GIBRAN DAN JOKOWI TIDAK BISA DIPISAHKAN

Narasi Pemakzulan Gibran Menguat
Karena Kebobrokan Era Jokowi Terbongkar

Oleh: Erizal

Tak kunjung ditanggapi surat usulannya oleh DPR, MPR, dan DPD, Forum Prajurit Purnawirawan TNI mulai melakukan konferensi pers atau semacam mimbar bebas, kemarin. Bahkan, dalam konferensi pers atau mimbar bebas kemarin itu, yang bukan purnawirawan TNI pun juga ikut hadir.

Terlihat hadir dan ikut berorasi seperti Eros Djarot, Said Didu, Refly Harun, Roy Suryo, yang dipanggil Polda Metro Jaya tak hadir, justru hadir di acara itu, dan lain-lain. Ini seperti pemanasan, kalau akhirnya DPR/MPR benar-benar menimbun surat usulan itu.

Bahkan orasi dari yang bukan purnawirawan TNI jauh lebih keras. Eros Djarot misalnya, menganggap Jokowi tak mencintai negeri ini. Masak mendorong anaknya maju menjadi calon wakil presiden? Setelah mengubah UU pula.

Baru separuh jadi walikota, belum pernah jadi gubernur, dan tidak pernah memimpin organisasi apa pun. "Itu penghinaan dan puncak dari ketersinggungan," tegasnya. Ia mengingatkan Ketua DPR Puan Maharani segera memproses surat usulan Forum Purnawirawan TNI itu. Jangan main-main dan jalankan tugasmu.

Seperti yang saya komentari sebelumnya bahwa usulan dari Forum Prajurit Purnawirawan TNI itu tidak kosong. Ia berisi. Setengah atau penuh, itu soal lain. Dan DPR memang tak bisa mengabaikan begitu saja. Apalagi kalau sudah melibatkan kelompok civil society.

Bobot dari usulan pemakzulan Gibran itu semakin berat dan kuat. Wajar saja, pimpinan DPR seperti maju-mundur dan tarik-ulur menyikapi surat usulan purnawirawan TNI itu. Tak ditanggapi salah, ditanggapi bagaimana cara menanggapinya. Maka jalan terbaik ialah mengulurnya (dengan ngeles surat belum sampai di meja pimpinan).

Memang usulan pemakzulan Gibran, bukanlah usulan yang bisa sekali jadi dan seketika itu juga bisa terwujud. Para purnawirawan TNI dan civil society pasti sadar itu. Prosesnya akan panjang. Bahkan proses DPR bersedia menanggapi usulan itupun bisa lebih panjang daripada proses pemakzulan itu sendiri.

Proses pemakzulan itu sendiri malah terlihat lebih matang ketimbang proses DPR menanggapinya. Kalau situasinya sudah matang, jangankan Gibran, sekelas Soeharto dan Gus Dur pun bisa mundur teratur dan tak ada yang menyangka ketika itu.

Sejauh ini narasi yang mengusulkan pemakzulan Gibran itu tampak lebih kuat daripada pihak yang membelanya. Praktis, pihak yang membela bahwa pemakzulan Gibran tak berdasar hanyalah dari kalangan Projo dan relawan Jokowi semata. Narasi yang digaungkan pun itu ke itu saja.

Misalnya hasil Pilpres, MK sudah memutuskan, Gibran dan Prabowo sepaket, kalau Gibran dimakzulkan berarti Prabowo juga dimakzulkan, pihak yang kalah tak mau legowo, orang-orang yang haus jabatan saja, dan sejenisnya. 

Sementara narasi dari pihak yang pro pelengseran Wapres justru terus menguat dengan terungkapnya kebobrokan demi kebobrokan Jokowi.

Kendatipun jabatan yang dianggap pelengkap, tak ada gunanya, tak berpengaruh, kursi Wakil Presiden tak bisa diisi oleh orang sembarangan. Mungkin karena itu Bung Karno tak mau membacakan teks proklamasi tanpa ada Bung Hatta di sampingnya. Tapi saat berkuasa ternyata Bung Karno bisa sendirian tanpa Bung Hatta.

Memang, Bung Hatta pun akhirnya memilih meninggalkan Bung Karno sendirian karena dianggap sudah tak sejalan lagi. Gibran sebetulnya tak ada masalah menjadi Wakil Prabowo. Tapi, jalan ke arah itu, memang disadari ada persoalan dan tak pula berusaha ditutup dengan bermain cantik.

Aneh saja saat dipasangkan tak ada masalah, bahkan bisa menang 58%, tapi saat sudah menang terlihat ada masalahnya. Ada kejomplangan. Apalagi yang sejak awal sudah melihat kesalahan serius.

Ditambah baru saja dilantik, Gibran langsung pasang standar seakan sebagai Presiden dengan turun ke masyarakat sambil bagi-bagi susu dan buku dan langsung pula lounching program Lapor Mas Wapres.

Pihak Forum Prajurit purnawirawan TNI dan civil society tak rela, kalau Indonesia dipimpin Gibran, bilamana Prabowo berhalangan tetap. Tak terbayang.

Pihak Forum Purnawirawan TNI dan civil society akan terus mendesak DPR memproses usulan pemakzulan Gibran yang sudah dimasukkan. Sementara para pihak pendukung Gibran dan Jokowi akan terus membela dan mempertahankan bahwa Gibran tak layak dimakzulkan.

Mereka yakin dengan total dukungan KIM Plus di DPR tak ada yang akan berani mengkhianati Gibran dan Jokowi. Semua akan sepakat dengan dukungan di awal dulu terhadap Gibran. Bahkan cenderung menyalahkan bahwa bukan Gibran atau Jokowi yang meminta, tapi mereka partai-partai, termasuk Prabowo yang meminta.(*)

Baca juga :