BANJIR JABODETABEK: Dulu Penjajah Belanda Sudah Antisipasi Daerah Bogor dan Puncak Harus Dipertahankan sebagai Daerah Hijau

BANJIR JABODETABEK

⛲ Air hujan ketika sampai di bumi, biasanya akan mengalami dua pilihan:
1. Meresap masuk ke dalam tanah (infiltrasi). 
2. Mengalir di atas permukaan tanah (run-off). 

⛲ Infiltrasi biasanya terjadi jika hujan jatuh di daerah dengan vegetasi tanaman yang lebat. Vegetasi dan akar tanaman membuat air masuk ke dalam tanah. 

⛲ Air yang masuk ke dalam tanah sangat bagus. Ia bersih tersaring bebatuan. Akan memunculkan mata air jernih di tempat rendah. Cadangan air tanah meningkat.

⛲ Run-off akan banyak jika hujan jatuh di wilayah gundul dari tanaman atau di tempat yang permukaan tanahnya tertutup beton, tembok, atau aspal. Air akan mengalami run-off dan mengalir melewati selokan, lalu ke sungai (daerah yang lebih rendah). 

⛲ Jika selokan dan sungai sudah tidak bisa menampung air yang sedang run-off, maka akan terjadi bencana banjir. Seperti yang terjadi di Jabodetabek selama ini.

⛲ Dulu penguasa Belanda tampak sudah memahami ini dengan baik. Untuk mengatasi banjir di Batavia, prinsipnya hanya 2: perbanyak infiltrasi agar run-off berkurang, dan tingkatkan kapapsitas jalur run-off agar bisa menampung aliran air. 

⛲ Cara pertama yang dilakukan Belanda untuk meningkatkan infiltrasi mereka melakukan beberapa cara: Daerah Bogor dan Puncak harus dipertahankan sebagai daerah resapan air bagi Batavia. Jadi harus tetap hijau. Pemukiman dibatasi. Maka mereka merancang agar kota Batavia berkembang ke timur (Bekasi) dan barat (Tangerang), bukan ke Selatan.

⛲ Cara kedua yang mereka lakukan untuk meningkatkan infiltrasi air adalah dengan (merencanakan) membangun banyak danau buatan dari mulai Bogor, Depok, Jaksel. Ini bisa mengontrol run-off air dan diharapkan meningkatkan resapan air. Setidaknya ini dua cara utama mereka untuk meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. 

⛲ Adapun cara mereka untuk meningkatkan kapasitas jalur run-off air di permukaan tanah adalah dengan (merencanakan) pembangunan kanal-kanal yang membelah Jakarta dari utara ke selatan. Selain itu tentu saja dengan menjaga sungai-sungai alami di wilayah ini tetap dalam dan luas. 

🦔 Sayangnya, upaya ini seolah tak dilanjutkan oleh bangsa Indonesia paska kemerdekaan. Akibatnya banjir terus berulang dari tahun ke tahun di Jakarta dan bahkan makin parah. Di sisi lain cadangan air tanah di Jakarta terus berkurang yang mengakibatkan kesulitan air bersih dan yang mengerikan: permukaan tanah Jakarta terus menurun. Jakarta ambles diam-diam. Akibat minimnya air tanah. 

🦔 Upaya menjaga daerah puncak dan Bogor sebagai wilayah resapan air benar-benar kacau. Alih fungsi lahan di Puncak seolah tak terkendali. Akibatnya, hujan deras sedikit saja berakibat banjir. 

🦔 Perkembangan kota juga berantakan. Pemukiman malah meluas ke selatan, yaitu ke Bogor. Tanpa sadar kita memancingnya dengan bangun tol dan infrastruktur lain ke arah selatan yang berakibat meledaknya pembangunan perumahan. Ada penduduk, maka otomatis muncul juga pelengkapnya: mall, pabrik dsb. Hancur sudah upaya menjaga wilayah Bogor tetap hijau. 

🦔 Di Jakarta, pembangunan tak terelakan. Semakin sulit ditemukan daerah hijau untuk resapan air. Akibatnya air hujan kebanyakan akan melakukan run-off, alih-alih infiltrasi. 

🦔 Sungai-sungai alami semakin sempit dan dangkal, dipenuhi sampah pula yang semakin menghambat run-off. Padahal dengan kondisi Bogor yang separah itu, mungkin harusnya sungai-sungai itu luasnya bertambah 4 atau 5 kali lipat dan dalamnya harus dibuat 2 atau 3 kali lipat dibanding era Belanda.

🦔 Pembangunan danau dan kanal? Lebih sering hanya jadi bahan adu mulut para politisi. Tak ada perkembangan yang signifikan. Padahal dengan kondisi yang parah begini mungkin kanal dan danau yang harusnya dibangun itu 4 atau 5 kali lipat dibanding yang direncanakan Belanda.

🦔 Selain upaya-upaya utama tadi, harusnya ada alternatif upaya tambahan, barangkali. Misalnya untuk wilayah yang terlanjur jadi kota dan tak bisa dihancurkan untuk mengembalikannya menjadi hutan, maka bisa diwajibakan tiap rumah/ gedung untuk membangun sumur resapan atau lubang biopori. Ini diharapkan bisa menggantikan peran hutan dalam meningkatkan infiltrasi air.

🦔 Upaya memperluas dan memperdalam sungai atau kanal banjir saja tak akan cukup, jika budaya masyarakat membuang sampah ke sungai tak diubah. Perlu revolusi mental dan budaya yang melibatkan aturan hukum (misalnya pidana/ denda), edukasi dan pendekatan lainnya.

🦔 Jika ada kemampuan lebih, bolehlah mencontoh cara Jepun yang membangun kanal pengendalian banjir di bawah tanah.

(Ibnu Zaini Atmasan)

Baca juga :