Victoria-Cross dan Penjagal Warga Afghanistan

Victoria-Cross dan Penjagal Warga Afghanistan

Apa yang terjadi seandainya ada warga Afghanistan datang ke Inggris, lalu melakukan aksi pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang Inggris di tanah Inggris?

Tentu daratan Bumi akan heboh 7 hari 7 malam oleh berita, bahwa terjadi serangan biadab teroris terkutuk.

Pemerintah Inggris marah besar. Seluruh dunia berduka. Polisi berjanji memburu siapapun yang terlibat sampai ke lubang Tikus.

Pelaku dan komplotannya diburu, bahkan orang pernah berinteraksi dengan mereka bisa kena getahnya.

Sayangnya cerita orang Afghanistan datang ke Inggris untuk membantai orang Inggris tidak pernah ada. 

Yang ada malah sebaliknya, orang Inggris yang datang ke Afghanistan, membantai warga Afghanistan di tanah Afghanistan.

Hebatnya lagi, pembantai warga sipil tersebut diberi penghargaan Salib Victoria yang merupakan simbol tertinggi bagi jasa seorang prajurit Persemakmuran Britania Raya. Tanda pengabdian tertinggi kepada negara.

Dialah Ben Roberts-Smith, mantan tentara SAS Australia yang bolak-balik ditugaskan ke Afghanistan sepanjang 2006-2012.

Saat bertugas di sana, Smith tak bertindak layaknya tentara profesional Barat dengan klaim punya standar etika tinggi. Melainkan bertindak seperti psikopat yang diberi senjata lengkap oleh negaranya.

Menurut investigasi sejumlah media Australia, Smith pernah membunuh seorang warga cacat Afghanistan, mengambil kaki palsunya dan ceruk kaki palsu dipakai untuk gelas bir.

Smith juga dilaporkan memerintahkan anak buahnya membunuh dua warga sipil. Salah satu korban disepaknya sendiri hingga jatuh dari atas tebing. Lalu memerintahkan anak buahnya untuk menembak mati. Korban lain adalah seorang kakek Afghanistan yang ditembak prajurit baru atas tekanan Smith.

Menurut berita ABC, pria setinggi 2 m itu terlibat pembunuhan Haji Raz, seorang imam tua yang diseret dari masjid karena dituduh sebagai anggota pemberontak (baca: Taliban).

Seusai mengimami shalat Isya di masjid desa, Haji Raz langsung disepak kepalanya oleh SAS hingga terjungkir.

Di masa itu, "war on terror" telah berubah menjadi "war on tolol". Diakui sendiri oleh para petinggi militer Amerika bahwa mereka tak punya strategi masuk akal di sana. Mereka tak tahu perang untuk apa dan bagaimana cara mengalahkan Taliban. Sementara pemerintah Afghanistan yang terbentuk hanyalah kumpulan koruptor.

Serbuan malam, kill and capture team, serangan udara, serangan drone dan berbagai operasi militer hanya menambah korban sipil tiap harinya.

Kembali ke Smith, untuk membersihkan namanya ia mengajukan gugatan terhadap media-media atas pencemaran nama baik. Namun hakim malah memutuskan bahwa laporan media mengandung kebenaran. Artinya terdapat bukti bahwa Smith melakukan "unlawful killing".

Loh.. loh kenapa tidak disebut teroris?

Ya karena dia bukan orang Afghanistan. Dan SAS tidak masuk dalam daftar hitam organisasi teroris dalam resolusi DK PBB. Mau sekejam, sengawur, sepsikopat apapun, mereka hanya melakukan unlawful killing.

Toh yang dibunuh orang Afghanistan, tukang perang, suka kekerasan, muka mereka saja sudah kayak teloris, jadi wajar kalau mati, bukan orang Eropa yang modern dan terhormat. Begitu lah alam bawah sadar banyak orang diarahkan menjadi psikopat rasis.

Smith pun masih bebas hingga hari ini. Kasusnya baru perdata melawan media. Adapun dugaan kasus pidana kabarnya masih dalam penyelidikan polisi Australia.

(Pega Aji Sitama)

Baca juga :