Memahami Syi‘ah: Terminologi, Tipologi, dan Ideologi

Makalah: 
Memahami Syi‘ah: Terminologi, Tipologi, dan Ideologi 

Penulis: Dr. Syamsuddin Arif 

Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS) Universitas Teknologi Malaysia (UTM) Kuala Lumpur. 

Format pdf 30 halaman. 

Semoga bermanfaat...

****

Memahami Syi‘ah:
Terminologi, Tipologi, dan Ideologi

Dr. Syamsuddin Arif
Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS)
Universitas Teknologi Malaysia (UTM) Kuala Lumpur

Jika ada agama yang dibangun atas pengkudusan seseorang, pengkudusan keturunan, dan kebencian kepada seseorang, perlawanan dan pemberontakan, itulah Syi‘ah. 

Meski mengaku bagian dari Islam, ajaran-ajaran Syi‘ah lebih dekat kepada kufur dan nifaq (kemunafikan) daripada ajaran Islam yang sejati dan mutawatir kebenarannya. 

Tulisan ringkas ini akan membahas sejumlah pertanyaan dan persoalan mendasar tentang apa, bagaimana dan mengapa dengan Syi‘ah.

Syi‘ah dalam al-Qur’an dan Hadis

Seringkali orang awam terdiam apabila dikatakan bahwa Syi‘ah itu ada di dalam al-Qur’an. 

Maksudnya, nama Syi‘ah itu tersebut di dalam surah Maryam (19) ayat 69: “tsumma la-nanzi‘anna min kulli syi‘atin (kemudian pasti akan Kami ambil dari setiap kelompok)”, dalam surah al-Qasas (28) ayat 15: “… hadza min syi‘atihi wa hadza min ‘aduwwih (yang seorang itu dari golongannya, manakala yang seorang lagi dari golongan musuhnya)”, dan di surah al-Saffat (37) ayat 83: “wa inna min syi‘atihi la-Ibrahim (dan sesungguhnya Ibrahim itu termasuk golongannya [Nabi Nuh])”. 

Namun, kalau setiap nama dan semua kata yang tersebut dalam al-Qur’an itu benar, bagus dan diridhoi Tuhan, niscaya Iblis, Fir‘aun, Syaitan, Jahannam dan sebagainya yang disebutkan berkali-kali dalam al-Qur’an itu mestinya lebih benar, lebih bagus dan lebih diridhoi daripada Syi‘ah. Maka hanya orang pandir yang keliru menyangka istilah syi‘ah di dalam al-Qur’an itu berkaitan dengan sekte Syi‘ah.

Menurut Ibn al-Jawzi (w. 597/1201), lafaz syi‘ah dan turunannya (yaitu bentuk jamak syiya‘ dan asyya‘) di dalam al-Qur’an mempunyai 4 makna berdasarkan konteksnya: ia berarti (i) kelompok yang berpecah-pecah atau firaq, (ii) keluarga dan keturunan (ahl wa nasab) seperti pada ayat 15 surah al-Qasas di atas, (iii) pemeluk agama atau umat (ahl al-millah) seperti pada ayat 69 surah Maryam, dan (iv) aneka ragam tendensi keliru (al-ahwa’ al-mukhtalifah) seperti pada ayat 65 surah al-An‘am.1 

Adapun dalam korpus hadis, kita dapati lafaz syi‘ah juga dipakai secara umum dalam arti pengikut. 

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (w. 241/855) dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘As bahwa Nabi saw pernah bersabda mengenai seorang laki-laki yang di kemudian hari menjadi tokoh Khawarij: “Ia bakal memperoleh pengikut yang sangat mendalami agama sehingga keluar darinya (sayakunu lahu syi‘ah yata‘ammaquna fi al-din hatta yakhruju minhu).”

Secara bahasa, lafaz syi‘ah itu artinya pengikut dan pembela seseorang (alsyi’ah
atba‘ al-rajul wa ansaruhu), kata Ibn Manzur (w. 711/1311) dalam kamusnya.

Syi‘ah itu makna asalnya adalah pendukung atau penyokong yang kerjanya memperkuat dan menyebarkan pengaruh seseorang (al-syi‘atu man yataqawwa bihim
al-insan wa yantasyiruna ‘anhu), jelas al-Raghib al-Isfahani (w. 502/1108) dalam
kitabnya.

