PILPRES 2029 DAN PERANG BINTANG

Pilpres 2029 dan Perang Bintang

By Hara Nirankara

Suasana politik Indonesia tampaknya kian memanas, di mana koalisi raksasa KIM+ mulai menunjukkan retakan. Bukan, ini bukan fiksi ilmiah, melainkan spekulasi tentang potensi duel simbolis antara dua figur berpengaruh di ranah keamanan, yaitu Panglima TNI dan Kapolri. 

Pada Pilkada Jawa Tengah 2024, ketika eks Panglima TNI Andika Perkasa berhadapan dengan eks Kapolda Jateng Ahmad Luthfi, seolah menjadi “petunjuk” tentang persaingan antara militer dan polisi. Benarkah Indonesia menuju ke pertarungan epik? Atau ini hanya drama politik yang dilebih-lebihkan?

Di balik layar drama politik yang misterius, ada bahan bakar yang membuat narasi “Perang Bintang” ini kian panas. UU TNI No. 34/2004, yang direvisi pada 2024, memperpanjang usia pensiun perwira tinggi bintang empat, termasuk Panglima TNI, hingga usia 63 tahun, bahkan bisa diperpanjang dua kali oleh Presiden (Pasal 53 Ayat 4). Sementara itu, draf RUU Polri mengusulkan hal serupa untuk Kapolri, dengan usia pensiun ditetapkan melalui Keppres tanpa batas yang jelas (Pasal 30 Ayat 4), meski belum disahkan.

Kebijakan tadi pun memicu spekulasi, bahwa figur strategis tengah disiapkan untuk Pilpres 2029, atau setidaknya menjadi beking mobilisasi suara. Ditambah lagi dengan adanya wacana pemakzulan Wakil Presiden Fufufafa oleh sebagian purnawirawan TNI dan masyarakat, dengan tuduhan bahwa pencalonannya cacat hukum berdasarkan putusan MK No. 90/2023. Di platform X, tagar #GantiWapres ramai diperbincangkan, mencerminkan ketegangan politik imbas pernyataan sikap itu. Pertanyaannya, “Apakah ini pertanda “Perang Bintang” akan meletus? Atau tak lebih dari sekadar gejolak sementara?”

Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yang menguasai 81% kursi DPR (470 dari 580 kursi) dan mendominasi Pilkada 2024, tampak stabil di permukaan jika kita melihatnya secara kasat mata. Namun, pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri baru-baru ini seolah menambah intrik. Akankah TNI dan Polri tetap netral, atau justru menjadi pion dalam catur politik?

(*)
Baca juga :