Catatan: Naniek S Deyang
Lagi ramai soal Dynasti Politik ya?
Ini berkait dengan pernyataan Gibran tiga hari lalu kalau gak salah, yang mengatakan bahwa adiknya, Kaesang tertarik ke dunia politik.
Menurut Gibran, Kaesang di depan bapak dan ibunya menyatakan ketertarikannya di bidang politik. Tak hanya itu, Gibran juga memperoduksi berita lagi ke wartawan, bahwa dalam hal politik, adiknya tidak tertarik untuk menjadi anggota dewan (legislatif), tetapi menjadi eksekutif (kepala daerah).
Dua kali pernyataan Gibran itu kemudian mengundang asumsi-asumsi, bahwa Gibran akan melangkah jadi Gubernur Jateng atau DKI, sementara Kaesang akan jadi walikota Solo, atau kepala daerah lain. Apalagi Pak Prabowo sebagai Ketum Gerindra yang ketemu Gibran di Solo, terang-terangan mendukung Gibran menjadi Gubernur Jateng atau DKI.
Lalu ramailah pro-kontra soal Dynasti kekuasaan atau Dynasty politik. Kalau saya sebagai rakyat hanya bisa bilang terseraaaahhhh ππ, mungkin ini arti penjabaran demokrasi tingkat tinggi.
Kalau sekarang keluarga (anak, mantu dan kerabat) pak Jokowi dituduh "memanfaatkan" kekuasaan, ya berarti pinter2 merekalah menggunakan kesempatan. Sementara, presiden dan keluarga sebelum Pak Jokowi mungkin gak bisa memanfaatkan momen. ππ (mungkin lho ya, nanti kalau saya sdh punya podcast tak tanyanya satu-satuππ).
Yuuk kita lihat bagaimana presiden sebelumnya memberlakukan anak -anaknya di panggung politik:
1. Pak SBY. Apa yg gak hebat dari Pak SBY, dua kali menjadi presiden dan punya partai Demokrat, apa susahnya mengkandidatkan dan memenangkan Agus dan Ibas menjadi kepala daerah ya?
Namun apa yang terjadi atas dua putra Pak SBY di panggung politik selama bapaknya menjabat presiden? Ibas memilih menjadi anggota legislatif, menjadi anggota DPR. Kemudian sang Kakak, AHY justru Nyagub di DKI saat bapaknya sdh gak jadi presiden, dan mungkin itu yang membuatnya kalah bertarung, karena tidak ada kekuasaan yg ikut cawe2.
2. Ibu Megawati. Bu Megawati ini powerfull, saat menjadi presiden dia juga pimpinan/pemilik partai yang selalu juara, yaitu PDIP.
Nah menjadi presiden dengan memiliki partai terkuat, apa susahnya juga buat Bu Mega menempatkan atau mendudukkan anak-anaknya menjadi Gubernur atau Bupati/Walikota baik itu untuk Mbak Puan, maupun kakak -kakanya. Tapi nyatanya saat Bu Mega menjadi presiden, Mbak Puan hanya menjadi anggota DPR, dan kakaknya hanya di balik layar perpolitikan, dan menjadi pengusaha.
3. Gus Dur. Sebelum PKB jatuh ke tangan Cak Imin, tak bisa dipungkiri dan diingkari adalah pendiri dan pemilik PKB adalah Gus Dur. Dan meski jadi presiden sesaat, namun saat itu NU sangat bulat hanya ikut titah Gus Dur.
Itu kalau Gus Dur mau menjdikan salah satu putrinya, misalnya Yenny Wahid untuk Gubernur Jatim, pasti langsung jadi atau menang! Tapi entah kenapa Gus Dur saat menjadi presiden tidak melibatkan anak-anaknya di panggung politik. Tapi bisa jadi karena beliau terlalu singkat menjadi presiden, jadi belum sempat menempatkan anak-anaknya di panggung kekuasaan.
4. Habibie. Pak Habibie hanya menjabat presiden 1 tahun, sehingga mungkin belum sempat mengatur strategi utk anak-anaknya. Kebetulan anak-anaknya lebih tertarik di bidang scientist.
5. Pak Harto. 30 tahun memimpin Indonesia, penentu merah hijaunya partai Golkar bahkan sudah seperti pemilik Golkar. Beliau juga Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. Waktu di zaman Pak Harto, hanya ada tiga partai, yaitu Golkar, PPP dan PDI (belum P), dan juaranya adalah partai Golkar.
Sebagai presiden yang powerfull, dan pemegang partai pemenang apa yg tidak bisa dilakukan oleh Pak Harto di panggung politik? Bahkan ke-6 putra-putrinya akan dengan mudah ditempatkan sebagai Gubernur di semua daerah yg Pak Harto mau, apalagi waktu itu menjadi Gubernur cukup dipilih oleh DPRD saja, tentu keterwakilan jagoan Pak Harto pasti sdh mendominasi, karena selain Fraksi Golkar, juga dulu ada F-ABRI yg seperti berafiliasi dengan Golkar.
Nyatanya, tidak satu pun ada putra-putri Pak Harto yg dijadikan atau menjadi kepala daerah. Kalau toh mereka ke politik paling-paling hanya menjadi pengurus partai Golkar, yaitu Mbak Tutut dan mas Bambang Tri. Kemudian butuh waktu 30 tahun Pak Harto membolehkan anaknya menjadi menteri, yaitu Mbak Tutut yg kala itu menjadi Mensos.
6. Bung Karno. Saya gak terlalu mengikuti pemerintahan Bung Karno, karena saat beliau menjadi presiden saya belum lahir. Tapi seingat saya kalau dari baca-baca, tidak ada anak- anaknya yg difasilitasi di panggung politik. Kalau kemudian Bu Mega bisa memegang kendali PDI kemudian berubah menjadi PDIP, rasanya semua itu atas usaha atau perjuanagn Bu Mega sendiri di awal tahun 1990-an, justru saat ayahnya sudah wafat.
Nah kembali ke laptop, kalau kemudian anak-anak dan menantu Pak Jokowi pada terjun ke panggung kekuasaan, padahal Pak Jokowi belum genap dua periode jadi presiden dan tidak punya partai, berarti ya pinternya keluarga Pak Jokowi memanfaatkan momen ya? Momen demokrasi maksudnyaπ.
Sementara presiden sebelumnya dan anak-anaknya mungkin masih terkungkung pada budaya "ewuh pekewuh" atau kata Alm Pak Harto "ngono yo ngono ning ojo ngono"....(cari terjemahannya sendiri yg gak bisa bahasa Jawa yaππ).
BTW keren kali ya kalau punya Walikota/Bupati atau Gubernur kayak Kaesang yg celana jeansnya robek2, yg slengek'an abis, yg pengusaha, dan yg gaulnya dengan anak2 muda kaum borju.. siapa tau anak-anak muda Indonesia justru bergairah semua..Aamiin YRA.
(fb)