Inilah yang kita sebut sebagai “syi‘ah terminologis”, sama halnya kalau kita menyebut para pendukung seorang calon presiden pada pemilihan umum tahun 2014 yang lalu “syi‘ah Prabowo” atau “syi‘ah Jokowi”, yakni mereka yang menginginkan sang tokohnya naik menjadi pemimpin negara.

Demikian pula istilah “syi‘ah ‘Ali” pada awalnya, tidak mempunyai makna lain kecuali pemihakan kepada Sayyidina ‘Ali dalam konflik politik seputar suksesi menyusul wafatnya Nabi saw. 

Konon, penyempitan arti kata syi‘ah sehingga dipakai khusus untuk menyebut kelompok Sayyidina ‘Ali bin Abi Talib dalam literatur klasik dimulai oleh Sa‘d bin ‘Abdillah al-Asy‘ari al-Qummi (w. 301/914), pengarang kitab al-Maqalat wa al-firaq. 

Maka Ibn al-Nadim (w. 380/990) pun kemudian menukil riwayat Ibn Ishaq bahwa Sayyidina ‘Ali semasa konflik dengan Talhah dan al-Zubayr konon menyebut para pengikut dan pendukungnya “syi‘ati”.

Muatan ideologis pada kata syi‘ah baru muncul beberapa ratus tahun setelahnya. Di abad ke-5 Hijriah/ abad ke-11 Masehi kita dapati tokoh Syi‘ah klasik yang dijuluki Syekh al-Mufid (w. 413/1022) dalam kitabnya menegaskan bahwa dengan imbuhan definitif alif-lam ta‘rif, lafaz al-Syi‘ah menjadi nama khusus bagi pengikut Sayyidina ‘Ali yang setia dan percaya kepadanya sebagai pemimpin langsung setelah Rasulullah saw wafat seraya menafikan kepemimpinan mereka yang mendahului beliau sebagai khalifah serta menjadikan beliau sebagai tokoh ikutan
yang tidak mengikuti atau dipimpin siapapun: “li atba‘ Amir al-Mu’minin – salawatullah ‘alayhi- ‘ala sabil al-wala’ wa ’l-i‘tiqad li-imamatihi ba‘da r-Rasul – salawatullah ‘alayhi wa alihi- bi-la fasl wa nafy al-imamah ‘amman taqaddamahu fi maqam al-khilafah wa ja‘luhu fi ’l-i‘tiqad matbu‘an lahum ghayra tabi‘ li-ahad minhum ‘ala wajh al-iqtida’.”

Maka al-Syahrastani (w. 548/1153) pun menulis bahwa “Syi‘ah ialah orang-orang yang mendukung ‘Ali r.a. dan hanya mengakui beliau sebagai imam (pemimpin) dan khalifah (pengganti Nabi) yang sah menurut dalil serta wasiat secara tersurat ataupun tersirat dan meyakini bahwa hak kepemimpinan itu terbatas bagi anak cucu beliau saja, sehingga kalau pun terlepas dari mereka maka hal itu lantaran kezaliman dari pihak lain ataupun karena berlindung demi menyelamatkan diri (alsyi‘ ah hum alladzina syaya‘u ‘Aliyyan radhiyallahu ‘anhu ‘ala l-khusus wa qalu biimamatihi wa khilafatihi nassan wa wasiyyatan imma jaliyyan wa imma khafiyyan wa i‘taqadu anna al-imamah la takhruju min awladihi wa in kharajat fa-bi-zulm
yakunu min ghayrihi aw bi-taqiyyah min ‘indihi).”

Definisi serupa diberikan oleh Sayyid ‘Abdullah Syubar (w. 1242/1827), tokoh Syi‘ah modern kelahiran Najaf Iraq: lafaz syi‘ah itu sebutan bagi mereka yang meyakini bahwa khalifah pengganti pasca wafatnya Nabi saw. itu ialah Sayyidina ‘Ali (lafz al-syi‘ah yutlaqu ‘ala man qala bi-khilafati amir al-mu’minin [‘Ali ibn Abi Talib] ba‘da al-Nabi s.a.w. bi-la fasl).

Tiga Makna Syi‘ah

Penting sekali dalam konteks pembahasan ini untuk tidak mencampur-adukkan tiga makna syi‘ah: [i] syi‘ah terminologis, [ii] syi‘ah politis, dan [iii] syi‘ah ideologis.

*****

SELENGKAPNYA silakan download makalah lengkap
Format pdf 30 halaman. 


Semoga bermanfaat...


Baca juga :