"How Indonesia lacks good, credible political pundits"
Oleh: Tasa Nugraza Barley*
Menghadapi pemilu, segala sesuatunya terlihat gelap dan suram. Politisi Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui, belum memperlihatkan peran yang mereka lakukan -jika memang ada- untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik. Sementara semua orang sepertinya menyadarinya, ada hal yang terlewat oleh sebagian besar dari kita. Yaitu peran para pakar politik, yang tanpa disadari oleh sebagian besar dari kita sendiri, membuat semuanya menjadi makin buruk.
Saya mengakui ada beberapa pakar ulung yang secara rutin memberikan analisis yang mendalam dan berkualitas. Para pakar ini, mengedukasi publik secara objektif dan mendorong generasi muda untuk terlibat aktif dalam perkembangan politik. Para pakar lain sementara itu hanya membanjiri pikiran kita dengan komentar-komentar mereka yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Kita harus melindungi diri kita dari apa yang disebut sebagai komentator politik. Ada perbedaan besar antara pakar dan komentator politik. Pakar sejati memiliki kemampuan untuk mempertahankan argumennya dengan didukung data akademik yang valid. Di sisi lain, komentator adalah sekedar orang yang berkomentar.
Apa yang dilakukan oleh para komentator politik ini adalah berbicara berbusa-busa di depan mata kita, menyarankan ini dan itu tanpa analisis yang mendalam, seolah-olah kita semua bodoh. Tidak ada pencerahan atau insipirasi yang didapat dari komentar mereka karena yang mereka lakukan, pada dasarnya, menawarkan debat kusir berkepanjangan.
Argumentasi di atas dapat disaksikan dengan gamblang dari debat tentang kans Joko “Jokowi” Widodo dalam memenangkan pemilihan presiden mendatang. Tidak ada yang tahu secara pasti, siapa yang pertama kali memanamkan ide ini, tapi cukup jelas bahwa para komentator politik ini adalah pihak yang secara agresif memaksakan kemungkinan ini di arena publik, bahkan di awal-awal bulan pertama pelantikan Jokowi sebagai gubernur Jakarta.
Saya tidak ada masalah dengan Jokowi. Bersama dengan wakil gurbernurnya, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, dia telah membawa beberapa perubahan yang menjanjikan di Jakarta. Dan saya juga tidak menentang ide tentang pencalonan Jokowi sebagai presiden. Yang ingin saya garis bawahi adalah bagaimana para komentator politik ini telah mengkorupsi pemikiran dan menjebak kita dalam pedebatan yang tidak perlu.
Coba hidupkan TV Anda dan saksikan salah satu dari talk show politik yang biasanya disiarkan di jam tayang utama. Yang akan Anda saksikan adalah gambaran yang selalu sama, seseorang akan mengatakan bahwa Jokowi adalah kandidat calon presiden terkuat dan bisa mengalahkan kandidat lain dengan sangat mudah. Dan apa dasar dari perkiraan ini? Ya, dugaan Anda benar. Prediksi didasarkan dari survei terkini yang dilakukan oleh institusi tempat orang yang mengaku pakar ini bekerja.
Saya lelah dengan penalaran yang dangkal yang digunakan oleh para komentator politik untuk mendukung pernyataan mereka. Dapatkah kita mendengar sesuatu yang lebih meyakinkan daripada hasil polling? Saya tidak menentang survei dan jajak pendapat karena beberapa lembaga memang kredibel untuk melakukannya. Tapi kita juga tahu rumor bahwa kita dapat menyelenggarakan polling dengan hasil sesuai dengan keinginan kita, tentu saja dengan bayaran yang mahal.
Mereka tidak perlu mengatakan bahwa Jokowi ungul di sejumlah jajak pendapat dan dukungan publik atas pencalonannya sebagai presiden terus meningkat. Kita sudah mengetahui semua itu. Tapi, bisakah kita mendengar argument lain, misalnya apakah Jokowi seharusnya mencalonkan diri sebagai presiden? Setidaknya, yang terbaik bisa mereka katakan kepada kita adalah bagaimana blusukan ala Jokowi menolong nya meraih momentum politik dengan cepat.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh komentator politik ini adalah mengajak masyarakat untuk lebih kritis dengan mendiskusikan permasalahan yang lebih mendalam dan menantang mereka dengan mengajukan pertanyaan penting, seperti "Bagaimana Jokowi akan mengatasi tantangan ekonomi negara kita jika dia terpilih menjadi presiden?" atau “Apakah dia memang sosok yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi muda, karena mana masa depan bangsa ini akan sangat bergantung dengan mereka?" atau "Apakah ia menjadi figur yang tepat untuk memimpin Indonesia dalam berbagai perundingan internasional?".
