Rizal Ramli: Anjloknya Rupiah ke Level 15 Ribu Baru Fase Awal, Karena Pejabat Istana Bagian dari Masalah


[PORTAL-ISLAM.ID] Pakar ekonomi yang juga mantan Menko Kemaritiman era Presiden Jokowi dan mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Dr. Rizal Ramli, menilai perekonomian RI dipenuhi masalah internal yang membuatnya rentan terhadap gangguan dari luar.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang nyaris menyentuh angka 15 ribu, dianggap ekonom yang pernah menjadi tim panel penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rizal Ramli, baru fase awal ketidak stabilan rupiah. Hal ini dikarenakan justru para pejabat istana adalah bagian dari masalah.

"Anjloknya Rupiah ke Level 15 Ribu Baru Fase Awal. Krn sebagian mentri2 @jokowi bagian dari masalah utang, impor, ineffisiensi dll. Hanya dengan tindakan tegas Mas JKW, stabilitas lebih cepat tercapai 🙂🙏," kata Rizal Ramli di akun twitternya (7/9/2018).


Bahkan Rizal Ramli menganggap kondisi perekonomian Indonesia saat ini justru lebih buruk dari pada saat pra-krisis 1998.

Berikut selengkapnya wawancara Rizal Ramli dengan media DW Indonesia:

DW: Apa faktor utama yang menyebabkan nilai rupiah melemah hingga mendekati 15.000 terhadap dolar AS?

Rizal ramli: Ya, beberapa hal yang menyebabkan situasi ini. Salah satunya adalah faktor internal, terutama karena Indonesia memiliki defisit yang terus berlanjut dalam neraca perdagangan. Saat ini neraca perdagangan minus 2 miliar dolar AS pada Juli 2018, Indonesia juga mengalami peningkatan defisit dalam transaksi berjalan minus 8 miliar dolar AS pada akhir kuartal kedua tahun ini. Indonesia juga memiliki neraca pembayaran negatif minus 4,31 miliar dolar AS dan perkiraan defisit dalam keseimbangan primer di APBN sebesar minus 6,2 miliar dolar AS untuk tahun ini. Jadi semua angka negatif ini dalam hal defisit, dalam neraca perdagangan, neraca pembayaran, keseimbangan primer membuat Indonesia sangat rentan terhadap perubahan apa pun pada faktor eksternal.

Sebagai contoh, Federal Reserve (The Fed/Bank Sentral Amerika Serikat) meningkatkan suku bunganya, atau krisis di Argentina atau Turki, bahwa hal itu dengan mudah mempengaruhi Indonesia karena kesehatan internal kita dalam perekonomian tidak baik. Seperti ketika tubuh Anda kuat dan sehat antibodi Anda kuat, bahkan bila ada orang lain yang memiliki virus Anda tidak akan kedinginan atau sakit dengan sangat mudah. Tetapi jika tubuh Anda lemah, antibodi Anda rendah. Hanya hal kecil terjadi secara internasional yang akan memengaruhi Anda. Itulah yang terjadi di Indonesia. Jadi itu salah hanya untuk menyalahkan faktor internasional, karena masalah utama adalah faktor internal.

Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menghentikan melemahnya nilai tukar rupiah?

Mereka (Pemerintah Indonesia) telah melakukan peninjauan terhadap 900 komoditas impor untuk mengurangi impor dan juga mengurangi permintaan domestik terhadap impor. Tetapi tidak efektif, mengapa harus berkonsentrasi pada 900 komoditas? Fokus saja pada 10 besar impor yang dilakukan Indonesia. Dan 10 besar barang impor itu sudah sekitar 67% dari total impor Indonesia. Seperti mobil, suku cadang dan komponen telepon genggam, seperti beberapa komoditas lain yang pada dasarnya langsung berdampak pada masyarakat kelas menengah ke atas.

Venezuela mencatat inflasi sebesar 82,700% pada Juli silam. Akibatnya nilai mata uang Bolivar terjun bebas dan penduduk kesulitan memenuhi kebutuhan pokok tanpa mata uang asing. Untuk seekor ayam potong berbobot 2,4 kilogram saja penduduk harus merogoh 14,6 juta Bolivar atau setara US$ 2,2.

Bank Indonesia sudah cukup proaktif dengan meningkatkan suku bunganya. Tentu saja Bank Indonesia harus mengikuti langkah The Fed menaikkan suku bunganya. Tetapi jika terus melakukannya tanpa dukungan reformasi dalam ekonomi riil, hasilnya akan meningkatkan kredit bermasalah pada sektor keuangan dan meningkatnya masalah kredit di lembaga non keuangan dan pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di bawah ini 5%. Padahal target pemerintah adalah 5,2%.

Bisakah Anda memprediksi kapan rupiah akan kembali stabil?

Ini terlalu dini untuk mengasumsikan bahwa akan segera ada stabilitas. Karena pemerintah kurang inisiatif untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, untuk mendorong ekspor, dan inisiatif lainnya. Jadi saya khawatir nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 15 ribu itu hanya permulaan.

Harus diingat ada perbedaan antara 1998 sebelum krisis dan krisis saat ini (2018). Situasinya cukup mengkhawatirkan. Pada tahun 1998, Indonesia memiliki banyak kelebihan kapasitas, Indonesia adalah eksportir minyak untuk lebih dari 1 juta barel per hari. Ada banyak kelebihan kapasitas dari karet, coklat, minyak sawit. Jadi ketika mata uang rupiah terdepresiasi sekitar 15 ribu, ekspor meningkat sangat cepat dan signifikan itulah sebabnya para petani di luar pulau jawa sangat senang.

Tetapi saat ini Indonesia tidak memiliki kemewahan itu lagi. Indonesia tidak memiliki tabungan itu lagi. Saya pikir masih sulit untuk segera melihat stabilitas rupiah.

Dapatkah krisis di Argentina, Turki dan Venezuela menyebar ke negara-negara berkembang lainnya, seperti Indonesia, yang menghadapi tekanan neraca pembayaran?

Bloomberg telah membuat indeks kerentanan. Di negara-negara berkembang, bagaimana tampilan seberapa besar masalah yang mereka hadapi dalam faktor eksternal, transaksi berjalan, dan lain hal.

Dalam angka sebelumnya yang dirilis Bloomberg, Indonesia masih rendah dalam peringkat negara-negara berkembang yang berpotensi bermasalah. Namun Bloomberg belum memasukkan angka terbaru dalam defisit transaksi berjalan. Masih menggunakan defisit transaksi berjalan dari kuartal pertama hanya minus 2,3 miliar dolar AS. Jika mereka menggunakan defisit transaksi berjalan dari kuartal kedua, yang mana minus 8 miliar dolar AS, Indonesia kemungkinan akan berada pada nomor 3 atau 4 di daftar negara bermasalah tersebut.

Link: https://www.dw.com/id/rizal-ramli-anjloknya-rupiah-ke-level-15-ribu-baru-fase-awal/a-45391891

Baca juga :