DOSA PRABOWO & STAFSUS DEDDY CORBUZIER
By Faisal Lohy
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyebut, penunjukan Deddy Corbuizer sebagai staf khusus menhan bidang komunikasi sosial dan publik merupakan bukti komitmen Kemenhan dalam mengutamakan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menjaga pertahanan dan kedaulatan negara.
Bacotnya sangat hiperbola dan manipulatif. Mengutarakan sesuatu yg sangat abstrak dan sulit terukur secara implementatif ?
Siapa Deddy Corbuizer ?
Entertainer yg memiliki banyak loyalis di berbagai platform saluran informasi digital. Dikenal sebagai influencer yg pola komunikasinya selalu mengandalkan pendekatan sensasional dan kontroversi. Dengan pola komunikasi seperti itu, Deddy dapat dikatakan sebagai Buzzer yg berhasil membangun basis penggemar secara luas.
Bagi para loyalis dan pendukungnya, pengangkatan Deddy sebagai stafsus mungkin dipandang sebagai sebuah inovasi kemenhan meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya ketahanan dan pertahanan nasional.
Tapi di satu sisi justru memunculkan pertanyaan, apakah pengangkatan stafsus dari kalangan entertainer-influencer yg dikenal karena kontroversi-sensasionalnya dan sama sekali tidak memiliki latar belakang pemahaman tentang pertahanan dan keamanan dapat memberikan kontribusi positif yg nyata terhadap peningkatan keamana dan pertahanan nasional ?
Atau sebaliknya, pengangkatan stafsus influencer hanyalah maksud terselubung untuk membangun komunikasi dengan mengabaikan substansi dan mengejar sensasional serta popularitas kemenhan semata ?
Cara-cara seperti ini bukan hal baru. Jokowi telah memberikan banyak pelajaran kepada kita tentang penggunaan jasa influencer, entertainer, Buzzer sebagai strategi komunikasi publik yg tujuannya adalah membangun kesadaran palsu demi popularitas, pencitraan dan menutupi kebobrokan belakang layar agar tetap eksis terlaksana.
Pengangkatan Deddy sebagai stafsus menyalahi aturan main terkait syarat kualifikasi dan kompetensi. Apakah Deddy memiliki pemahaman yg memadai tentang isu-isu keamanan dan pertahanan ? Apakah kemenhan lupa, bahwa pemahaman yg mendalam dan luas diperoleh melalui proses pendidikan dengan jenjang pendidikan yg beralur, teratur dan skema evaluasi yg terakreditasi ?
Tugas utama stafsus Kemenhan bidang komunikasi publik adalah mencerdaskan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu keamanan dan pertahanan.
Apakah Deddy yg selama ini berprofesi sebagai presenter dan poadcaster yg tidak memiliki standar keilmuan, penalaran, analisa dan pengalaman yg relevan dapat menjalankan tugas tersebut ?
Dalam kaitan ini, kemenhan seolah hanya berfokus melihat pada keunggulan Deddy yg memang memiliki jangkauan audience yg luas. Sekali podcast bisa menjangkau puluhan juta penonton. Artinya Deddy bisa menjadi alat yg menghubungkan kemenhan dengan masyarakat luas, menjadi corong kemenhan melancarkan framing-framing untuk membentuk kesadaran masyarakat sesuai seleranya yg belum tentu sejalan dengan kenyataan dan kebutuhan pembangunan sektor pertahanan.
Mengandalkan popularitas seorang entertainer untuk mendiskusikan isu strategis seperti pertahanan nasional sangat berisiko. Dalam artian, kemenhan seolah sengaja mempertaruhkan pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang sangat penting bagi kedaulatan negara.
Kenapa harus Deddy yg kompetensinya sangat tidak relevan dengan kebutuhan mencerdaskan dan meningkatkan pemahaman masyarakat berbasis pengetahuan, pengenalan isu dan analisa mendalam tentang pertahanan.
Kenapa Kemenhan begitu konyol dengan hanya fokus pada popularitas dan daya tarik publik yg dimiliki Deddy dan mengorbankan kriteria kompetensi yg seharusnya menjadi prioritas dalam penunjukan posisi strategis yg berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas dan kedaulatan negara.
Kenapa tidak memperdayakan tugas tersebut kepada para pakar, para ahli, para akademisi dan praktisi yg memahami betul bidang ini. Apakah Indonesia sudah kehabisan orang berkompeten hingga harus menyerahkannya pada Deddy ?
Membentuk kesadaran masyarakat tidak hanya mengandalkan popularitas semata tapi lebih butuh sosok profesional yg memahami dan mendalami betul bidang ini.
Dari pada melantik Deddy yg hal tersebut dapat bermuara pada pembengkakan karyawan kabinet yg tidak relevan dengan efisiensi anggaran sebagaimana dicetuskan Prabowo lewat Inpres No. 1 Tahun 2025, lebih baik kemenhan berfokus maksimalisasi anggaran untuk memperbaiki dosa masa lalu Prabowo selama menjadi menteri pertahanan.
