'Kecoak Demokrasi, Sebutan Untuk Buzzer Yang Desak Presiden 3 Periode!'

[PORTAL-ISLAM.ID]   Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, menyebut buzzer-buzzer hingga relawan tokoh politik tertentu sebagai kecoak dan merupakan hama demokrasi. 

Hal ini tak lepas dari rongrongan mereka agar ada perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode.

Didik mengatakan, dalam demokrasi hanya terdapat empat pilar, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga pers. 

Menurutnya kehadiran buzzer dan relawan ini juga belum ada di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan baru muncul di era kepemimpinan Joko Widodo.

"Zaman SBY enggak ada, hanya periode ini kecoak-kecoak ini muncul, hama-hama demokrasi muncul dan hidup, dikasih genderang sama media juga," ungkap Didik dalam sebuah diskusi secara virtual, Minggu (5/2).

Menurut Didik, para buzzer dan relawan itu menjadi alat untuk membentuk opini publik. 

Mereka yang disebut sebagai hama demokrasi ini yang menurutnya membuat rumah demokrasi Indonesia keropos.

Didik mengatakan, keberadaan buzzer dan relawan tak ada dalam pilar demokrasi. 

Ia lantas menyebut, mereka hanya berada di bawah karpet kekuasaan.

"Coba bayangkan, demokrasi itu kan trias politika dasarnya. Kuasa kehakiman, pemerintah, DPR. Ada civil society, ada media. Relawan tuh di mana? Enggak ada, dia tuh di bawah karpet, di sela-sela, lubang-lubang tikus itu. Itu yang meramaikan tunda pemilu, (jabatan presiden) tiga periode," paparnya.

Ia menjelaskan keberadaan relawan, buzzer, atau tim sukses sebetulnya bukan hal yang salah. 

Mereka memang dibutuhkan, namun hanya untuk masa pemilu bukan saat-saat normal seperti sekarang.

"Lain kalau timses, itu kalau di masa pemilu. Ini di masa normal dia nempel di kekuasaan pemerintah menjadi alap-alap di bawah karpet. Dia bukan kementerian, bukan civil society seperti Muhammadiyah atau NU. Mereka ini alap-alap," jelas Didik.

"Jadi kita demokrasinya tuh banyak tikus dan kecoak-kecoak, itu relawan itu. Saya berani katakan," imbuhnya.

Tidak hanya itu, menurut Didik perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode justru berpotensi menggiring demokrasi Indonesia ke jurang.

"Ini berpotensi menggiring demokrasi ke jurang, dan ini permainan politik tingkat tinggi sampai alap-alap relawan," ucap Didik.

Wacana jabatan presiden tiga periode sebelumnya sempat digaungkan oleh Relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro). 

Mereka bahkan sempat mengklaim ada sinyal penerimaan wacana menjabat tiga periode dari Presiden Joko Widodo.

Bahkan mereka sempat mendorong MPR segera mengamandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan mengubah aturan soal masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode. [cnnindonesia]
Baca juga :