Sampai sekarang saya belum pernah mendapat jawaban dari kalangan Takfiri.
Apakah Shalahuddin Al-Ayyubi sewaktu mengabdi sebagai wazir (pejabat) negara dalam pemerintahan Syi'ah Dinasti Fathimiyah, beliau menjadi murtad atau tidak?
Tidak ada satupun yang berani menjawab. Karena apapun jawabannya akan menjadi bumerang bagi Manhaj Takfiri mereka sendiri.
1. Jika dijawab murtad, tentu ini bertentangan dengan akal sehat dan kesepakatan umat Islam selama ribuan tahun. Bagaimana mungkin seorang pahlawan Islam yang membebaskan Al-Aqsa ternyata orang kafir murtad?
2. Sementara jika dijawab saat jadi wazir (pejabat di pemerintahan Syi'ah) otomatis murtad, lalu setelah menguasai wilayah Dinasti Fathimiyah (setelah raja terakhirnya wafat) dan mengembalikan ajaran Islam Sunni di Mesir, Al-Ayyubi kembali pada Islam alias tidak murtad lagi. Tentu ini juga tidak masuk akal, bagaimana mungkin murtad tidaknya seseorang didasari pada posisi politik. Bahkan otak yang dipindah ke dengkul sekalipun tidak akan bisa menerimanya.
3. Apalagi jika dijawab, Al-Ayyubi sewaktu mengabdi sebagai wazir negara dalam pemerintahan Syi'ah Dinasti Fathimiyah, tidaklah murtad. Beliau tetap Muslim yang lurus, karena meskipun mengabdi di bawah thaghut, tapi memiliki agenda kepentingan Islam dan tujuan memperbaiki keadaan, minimal mencegah keburukan.
Kalau poin 3 seperti ini, berarti bekerja sama dengan negara anggota PBB, NATO, Uni Eropa, AS, dll selama tujuannya jelas untuk kepentingan Islam dan tidak didikte, maka boleh. Masuk ke parlemen negara demokrasi, jadi polisi, tentara, bahkan jadi presiden pun tidak murtad, selama tujuannya adalah untuk Islam bukan sebaliknya. Termasuk jika kondisinya memaksa.
Pilihan no 3 inilah yang masuk akal dan sesuai kenyataan pandangan di dunia Islam.
(Oleh: Pega Aji Sitama)