Bagaimana Orang Singapura Tempo Doeloe Memandang Khilafah dan Jihad?

Bagaimana Orang Singapura Tempo Doeloe Memandang Khilafah dan Jihad?

Kisaran 130-an tahun lalu, satu kapal terkenal milik Khilafah Utsmaniyyah pernah berlabuh di Singapura. Bukan sembarang kapal, tapi kapal perang model frigate milik Amir al-Mu'minin, Khalifah Sultan Abdülhamid II, yang diberi nama sesuai nama ayah founding father's Daulah Utsmaniyyah, Ertuğrul

Sebenarnya kapal Ertuğrul itu hanya sekadar mampir di Singapura. Tujuan utama kapal Ertuğrul pergi ke Jepang, untuk menemui Kaisar Mutsuhito yang usaha perjuangannya mirip-mirip Oden Kozuki dalam membuka negeri Wano. Kaisar Mutsuhito yang terkenal dengan sebutan "Meiji" ini sebelumnya memang sudah pernah mengirim utusan ke Istanbul, dan menunjukkan niat baiknya untuk menjalin persahabatan dengan kaum Muslim di bawah pimpinan Khalifah. Tentu saja Khalifah Abdülhamid bersemangat, dan mengirim kapal Ertuğrul sebagai kunjungan balasan ke Jepang.

Nah, kembali ke Singapura. Nyatanya walau cuma mampir, kehadiran kapal perang Amir al-Mu'minin disambut dahsyat oleh kaum Muslimin di sini. Baik di Singapura itu sendiri, maupun negeri-negeri sempadannya seperti Semenanjung Melayu, Kepulauan Riau, Riau daratan, Aceh, Jawa, Kalimantan, Sabah/Serawak, Brunei, dll. 

Kapten kapal Ertuğrul yang namanya Osman Paşa lantas dapat surat dari para tokoh dan haji di negeri ini, yang diwakili seseorang dengan gelar "Qadhi kaum Muslimin Singapura" (قاضي المسلمين سڠاڤورا). Sampai sekarang surat ini masih ada di Başbakanlık Osmanlı Arşıvı (Kantor Arsip Utsmani) dan disimpan dengan kode İ.DH. 1170/91449/3-5. Ada dua lembar suratnya, sayang lembar kedua fotonya ngeblur hingga sulit terbaca sebagian besarnya, nanti barangkali mas Abin Toro bisa mengakali. Tapi alhamdulillah lembar pertama bisa terbaca jelas sebagaimana foto-foto yang saya dapatkan di bawah ini (foto atas -red).

Apa kata orang Singapura yang diwakili Qadhi-nya?

Pertama, mereka membuka suratnya dengan basmalah dan mukaddimah surat sebagaimana lazimnya. Terus dilanjutkan dengan puji-pujian kepada sang kapten kapal Ertuğrul, Osman Paşa yang disebut sebagai "petarung di jalan Allah" (الغازي في سبيل الله). 

Tujuan utama surat ini tentu saja ditujukan kepada petingginya Osman Paşa yang juga sekaligus petinggi seluruh kaum Muslimin sedunia, Khalifah Sultan Abdülhamid II. Bagi Qadhi Singapura, beliau adalah sultannya para sultan di seluruh negeri Arab dan non-Arab. Seseorang yang telah mengabdikan hidupnya untuk kebaikan dan kehormatan kaum Muslimin. Melalui pedang dan pena, Khalifah Sultan Abdülhamid telah menolong kebenaran dan agama, serta menguatkan syariat Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.

Banyak doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah sebagai ekspresi cinta Qadhi Singapura untuk Khalifah 'Utsmaniyyah. Saya hitung ada 5 doa. Dari 5 doa itu, setidaknya ada 2 doa yang kalau diukur dengan konteks hari ini begitu luar biasa. Kenapa? karena dua doa ini mengandung makna-makna dan istilah yang hari ini begitu ditakuti, dimonsterisasi, dilebayisasi, dan dicaci-maki. Apalagi doa ini diucapkan oleh pemimpin Islam di Singapura dulu. Ya, Singapura. Negara yang belakangan menyulut kontroversi karena mendeportasi Tuan Guru Ustadz Abdul Somad karena dakwah-dakwah beliau yang dianggap keras. Seperti apa dua doa yang dipanjatkan Qadhi Singapura?

 اللهم
اعز سرير الملك و الخلافة بوجوده

"Ya Allah, kuatkanlah 'ranjang' (singgasana) Kerajaan dan Khilafah dengan kehadiran Sultan Abdülhamid." 

Dan satu doa lagi,

اللهم انصر جيوش المسلمين و عساكر الموحدين و اهلك الكفرة و الرافضة و المشركين
 
"Ya Allah, tolonglah pasukan-pasukan Muslimin dan tentara-tentara para ahli tauhid. Dan hancurkanlah, wahai Allah, (kekuatan) orang-orang kafir, rafidh, dan musyrikin."

Itu baru doa di paragraf pertama. Belum lagi pokok dari surat Qadhi Singapura di paragraf kedua. Walaupun lengkapnya tidak terbaca karena lanjutannya nge-blur, tapi bisa kita dapatkan gambaran.

Bahwa ini adalah surat aduan kepada junnah (perisai) kaum Muslimin (yakni Khilafah Utsmaniyah) mengenai sikap rezim penjajah represif anti Islam yang melarang kajian ilmu, majelis shalawat, dan pembacaan maulid Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. 

Di sini Qadhi Singapura menceritakan penderitaan orang-orang Jawi (Indonesia) yang di bawah penjajahan Pemerintah Hindia Belanda. Walau saat itu Singapura di bawah penjajahan Inggris atas nama Governor of the Straits Settlements (gubernur atas koloni Inggris di Selat Melaka), tapi Qadhi Singapura tak melupakan kondisi jiran-jiran seimannya yang tercinta. Disebutkan,

إننا من أهل الجاوى كلهم مظلومين من النصارى هلندا الذي حكموا علينا بظلمهم و من بعض ظلمهم علينا إننا إذا اجتمعون في درس العلم و الصلاة و لقرائة الموالد النبوية و غيرها من الطاعة لله و لرسوله جاؤ إلينا و منعونا بالإجتماع في درس العلم و غيره 

"Sesungguhnya kami penduduk Jawa, yang semuanya itu telah terzalimi oleh kaum Nasrani Belanda, di mana mereka telah memerintah kami dengan begitu zalim. Di antara kezalimannya kepada kami ialah apabila kami berkumpul untuk mengkaji ilmu, bershalawat, membaca maulid Nabi dan lain-lain yang merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya; Belanda akan mendatangi kami dan melarang-larang kami berkumpul untuk mengkaji ilmu dsb."

Yang demikian adalah situasi dalam penggambaran secarik surat bertanggal 11 Jumadil Awwal 1307, al-muwaffiq 3 Januari 1890. Sementara 130-an tahun kemudian, 21 Mei 2022, saya hanya bisa termenung. Betapa putaran zaman dan warisan penjajahan bisa membedakan masa lalu dan masa kini dengan drastis.

(Oleh: Nicko Pandawa)

Baca juga :