Ditantang ADU DATA Oleh Luhut, Elisa BALIK TANTANG Luhut: Data Kami SUDAH di KSP dan Umum, Data Anda MANA?


[PORTAL-ISLAM]  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan akan segera membahas kelanjutan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang telah dimoratorium sejak 2016 silam.

Luhut juga meminta pihak-pihak yang selama ini terus menentang pengerjaan proyek reklamasi itu sendiri mau berkomunikasi langsung.

"Saya akan undang semua stakeholder, termasuk yang menentang reklamasi itu untuk bicara. Biar jangan bicara di koran saja. Coba bicara secara ilmiah. Di mana salahnya, bawa datanya," tantang Luhut, di kawasan Pelelangan Ikan Cilincing, Jakarta Utara, pada Sabtu 6 Mei 2017.

Menjawab tantangan tersebut, seorang netizen langsung membantah keras.
Elisa Sutanudjaja, seorang arsitek kawakan yang pernah dipercaya Unesco untuk menggarap proyek revitalisasi Kota Tua Jakarta, bahkan telah berkali-kali menegaskan bahwa proyek reklamasi berbeda dengan proyek Giant Sea Wall ( National Capital Integrated Coastal Development, NCICD).

Namun, berbeda dengan Elisa, Luhut justru ngotot pengerjaan proyek reklamasi, bersama pembangunan NCICD ini bukan proyek asal-asalan yang diajukan tanpa pertimbangan mendalam.

"Kami kan juga enggak mau negeri ini rusak. Jadi, jangan terus menuduh macam-macam. Asal ngomong saja," ujarnya.

Luhut menuturkan, hingga saat ini ia belum bertemu gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang sejak awal mengampanyekan tolak reklamasi.

"Soalnya kajian Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) belum selesai. Jadi belum terpikir ke arah situ. Nanti kalau sudah selesai, saya akan undang," katanya.

Sementara dalam situs jakartamajubersama.com, proyek reklamasi disebut harus berhenti lantaran bertujuan komersial dan dianggap merugikan sekitar 15 ribu nelayan di Teluk Jakarta.

Selain Elisa Sutanudjaja, anggota Dewan Pakar Anies-Sandi, Reiza Patters pun memaparkan sejumlah data yang menunjukkan bahwa reklamasi tidak menyelesaikan persoalan apapun di Jakarta.

"Justru menambah persoalan seperti banjir. Jadi dia tidak menjadi solusi permasalahan di Jakarta yang sebetulnya lebih perlu dikerjakan dan tidak berpihak pada publik kebanyakan," kata Reiza.

Dari rencana 17 pulau, sudah ada empat pulau yang dibangun yaitu C, D, G, dan N. Pulau C dan D digarap PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Group; Pulau G digarap PT Muara Wisesa Samudra sebagai anak perusahaan PT Agung Podomoro Group; dan Pulau N digarap PT Pelindo II yang menjadi Pelabuhan Kalibaru atau New Tajung Priok.

Empat pulau lain yang telah mengantongi izin pelaksanaan sehingga pengembang boleh mulai menimbun tanah di lokasi tersebut adalah F, H, I, dan K. Pulau F dipegang oleh PT Jakarta Propertindo, Pulau H dikembangkan oleh PT Taman Harapan Indah, dan Pulau I serta K dikerjakan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol.

Untuk pulau lainnya, A, B, E, J, L, M, O, P, dan Q, belum bisa mulai dikembangkan karena baru memegang izin prinsip, dan belum mengantongi izin operasional.

Reiza menilai, izin itu ilegal lantaran tidak didasari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang memadai.

Sementara itu, peraturan daerah tentang zonasi juga belum ada. Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategies Pantai Utara Jakarta hingga kini masih bergulir di DPRD DKI.

"Karena itu sangat mungkin dihentikan, dan harus malah. Karena izin operasional pembangunan yang diterbitkan gubernur, tidak mengikuti peraturan di atasnya," kata Reiza.

Peraturan yang dimaksud Reiza adalah:
-UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah menjadi UU Nomor 1/2014; UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan Perpres 54/2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur.

-Permen PU No 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dan PerMenLH No 05/2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Baca juga :