Keluarga Pejabat yang gemar flexing (pamer kekayaan), Sekarang gemetar ketakutan seperti tikus dikejar kucing kurap


Catatan: Agustinus Edy Kristianto

Teman-teman, tak perlu bingung membaca berita tentang dugaan transaksi mencurigakan Rp300 triliun di Kementerian Keuangan sejak 2009 sampai sekarang. 

Tak usah ikutan njlimet tentang hukum pencucian uang, teknik money laundering dan segala istilah dunia finansial, perbankan, investasi dst.

Nikmati saja suasana sekarang: gulirkan medsos dan tertawalah melihat pejabat dan keluarga/kerabatnya menghapus unggahan flexing lawasnya; bergembiralah mencibir dalam hati maupun terang-terangan melihat mereka kelimpungan menghadapi dunia; tersenyumlah di bilik termenung melihat unggahan anyar mereka yang mengutip kalimat-kalimat bijak tentang tak boleh menghakimi. 

Cukup banyak akun medsos yang sangat kreatif, akurat, dan lucu melakukan impersonate (meniru) pejabat dan keluarganya yang gemar flexing (pamer kekayaan) tapi sekarang gemetar ketakutan seperti tikus dikejar kucing kurap. 

Nikmatilah. Nikmatilah!

Tambahkanlah sedikit kuota internet Anda lebih dari biasanya untuk sedikitnya berkontribusi terhadap perbaikan negeri ini dengan semakin getol memburu akun-akun pejabat dan keluarganya yang masih flexing; tangkaplah layar akun-akun itu jika ada konten flexing yang masih tersisa karena mereka kurang teliti menghapus detail-detailnya.

Untuk saat ini, berburu semacam itu rasanya bisa disamakan sebagai tindakan PATRIOTIK—setara menurunkan bendera Belanda dan merobek warna birunya di Hotel Yamato pada 1945.

KPK saja meminta bantuan netizen untuk itu—meskipun tidak dia pikirkan bagaimana sedikitnya menyediakan anggaran untuk membantu netizen militan membeli kuota supaya risetnya lebih joss!  

Jangan lupa untuk selalu meng-update harga dan jenis barang-barang branded baik di butik maupun preloved supaya lebih akurat ketika ‘mem-bully’ pejabat dan keluarganya yang pamer harta. 

Google. Brand. Shopping. Price!

*

Rp300 triliun itu bukan hoaks. Yang mengungkapkan saja Menkopolhukam, mengacu laporan PPATK. Makanya saya tersenyum kecut melihat seorang buzzer berkedok pengusaha bilang bahwa itu hoaks. 

Rp300 triliun itu nyata. Faktual. Hanya saja masyarakat perlu diberi tahu cara melihatnya secara simpel tapi mengena di hati dan otak.  

Cara membaca yang terbaik adalah menggunakan hati nurani. Merasakan gelora suatu peristiwa, menyentuh kalbu rasa keadilan, bergejolak memuntahkan gugatan jika mendapati ada ketidakadilan dan penindasan. 

Cara membaca intelektual hanya pelengkap. Terkadang bahasa dan cara berpikir ‘fomal-teknikalis-teoritis’ tidak menyelesaikan apa-apa selain memunculkan flexing intelektual yang sama rendahannya dengan flexing harta.

Rincian aliran dana sebesar Rp300 triliun ada di dalam masing-masing laporan hasil audit PPATK, termasuk di dalamnya berupa REKENING MUTASI PARA PEGAWAI YANG TERKAIT TINDAK PIDANA. (CNBC Indonesia). Mahfud MD berkata: “Bukan korupsi tapi pencucian uang.”

Berarti ada dua hal penting: 1) pencucian uang; 2) mutasi rekening pegawai.

Pencucian uang mensyaratkan tindak pidana asal. Uang yang dicuci itu berasal dari tindak pidana apa: korupsi? Narkoba? Perdagangan orang? Atau apa? Jika diikuti, ini bukan porsi umum, pembuktian akan rumit dan prosesnya lama hingga berkekuatan hukum tetap.

Tapi, bagi saya, yang sekarang perlu diketahui umum adalah BAGAIMANA MODUS atau CARA MAIN orang pajak yang bikin mereka kaya; mengapa tak satu pun pimpinan pengawas yang ditindak juga karena lalai mengawasi bawahan; bagaimana bisa 2009-2023 hal itu didiamkan…

Kita semua perlu tahu bagaimana orang pajak mengolah barang dagangan. Mulai dari merekayasa SKP (Surat Ketetapan Pajak)—SKPKB (kurang bayar), SKPKBT, SKPN (nihil), SPKBLB (lebih  bayar), mencari WP sasaran, mendekati sasaran, negosiasi, underlying, pembagian hasil rampasan, distribusi tim, rekayasa pelaporan transaksi dst; KPP mana paling basah; kepala kantor mana paling bajingan dan apa pakan ternaknya, konsultan favorit dari geng mana…

Matematikanya bagaimana: main di berapa persen?

Kebodohan paling paripurna dari suatu bangsa adalah ketika memaklumi saja masalah sebesar ini hanya setelah melihat konferensi pers pejabat dan aksi pamer SPT Presidennya tanpa mendesak adanya perubahan besar-besaran di Kemenkeu—bagaimana mau dibilang perubahan besar-besaran jika pejabat lama yang bertanggung jawab atas kelalaian masih bercokol, tukin tetap dapat, regulasi tidak berubah, rangkap-jabatan komisaris BUMN tidak ditindak!

Halo Presiden Jokowi, maaf-maaf saja, sampai sejauh ini situasi tak banyak berubah: terlalu banyak sandiwara.

Terlalu banyak lelucon semacam beli moge tidak untuk dinaiki yang bisa ditafsirkan masyarakat sebagai poin penting Reformasi Jilid II Kementerian Keuangan—yang saya dengar kasak-kusuk sudah siap lembaga donornya dan siap diramu sebagai barang jualan kampanye 2024.

Salam.

(fb)
Baca juga :