di dalam kamus beliau. PS adalah mantan perwira tinggi militer berbintang tiga yang sarat pengalaman tentang solusi masalah. Beliau paham betul gonjang-ganjing ekonomi-sosial-politik (ekosospol) yang terjadi saat ini. PS sudah siap dengan ‘tim pemulihan’ yang ‘highly experienced’ (sangat berpengalaman) dan ‘knowledgable’ (paham).

Rakyat akan menyandarkan kepercayaan kepada Pak PS untuk mengambil langkah-langkah 100 hari yang terprioritas dan terukur untuk menyelesaikan masalah-masalah besar. Beliau paham bahwa hutang luar negeri bisa mengancam kedaulatan bangsa dan negara. Beliau mengeri bahwa ketahanan pangan akan sangat rentan jika impor makanan selalu dijadikan jalan pintas dalam mengatasi kekurangan.

PS mengerti bahwa infrastruktur sangat penting untuk menyemarakkan perekonomian. Tetapi beliau akan memberikan prioritas yang rasional dan proporsional agar pembangunan infrastruktur tidak dijadikan ‘flagship’ oleh seorang presiden hanya demi popularitas. Pak PS tidak akan menjadi kemegahan infrastruktur sebagai dekorasi andalan untuk laporan dan komentar media propaganda.

Sebaliknya, Prabowo tahu persis bahwa beban hidup rakyat semakin berat. Baik itu rakyat miskin maupun kelas menengah. Sebagai presiden, beliau akan memberikan perhatian terbesar ke arah ini. Infrastuktur publik dalam bentuk jalan bebas hambatan, jembatan, pelabuhan dan bandara modern sangat penting. Tetapi, lebih penting lagi adalah membangun infrastruktur di unit-unit keluarga yang akan meningkatkan kualitas manusia. Yang akan meningkatkan daya saing individual.

Jadi, kalau hari ini kita lihat bagaimana nanti Prabowo mengisi 100 hari pertama kepresidenannya, sungguh pekerjaan itu tidak ringan. Dia mewarisi puing-puing kesembronoan yang dipoles oleh media corong sebagai prestasi. Prabowo akan dihadapkan pada bengkalai berbagai proyek besar yang tidak ‘sustainable’ baik dari sisi bujeter maupun teknis.

Ada kemungkinan Pak PS akan tenggelam di bawah bangkai ambisi megalomania Pak Jokowi yang dicitrakan sebagai capaian hebat. Tapi, sekali lagi, rakyat percaya bahwa Prabowo dan Sandiaga Uno siap melaksanakan rekonstruksi Indonesia agar kembali sehat dan terhormat. Indonesia yang adil untuk semua, makmur bersama-sama.

Penulis: Asyari Usman
Baca juga :