[PORTAL-ISLAM.ID] Aktivis Dandhy Laksono menanggapi pernyataan Menteri ATR yang menyebut Masyarakat yang Menempati Pulau Rempang tidak Memiliki Sertifikat.
"Ini khas penjajah kolonial Belanda ketika memberlakukan "domein verklaring" (Agrariche wet 1870).
Yang tak bersertifikat dianggap tanah negara meski orangnya sudah menetap ratusan tahun. Akal-akalan kompeni menguasai tanah untuk perkebunan. DNA penjajah ini menurun ke NKRI," sentil @Dandhy_Laksono.
Menteri ATR Sebut Masyarakat yang Menempati Pulau Rempang tidak Memiliki Sertifikat
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan lahan tinggal yang menjadi pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi Tjahjanto dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Pada akhir Agustus lalu pemerintah menetapkan proyek pembangunan Rempang Eco City sebagai proyek strategis nasional. Kawasan ini akan dibangun berbagai macam industri, pariwisata, hingga perumahan di bawah pengembang PT Makmur Elok Graha yang merupakan anak perusahaan PT Artha Graha milik pengusaha Tommy Winata.
Warga menolak relokasi yang akan dilakukan pascapengosongan kawasan itu. Warga adat sekitar menyebut mereka telah ada di sana sejak 1934. Warga Pulau Rempang tak ingin kampung halamannya dihilangkan meskipun diberi tempat relokasi.
Adapun pemerintah memaksa untuk tetap melakukan pembangunan. Salah satu langkah awal adalah melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Kampung Sembulang, Pulau Rempang. Kampung ini menjadi titik awal pembangunan pabrik kaca terbesar asal China bernama Xinyi Group.[TEMPO]
Ini khas penjajah kolonial Belanda ketika memberlakukan "domein verklaring" (Agrariche wet 1870).
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) September 12, 2023
Yang tak bersertifikat dianggap tanah negara meski orangnya sudah menetap ratusan tahun. Akal-akalan kompeni menguasai tanah untuk perkebunan. DNA penjajah ini menurun ke NKRI. https://t.co/hEilcJWZme