Ketika pasukan Tartar (Mongol) menghancurkan kerajaan-kerajaan Islam dan kemudian meluluhlantakkan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, pelan tapi pasti kaum muslimin mulai menganggap bahwa pasukan Tartar Mongol adalah "Jaisyun Laa Yuqhar", pasukan yang takkan bisa dikalahkan.
Maka, ketika Mongol bersiap untuk menginvasi Mesir yang menjadi benteng terakhir dan tempat pelarian kaum muslimin dari Irak dan Syam, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana sikap yang semestinya diambil.
Sebagian para ulama menganggap bahwa Tartar adalah fitnah dan cobaan untuk umat Islam. Mereka (Tartar) pasti akan memenangkan peperangan. Maka, upaya untuk melawan mereka adalah kesia-siaan dan sama saja dengan 'tahlukah' atau mencampakkan diri dalam kebinasaan alias bunuh diri.
Sebagian lagi membuat teori tentang pentingnya mengajak orang untuk kembali kepada Islam, sembari mempersiapkan generasi baru yang nanti akan berjuang melawan Tartar. Seperti halnya kelompok pertama, kelompok ini juga meyakini bahwa cepat atau lambat Tartar pasti akan menjajah Mesir seperti halnya negeri kaum muslimin yang lain.
Diantara para ulama tersebut, keluarlah seorang Ulama yang menyelisihi kedua kelompok ulama diatas. Beliau menegaskan bahwa saat ini adalah saatnya berjihad dan berbicara tentang jihad serta memobilisasi semua kaum muslimin untuk memberikan sumbangsihnya dalam jihad fi Sabilillah. Ia berusaha mencabut ketakutan dari hati mereka. Ia menganggap bahwa saat itu, menyibukkan diri dan memprioritaskan hal lain selain jihad adalah sebuah pengkhianatan terhadap umat.
Ulama tersebut adalah Al-Imam Izzuddin bin Abdissalam, yang kelak kemudian dikenal sebagai 'Sultannya Ulama' (pemimpinnya para Ulama).
Saifuddin al-Qutuz, pemimpin militer dan Sultan Mamluk ke-3 Mesir, menerima masukan dari Al-Imam Izzuddin bin Abdissalam.
Qutus memutuskan untuk melawan Tartar, membunuh utusan mereka dan kemudian menyerang mereka secara ofensif di Ain Jalut, Palestina.
Dan kita sudah tau bagaimana akhir dari cerita ini. 25 Ramadhan 658 H (3 September 1260 M), untuk pertama kalinya umat Islam akhirnya melihat tentara Tartar lari terbirit-birit.
Ternyata pasukan Tartar adalah manusia biasa yang bisa dikalahkan, sama seperti Zionis yang juga akan dikalahkan dan kembali ke daratan Eropa.