Alasan di balik kegagalan para komentator untuk mengangkat topik yang lebih mendalam seperti ini, mungkin karena mereka terlalu pragmatis, hanya mewakili kepentingan golongan tertentu atau terlalu malas untuk menggali masalah lain di luar politik, meskipun sebenarnya masih terkait dengan wilayah politik.
Di negara maju, di mana politik sudah mencapai tahap kematangan, kita akan menemukan pakar politik sejati dengan pengetahuan yang luas dalam bidang politik dan juga hal lain. Sehingga ketika mereka menilai seorang kandidat, mereka tidak hanya mengacu pada hasil jajak pendapat tapi juga menerangkan dengan jelas hal-hal di balik data statistik tersebut.
Saran saya sederhana: Jangan langsung percaya dengan apa yang dikatakan para komentator ini kepada Anda. Lakukan sedikit penelitian dan jadikan diri Anda sendiri yang berhak menentukan.[]
*Penulis adalah manajer di GolinHarris, perusahaan di bidang komunikasi yang telah memperoleh penghargaan.
___
Link asli: http://m.thejakartapost.com/news/2014/01/19/how-indonesia-lacks-good-credible-political-pundits.html
(diterjemahkan oleh admin @PKSInggris on twitter)
Saya lelah dengan penalaran yang dangkal yang digunakan oleh para komentator politik untuk mendukung pernyataan mereka. Dapatkah kita mendengar sesuatu yang lebih meyakinkan daripada hasil polling? Saya tidak menentang survei dan jajak pendapat karena beberapa lembaga memang kredibel untuk melakukannya. Tapi kita juga tahu rumor bahwa kita dapat menyelenggarakan polling dengan hasil sesuai dengan keinginan kita, tentu saja dengan bayaran yang mahal.
Mereka tidak perlu mengatakan bahwa Jokowi ungul di sejumlah jajak pendapat dan dukungan publik atas pencalonannya sebagai presiden terus meningkat. Kita sudah mengetahui semua itu. Tapi, bisakah kita mendengar argument lain, misalnya apakah Jokowi seharusnya mencalonkan diri sebagai presiden? Setidaknya, yang terbaik bisa mereka katakan kepada kita adalah bagaimana blusukan ala Jokowi menolong nya meraih momentum politik dengan cepat.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh komentator politik ini adalah mengajak masyarakat untuk lebih kritis dengan mendiskusikan permasalahan yang lebih mendalam dan menantang mereka dengan mengajukan pertanyaan penting, seperti "Bagaimana Jokowi akan mengatasi tantangan ekonomi negara kita jika dia terpilih menjadi presiden?" atau “Apakah dia memang sosok yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi muda, karena mana masa depan bangsa ini akan sangat bergantung dengan mereka?" atau "Apakah ia menjadi figur yang tepat untuk memimpin Indonesia dalam berbagai perundingan internasional?".
Alasan di balik kegagalan para komentator untuk mengangkat topik yang lebih mendalam seperti ini, mungkin karena mereka terlalu pragmatis, hanya mewakili kepentingan golongan tertentu atau terlalu malas untuk menggali masalah lain di luar politik, meskipun sebenarnya masih terkait dengan wilayah politik.
Di negara maju, di mana politik sudah mencapai tahap kematangan, kita akan menemukan pakar politik sejati dengan pengetahuan yang luas dalam bidang politik dan juga hal lain. Sehingga ketika mereka menilai seorang kandidat, mereka tidak hanya mengacu pada hasil jajak pendapat tapi juga menerangkan dengan jelas hal-hal di balik data statistik tersebut.
Saran saya sederhana: Jangan langsung percaya dengan apa yang dikatakan para komentator ini kepada Anda. Lakukan sedikit penelitian dan jadikan diri Anda sendiri yang berhak menentukan.[]
*Penulis adalah manajer di GolinHarris, perusahaan di bidang komunikasi yang telah memperoleh penghargaan.
___
Link asli: http://m.thejakartapost.com/news/2014/01/19/how-indonesia-lacks-good-credible-political-pundits.html
(diterjemahkan oleh admin @PKSInggris on twitter)