Dosa Prabowo yg dimaksud adalah peningkatan anggaran pertahanan yg sangat tinggi tapi tidak berbanding lurus dengan peningkatan Minimum Essential Force (MEF) dan Condident Building Measures (CBM)
Menjalang masa pencoblosan pilpres 2024, kemenkeu menaiki anggaran kemenhan Prabowo sangat fantastis. Mencapai US$ 4 miliar (Rp 61,85 triliun) yg bersumber dari pinjaman luar negeri. Kenaikan anggaran disepakati presiden Jokowi dalam rapat tertutup bersama Menhan Prabowo di Istana Bogor 28 November 2024.
Secara prosedural, Kenaikan anggaran ini tidak bermasalah karena dilakukan melalui upaya refocusing dan realokasi anggaran dari pagu belanja kementrian lembaga lainnya.
Namun yg jadi persoalan, untuk tujuan apa kenaikan anggaran dilakukan ?
Kemenhan menjawab, kenaikan anggaran sudah sesuai kebutuhan untuk melanjutkan belanja prioritas dan strategis dalam rangka mendukung terwujudnya pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) dibarengi Confident Building Measures (CBM).
Jawaban basi. Hampir 4 tahun memimpin, alasan ini selalu diulang-ulang Prabowo sebagai kalimat pembenar kenaikan anggaran dan penarikan utang. Tapi hasil belanja dan kinerjanya, sangat mengecewakan.
Kementrian Keuangan mencatat, Pada tahun 2018–2021, realisasi anggaran fungsi pertahanan secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6%, dari Rp106,83 triliun menjadi Rp125,79 triliun.
Anggaran kembali dinaikan menjadi Rp 133,3 triliun di 2022. Lagi-lagi meningkat menjadi Rp134,3 triliun pada 2023 kemarin.
Masalahnya, kenaikan anggaran belanja kementrian pertahanan, mayoritasnya, dipenuhi dari pinjaman luar negeri. Eksesnya, utang luar negeri kemenhan pada periode tersebut meningkat tajam.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, Utang kementrian Pertahanan naik dari US$ 1,75 miliar di 2018 menjadi US$ 4,35 miliar pada 2019. Meningkat lagi jadi US$ 4,41 miliar pada 2020. Dua tahun berikutnya meningkat jadi US$ 5,96 miliar di 2022. Kembali meningkat tajam menjadi US$ 7,13 mikiar per kuartal III/2023.
Namun apa yg dihasilkan kementrian pertahanan dari kenaikan anggaran tiap tahun diikuti utang yg menggunung ?
Indikator kinerja pertahanan, rontok semua. Sejumlah data pertahanan dan sistem kemanan jungkir balik !!!
Mulai dari global peace index (GPI) yg jatuh dari peringkat 41 pada 2014 ke peringkat 53 dari 163 negara dunia (Institute for Economics and Peace, 2023l).
Selain itu, global militarisation index (GMI) juga turun peringkat 95 di tahun 2019 ke peringkat 124 di 2023 (Bonn International Centre for Conflict Studies, 2023).
Termasuk minimum essential force yg hanya mencapai 65,49% di 2023, sulit capai target 100% (Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara, 2023).
Sejak 2019 memimpin, dengan kenaikan anggaran tajam tiap tahunya, Prabowo gagal menaikan GPI, GMI dan MEF. Terhitung empat tahun memimpin, masih gagal.
Kenapa kemenhan tidak berfokus pada indikator-indikator utama yg menjadi core kebutuhan membangun pertahanan dan kedaulatan negara ini ?
Semua indikator pertahanan dan keamanan yg hancur tersebut adalah kebutuhan yg sangat relevan untuk dibenahi. Jadikan itu prioritas, jangan konyol pecahkan fokus kinerja kementrian dan buang-buang anggaran untuk hal yg sebenarnya tidak substansial.
Maka tidak salah, jika publik mempertanyakan, apakah pelantikan Deddy yang mendadak ini betul-betul untuk kepentingan membangun pertahanan atau justru ada udang di balik batu ?
Belum lagi, ditambah sejumlah masalah di Kementerian Pertahanan sendiri yg meliputi pengelolaan anggaran negara, seperti program Food Estate yang gagal namun telah merusak hutan. Belum lagi, terdapat dugaan korupsi besar di KemHan pada proyek Komponen Cadangan dan Alutsista yg melibatkan perusahan kroni bentukan Prabowo, yakni PT TMI.
Apalagi sejauh ini, pertahanan merupakan sektor tertutup, jauh dari transparansi dan akuntabilitas khususnya terkait dengan penggunaan anggaran. Aparat penegak hukum lain, terutama KPK, tidak bisa masuk untuk mengusut dugaan penyimpangan atau korupsi di dalam sektor ini. Sehingga setiap dugaan penyimpangan anggaran khususnya terkait belanja alutsista sulit dibongkar karena alasan dan dalih rahasia negara.
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengeluarkan keterangan pers terkait hasil investigasi bersama media yang tergabung dalam Indonesialeaks. Di dokumen itu disebutkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian diduga menerima uang suap Rp8 miliar.
Ayolah kemenhan, Ayolah pak Prabowo. Seriuslah jalankan pemerintahan. Jangan ugal-ucapan seperti ini. Makin menjatuhkan respek dan kepercayaan publik.
(*)