Pada awal pernikahan beda agama, memang sepertinya tidak akan pernah ada masalah, demikian tutur seorang bapak di usia pasca pensiun. Ia dan istri bisa saling bertenggang rasa soal keyakinan dan ibadah.
Namun, keresahan mulai menyeruak ketika usia memasuki senja, ketika kesadaran spiritualnya naik, bukan hanya tentang dirinya tetapi juga terutama terkait tanggung jawabnya terkait agama anak.
Sebagai seorang ayah, yang karena kesibukannya, tidak bisa memberikan pandangan yang berimbang terkait agama anak-anaknya yang kesemuanya mengikuti agama ibunya.
Beberapa kali lelaki paruh baya itu datang, berbincang, ngudoroso (curhat) panjang, tentang agama dan kehidupan. Posisinya sebagai priyayi, memang memahami Islam lebih sebagai filosofi hidup.
Sempat juga, anaknya yang beragama lain diajak untuk ikut cangkrukan (ngobrol) bersama. Meski nampaknya sang anak tidak begitu tertarik terlibat dalam alur pembicaraan.
Lama, tidak bersua, saya mendapat undangan untuk menghadiri pernikahan putrinya. Senyum beliau nampak begitu lepas saat bersalaman, ada rona kebahagiaan yang dalam, karena ternyata dua dari anaknya kini telah memeluk Islam dengan wasilah pernikahan.
Hidayah itu memang misteri, ia bisa masuk melalui pintu mana saja, tapi yang jelas dibalik itu ada juga ikhtiar dan do'a yang senantiasa terpanjatkan.
(Arif Wibowo)