Menakar Peluang Firli Bahuri Jadi Tersangka

Menakar Peluang Firli Bahuri Jadi Tersangka

Sejumlah pengamat hukum dan pegiat antikorupsi menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri bisa dijerat sebagai tersangka jika terindikasi terlibat kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. KPK juga didesak segera mengumumkan secara resmi status ketiga pejabat di Kementerian Pertanian yang disebut sebagai tersangka.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan keputusan menaikkan status kasus dari penyelidikan ke tahap penyidikan mengartikan ada alat bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana. Dengan alat bukti yang cukup, penyidik hanya tinggal menyebutkan siapa tersangkanya.

Menurut Kurnia, munculnya foto pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin Limpo yang beredar luas di masyarakat menjadi salah satu petunjuk yang mempermudah penyidik menemukan bukti lain dalam menetapkan tersangka. "Tinggal dilakukan pengecekan kapan foto itu dipotret dan kapan aduan masyarakat dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian dilaporkan ke KPK," ujar Kurnia saat dihubungi pada Ahad, 8 Oktober 2023.

Kurnia menilai Firli dapat dijerat dengan Pasal 36 dan 65 Undang-Undang KPK jika foto pertemuannya dengan Syahrul benar dipotret setelah masuknya laporan kasus korupsi di Kementerian Pertanian ke KPK. "Sebagai pemimpin KPK, Firli dianggap melanggar pasal tersebut karena bertemu dengan pihak yang sedang beperkara."

Pasal 36 butir a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan pimpinan KPK dilarang bertemu atau mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak yang bepekara yang kasusnya sedang ditangani KPK. Pasal 65 Undang-Undang KPK menyebutkan setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan Pasal 36 terancam pidana penjara paling lama 5 tahun.

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan polisi seharusnya secara terbuka menyebutkan alat bukti yang dimiliki dalam kasus Firli. Menurut dia, penanganan kasus di kepolisian sedikit berbeda dengan di KPK atau kejaksaan. Di kepolisian, saat status kasus naik ke tahap penyidikan, tidak selalu dibarengi dengan penyebutan nama tersangka.

Dia menjelaskan, suatu kasus naik ke tingkat penyidikan karena sudah diketahui adanya tindak pidana. Pengusutan suatu kasus menggunakan alat bukti yang dikumpulkan. "Karena itu, penyidik polisi harus secara jelas dan terang memaparkan apa saja alat bukti yang dimiliki hingga menaikkan status kasus ke tahap penyidikan," ujarnya saat dihubungi kemarin. "Ini sekaligus menjadi tolok ukur bagi publik menilai kinerja penyidik polisi dalam mengungkap kasus."

Abraham menegaskan, hal terpenting adalah kasus korupsi di Kementerian Pertanian. KPK seharusnya segera mengumumkan secara resmi nama para tersangka. Menurut dia, selama ini publik tentu bertanya-tanya alasan KPK tak kunjung mengumumkan nama para tersangka dugaan korupsi tersebut. "KPK jangan mengulur-ulur waktu lagi," ucapnya.

Cerita Korupsi di Kementan dan Dugaan Pemerasan

KPK disebut-sebut telah menetapkan Syahrul Yasin Limpo dalam kasus korupsi penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Kementerian Pertanian. KPK menjerat Syahrul dengan tiga perkara sekaligus: pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang. Selain terhadap Syahrul, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi. Hatta anak buah Syahrul saat masih menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Dari informasi yang diperoleh Tempo, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 26 September lalu.

KPK menyelisik kasus ini sejak 16 Januari 2023. Syahrul, Kasdi, dan Hatta dituduh mengakali dana non-budgeter dan menerima upeti dari para pejabat Kementerian Pertanian untuk mempertahankan atau naik jabatan. Nilai setoran para pejabat eselon I, II, dan III itu rata-rata ratusan juta hingga miliaran rupiah, tergantung jabatan.

Menurut penjelasan sumber KPK, pengumpulan uang secara berjenjang itu terjadi bertahun-tahun. Tapi Syahrul baru sadar tengah diawasi KPK pada Juni lalu. Para penyidik KPK membahas dugaan korupsi Syahrul dalam rapat gelar perkara. Penyidik yakin Syahrul menjadi tersangka karena memerintahkan pengumpulan upeti itu. Meski sadar diawasi KPK, Syahrul tak menyetop pengumpulan upeti.

Di tengah berbagai drama pemeriksaan korupsi di Kementerian Pertanian, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengumumkan tengah menyelidiki dugaan pemerasan oleh Firli kepada Syahrul. Rupanya, Syahrul melaporkan Firli pada 21 Agustus lalu dengan tuduhan pemerasan. Firli, menurut laporan Syahrul, mengklaim bisa menyetop penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Polisi sudah memeriksa ajudan sopir Syahrul, Panji Harianto dan Heri, pada 28 Agustus lalu. Adapun pemeriksaan Syahrul baru dilakukan pada 5 Oktober lalu.

Cerita detail pemerasan itu muncul dari surat pengakuan Hatta pada 1 Oktober lalu. Berdasarkan laporan majalah Tempo edisi pekan ini, sejumlah pihak yang dihubungi membenarkan bahwa tulisan dalam surat itu merupakan pengakuan Hatta. Dalam surat itu, Hatta mengklaim pernah diminta Syahrul menyiapkan uang US$ 1 miliar untuk diserahkan kepada Firli.

Awalnya Firli disebut meminta uang dalam jumlah besar. Tapi Syahrul tak mampu menyanggupinya. Uangnya tak cukup. Penyerahan uang berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, pada akhir Juni 2022. Setelah itu, pada Oktober 2022, Hatta kembali diminta menitipkan upeti Firli di rumah komisaris besar di kawasan Kebayoran Baru. Hatta baru melunasinya pada Desember 2022. Ketika itu, Hatta diminta mendampingi Syahrul menemui Firli yang sedang bermain bulu tangkis di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Hatta belum bisa dimintai konfirmasi ketika dihubungi. Rumahnya juga kosong saat disambangi pada Jumat, 6 Oktober lalu.

[Koran Tempo, Senin, 9 Oktober 2023]


Baca juga :