Oleh: AS Laksana (Sastrawan)
Jadi, apakah ijazah Pak Jokowi asli atau palsu? Tergantung. Kepada siapa pertanyaan itu diajukan? Roy Suryo akan mengatakan itu palsu, Hercules mengatakan asli. Anda sendiri boleh berdiri di pihak mana pun dari keduanya. Dan apakah ada masalah jika ijazah itu palsu? Tergantung.
Dalam politik, legitimasi tidak selalu ditentukan oleh kebenaran faktual, tetapi sering oleh keberhasilan narasi dalam membentuk persepsi publik. Seorang presiden bisa tetap dihormati meski ada cacat pada dokumennya, asalkan narasi besar yang ia bangun tentang dirinya memperlihatkan konsistensi dengan realitas kepemimpinannya, dan kebaikannya niscaya terus hidup dalam kesadaran kolektif mayoritas warga.
Jika publik percaya bahwa Pak Jokowi adalah “orang baik” yang memimpin negara ini dengan tulus, jauh dari pamrih pribadi, menomorsatukan kepentingan bangsa di atas kepentingan keluarga, serangan terhadap keaslian ijazahnya pasti dianggap mengada-ada dan tidak relevan. Penjelasan dari pihak UGM pun akan diterima dengan mudah oleh orang banyak.
Jika semboyan “Jokowi adalah kita” masih tetap hidup dalam imajinasi warga, serangan soal ijazah akan tersingkir begitu saja oleh loyalitas emosional.
Namun, ketika krisis kepercayaan mulai muncul—entah karena kebijakannya kontroversial, atau ia menyakiti banyak orang yang secara tulus telah mendukungnya dalam dua pemilihan presiden, atau mereka melihat ironi antara citra dan kenyataan—simbol kecil seperti ijazah bisa menjadi urusan yang berkepanjangan.
Jadi, apakah ijazah itu palsu atau asli? Tidak penting. Urusan itu menjadi berlarut-larut karena Pak Jokowi, di mata banyak orang yang semula mendukungnya, dianggap telah mencederai kepercayaan.
(fb)